Nadira keluar dari kantor dengan perasaan lega, karena hari ini ia sukses menjalani kehidupan barunya dengan perasaan bahagia. Akhirnya ia berhasil keluar dari zona kepahitan yang selama menguasai dirinya, wanita itu berdiri di pinggir jalan, menunggu taksi yang akan mengantarkan dirinya pulang. Namun saat sedang menunggu taksi, tiba-tiba berhenti sebuah mobil berwana hitam di hadapannya, pintu pun segera terbuka dan Nadira kini menyadari siapa pemilik mobil itu. "Hai Nadira, sedang apa kamu di sini?" tanya Wildan mengulas senyum. "Saya lagi nunggu taksi Pak," ucap Nadira pelan dan cukup singkat. "Nadira, aku antar kamu aja ya, biar nggak nunggu terlalu lama, taksi jam segini jarang lewat, takutnya nanti kamu kesorean," tawar Wildan dengan tulus. "Maaf Pak, terima kasih sebelumnya, tapi saya masih mau menunggu taksi saja," tolak Nadira tidak enak hati. "Nadira, maafkan aku. Dulu memang mungkin aku sangat berambisi ingin memiliki kamu saat kamu masih menjadi istri Chandra, aku ta
Nadira terkekeh saat mengingat ucapan Chandra beberapa jam yang lalu ketika bertemu di pinggiran jalan, tak menyangka jika ternyata Chandra menginginkan dirinya untuk menjadikan Wildan pengganti dalam hidupnya. Bahkan terang-terangan Chandra berkata bahwa lebih baik dicintai daripada mencintai. Nadira terlihat frustasi ketika meresapi kalimat singkat itu, tak menyangka jika ternyata Chandra bisa melakukan hal yang tidak ia duga selama ini. "Jadi mas Chandra begitu menginginkan aku bersama pria lain setelah berpisah darinya? cih.. Benar-benar tidak pernah terpikirkan olehku, aku pikir mas Chandra akan sulit move on dan tak bisa dengan mudah mencari pengganti ku, tapi rupanya dia malah menyuruh ku untuk menerima pria lain!" runtuk Nadira kecewa, sesekali ia terkekeh kembali, serasa di hatinya ada gumpalan batu besar yang begitu menyesakkan dadanya. Alih-alih istirahat dengan tenang di malam yang baru saja diguyur hujan, Nadira justru memilih membuka lemari tempat penyimpanan minuman b
Beberapa minggu kemudian, Chandra nampak gelisah karena Wildan tidak kunjung memberikannya kabar, ia padahal ingin sekali segera berangkat ke luar negri untuk menjalani terapi sesuai janji yang pernah diucapkan oleh Wildan sebelumnya. Karena gelisah tak kunjung mendapatkan kabar, akhirnya Chandra memutuskan untuk mendatangi Wildan ke kantornya, dengan menggunakan taksi online akhirnya pria itu tiba juga. Chandra mulai melangkahkan kaki hendak mencari ruangan Wildan, kedatangannya yang sedikit bingung mencuri perhatian salah satu karyawan yang menyadarinya. "Maaf Pak, Bapak mencari siapa ya?" tanyanya. "Saya ingin bertemu dengan Pak Wildan, ada hal penting yang ingin saya bicarakan," ucap Chandra ramah. "Maaf Pak, apa sebelumnya Bapak sudah ada janji temu?" tanyanya lagi. "Tidak, tapi Mbak bisa katakan pada Pak Wildan kalau saya, Chandra sedang mencarinya." jawab pria itu. Setelah menelpon Wildan akhirnya wanita itu mengantar Chandra ke ruangannya, dan setelah tiba di depan pintu
Nadira nampak penuh tanya ketika menyadari kedatangan Chandra menemui Wildan, ia masih saja penasaran apakah Chandra memiliki urusan pribadi dengan atasannya itu. Di saat sedang fokus memikirkan mantan suaminya, tiba-tiba ponselnya berdering. Lamunan itupun teralihkan dengan suara dering di ponselnya. [Halo kak, ada apa?] tanya Nadira ketika sambungan telepon Roy telah terhubung. [Nadira, apa kamu sudah tahu berita ini? Chandra mau pergi ke luar negeri, aku sendiri tidak tahu kapan dia merencanakan semuanya, tapi baru saja dia pamit pada kami] ucap Roy, ia memberitahukan Nadira tentang keputusan Chandra. Nadira terdiam seketika, kedatangannya ke kantor untuk menemui Wildan belum ia temukan jawabannya, tetapi saat ini ia justru mendengar kabar jika mantan suaminya itu akan pergi meninggalkan Indonesia. [Emm, sebenarnya kakak nggak perlu kasih kabar ke aku tentang masalah ini, karena aku dan mas Chandra sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi] ucap Nadira, berusaha menepis rasa ingin t
[Ya Pak, itu sangat bagus sekali] ucap Chandra memberikan jawaban. [Terima kasih banyak Chandra, saat Nadira menerima cinta saya, maka orang pertama yang saya kabari adalah kamu. Oh ya, bagaimana, apa kamu sudah menemukan rumah sakit yang cocok untuk mengobati lengan kamu?] tanya Wildan penasaran. [Belum Pak, ini saya baru saja sampai di hotel, mungkin sore ini saya akan mencari rumah sakitnya] sahut Chandra masih terkonek dengan Wildan. [Bagus, cepat sembuh ya Ndra. Agar kamu bisa menjadi saksi pernikahan ku dengan Nadira nanti.] jawab Wildan mengirimkan emot tersenyum pada Chandra. Chandra menerima pesan terakhir itu dengan dada yang bergetar hebat, entah perasaan apa yang saat ini ia rasakan. Yang jelas dadanya begitu terasa sesak dan hampir membuatnya tak bisa bergerak. Lama Chandra mengamati emot yang dikirimkan Wildan, rasanya begitu tidak rela, hati nurani nya masih menolak perceraian yang terjadi dengan Nadira. Entah kesalahan apa yang dilakukan oleh Chandra di masa lalu
"Anita, apa kamu sudah mendengar kabar kalau Nadira baru saja menerima lamaran dari pak Wildan, atasan yang dulu pernah kamu jadikan alat untuk merusak rumah tangga Chandra dan Nadira?" tanya Roy, ketika mendekati Anita yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya. "Maksud kamu apa, Mas! Ngomong kayak gitu," protes Anita tidak terima. "Kamu masih inget kan sama pak Wildan? Aku rasa kamu tidak pikun, dia sekarang benar-benar akan menikahi Nadira," ucap Roy mengulas senyum. "Oh, jadi sekarang mereka sudah benar-benar resmi menjalin hubungan," tandas Anita sedikit tidak percaya. "Ya, dan mungkin mereka akan segera menikah. Kamu bisa bayangkan kan, bagaimana bahagia nya Nadira saat ini, lepas dari Chandra yang dikelilingi oleh benalu, dia mendapatkan seorang pria yang tulus mencintainya, seorang pria kaya raya." bisik Roy, sengaja ia mengatakan itu agar Anita terbakar api cemburu. Roy melenggang pergi meninggalkan Anita yang wajahnya sudah berubah sejak tadi, wanita itu nampak tidak percay
Ketika pintu terdengar, Nadira yang sudah memakai make up segera membuka pintu, terlihat Wildan sangat bahagia ketika melihat wajah cantik Nadira yang sudah memakai make up tipis. Nadira merasa kikuk saat Wildan menatapnya lekat."Kenapa si Mas, liatin aku gitu?" tanya Nadira bingung. "Nadira, kamu cantik sekali," puji Wildan mengulas senyum. "Terima kasih Mas, tapi aku bingung mau pakai baju apa, yang gimana maksudnya," keluh Nadira bingung. "Nggak usah bingung Nadira, aku sudah mempersiapkan itu semua." jawab Wildan memberikan paper bag yang ia bawa. Nadira menatap paper bag itu tidak percaya, karena Wildan membawakan apa yang sejak tadi ia bingung kan. Nadira menerima hadiah itu dengan bahagia. "Makasih ya Mas, aku ganti baju dulu," ucap Nadira pamit. "Ya sayang, aku tunggu di sini ya." jawab Wildan mengulas senyum. Beberapa saat kemudian Nadira keluar dari kamar, memakai dress yang dibelikan oleh Wildan, pria itu seketika terpesona ketika menatap ke arah Nadira. Pakaian yan
Tring... Tring... Beberapa saat setelah mengirim pesan, nomor itu mengubungi Nadira lewat telpon. Nadira yang sebelumnya tidak menghiraukan pesan tersebut kini berubah, pandangannya terfokus kan pada nomor yang kini masih menelpon nya. Saat hendak di angkat, tiba-tiba telpon itu mati. Nadira kini benar-benar penasaran setelah nomor tak dikenal itu melakukan hal yang sama sampai beberapa kali. Hingga membuat Nadira gemas dan mengirimkan pesan padanya. [Ini siapa, kenapa malam-malam begini anda mengganggu saya dengan melakukan panggilan terus menerus seperti ini, saya ingin istirahat, jika tidak ada sesuatu yang penting lebih baik tidak perlu menghubungi saya] cetus Nadira kesal. Pria itu sekilas mengulas senyum, lalu memutuskan untuk benar-benar melakukan panggilan terhadap Nadira, kali ini ia ingin serius. Namun seketika panggilan itu ditolak oleh Nadira yang sudah terlanjur kesal, ia juga mematikan telpon itu agar istirahat nya malam ini tidak diganggu. Pagi harinya, Nadira bera
"Alhamdulillah pak, bu, operasinya berjalan dengan lancar meski tadi ada sedikit kendala karena ibu Nadira mengalami pendarahan tapi kami berhasil mengatasinya," ucao sang dokter."Syukurlah kalau begitu. Terima kasih banyak, dok. Terima kasih banyak atas kerja keras dokter semuanya yang sudah menangani operasi ini," ucap Wildan.Hatinya merasa sangat lega mendengar bahwa Nadira baik-baik saja. Begitu juga dengan Hesti dan juga Roy yang kini terlihat sedikit semringah."Lalu apa kita boleh melihat mereka, sok?" tanya Wildan yang sudah tak sabar untuk melihat Nadira."Emmm untuk saat ini sebaiknya jangan dijenguk dulu, ya. Kami akan memindahkan mereka ke ruangan perawatan dan nanti di sana kalian baru bisa menjenguknya," ucap sang dokter."Baik kalau begitu, dok. Sekali lagi terima kasih banyak." Roy menjabat tangan sang dokter begitupun dengan Wildan."Baik Pak sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu." Sang dokter pun kemudian melangkahkan kakinya pergi meninggalkan mereka.Tak lama
Nadira telah tiba di rumah sakit dan tengah bersiap untuk melakukan operasi. Ditemani oleh Hesti dan Roy, Nadira duduk di sebuah kursi tunggu menanti jadwal operasi yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi."Wildan nggak ikut ke sini, Nadira?" tanya Roy pada Nadira.Seketika lamunan Nadira pun buyar mendengar pertanyaan dari Roy saat itu."Iya Nadira, nak Wildan kok nggak ikut menemani kamu di sini. Apa jangan-jangan dia marah karena kamu akan mendonorkan ginjal mu untuk Chandra?" tanya Hesti.Nadira pun segera meraih tangan Hesti yang saat itu berada di pangkuannya. Nadira mencoba menenangkan dan meluruskan pikiran Hesti yang sempat berpikir jauh tentang Wildan."Nggak begitu, Bu. Mas Wildan sama sekali nggak marah kok. Tadi dia bilang sedang ada urusan sebentar dan nanti dia akan kembali ke sini setelah urusannya selesai.""Kamu yakin dia tidak marah? Ibu takut dia marah. Ibu sudah sangat berhutang budi padanya. Ibu tidak ingin membuat nak Wildan kecewa," ucap Hesti."Nggak kok, Bu.
"Apa kamu serius mau mendonorkan ginjalmu pada Chandra?" tanya Hesti pada Nadira dengan kedua mata yang masih berkaca-kaca.Nadira pun mengangguk pelan. Sekilas Nadira melirik ke arah Wildan meski ia tak memberikan respon apapun."Baiklah kalau memang sudah ada pendonornya maka operasi untuk pak Chandra akan segera kami siapkan," ucap dokter yang menangani Chandra.Tak lama dokter dan perawat yang menangani Chandra pun lantas pergi meninggalkan mereka."Bu, mas Roy, aku tinggal sebentar ya. Aku mau bicara dulu dengan mas Wildan," ucap Nadira berpamitan.Setelah Hesti dan Roy mengizinkan, Nadira pun langsung berjalan menjauhi mereka bersama dengan Wildan.Sesaat Nadira masih terdiam dan belum mampu mengatakan sepatah kata apapun pada Wildan begitupun dengan Wildan yang masih terdiam.Perlahan Nadira memberanikan dirinya menggapai tangan Wildan. Kedua matanya mencoba menatap pada Wildan yang berdiri di depannya."Mas, aku mau minta izin padamu untuk mendonorkan satu ginjal ku pada mas C
Akhirnya Wildan pun keluar dan langsung disambut oleh Nadira dan juga Hesti yang sudah cukup lama menunggu di depan ruangan Chandra."Emmm M-mas, kamu sudah selesai?" tanya Nadira yang sedikit melirik ke arah Chandra dari pintu yang belum ditutup dengan sempurna oleh Wildan.Nadira merasa cukup lega saat melihat Chandra yang baik-baik dan masih duduk di atas ranjang.Meski sebenarnya Nadira tak ingin berprasangka buruk pada Wildan, tapi rasa khawatir dan cemas terus saja membelenggu di dalam hatinya saat Wildan dan Chandra berada di dalam satu ruangan yang sama."Iya aku sudah selesai. Emmm terima kasih karena kalian sudah mengizinkan aku berbicara berdua dengan Chandra," ucap Wildan."Iya santai saja, Wildan." Roy langsung menanggapi ucapan Wildan saat itu." Oh iya, Nadira, kita pulang sekarang yuk," ajak Wildan."Emmm t-tapi, Mas ...." Nadira menghentikan sejenak ucapannya."Nggak mungkin aku nolak ajakan mas Wildan pun pulang. Nanti yang ada mas Wildan malah berpikir bahwa aku leb
Chandra dan Nadira pun masuk ke dalam ruangan Chandra dan melihatnya yang tengah duduk di atas ranjang.Seketika Chandra pun menoleh ke arah Nadira dan Chandra yang mulai mendekatinya."Bagaimana kabarmu, Chandra?" tanya Wildan pada Chandra."Emmmm k-kabarku baik," jawab Chandra terbata.Ia masih tak percaya melihat kedatangan Chandra yang tiba-tiba apalagi ia datang bersama dengan Nadira.Mata Chandra pun sedikit melirik ke arah tangan Nadira yang tampak menggandeng tangan Wildan."Syukurlah kalau begitu. Aku sempat terkejut mengetahui keadaanmu yang cukup parah begini. Maaf ya karena aku baru bisa menjenguk mu," ucap Wildan lagi."I-iya, tidak apa-apa, kok. Tapi kenapa kamu datang ke sini? Apa kamu tidak bekerja?" tanya Chandra."Aku meliburkan diri untuk hari ini karena aku ingin menjenguk mu."Tak akan Wilda pun melepaskan pegangan tangan Nadira dan menoleh ke arah Nadira."Apa bisa aku bicara berdua saja dengan Chandra?" tanya Wildan pada Nadira."T-tapi, Mas." Nadira yang takut
"Sekali lagi aku tanya padamu, Nadira! Apa kamu masih mencintai Chandra?" tanya Wildan dengan nada suara bergetar.Nadira hanya bisa tertunduk di hadapan Wildan. Tangannya gemetaran dan kedua matanya berkaca-kaca.Perlahan butiran kristal dari kedua mata Nadira jatuh membasahi pipinya. "Aku minta maaf mas jika aku sudah membuatmu marah tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku ini padamu.""Jadi maksud mu?" tanya Wildan cepat."Aku memang masih mencintai mas Wildan tapi aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk menjalin hubungan kembali dengan mas Wildan. Aku tahu ini sangat menyakiti dirimu tapi asal kamu tahu, aku tidak pernah berniat untuk kembali dengan mas Chandra."Nadira meraih tangan Wildan perlahan. Tampak tak ada perlawanan dari Wildan saat itu. Tangan kekar Wildan kini ada digenggaman Nadira. Perlahan Nadia mengangkat tangan Wildan dan menariknya hingga ke dalam dadanya."Aku pastikan bahwa aku tidak akan kembali pada mas Chandra, Mas. Tolong kamu percaya padaku. Ini sem
Di dalam kamarnya, Nadira terus memandangi hasil tes miliknya yang ternyata cocok untuk didonorkan pada Chandra."Bagaimana caranya aku membujuk mas Chandra agar mau menerima donor dariku, ya. Aku ingin mas Chandra segera sembuh," batin Nadira.Nadira sangat terkejut saat tiba-tiba Wildan memanggilnya dari luar kamarnya. Terdengar suara ketukan pintu kamarnya beberapa kali."Nadira, apa kamu sudah tidur?" tanya Wildan sembari mengetuk pintu kamar Nadira yang masih belum terbuka.Dengan cepat, Nadira pun bangkit dari duduknya dan segera menyembunyikan hasil tes yang sedari tadi ia pandangi.Rasa paniknya saat itu membuat Nadira tak bisa berpikir dengan jernih. Ia menindih surat hasil tesnya dengan menggunakan bantal dan berharap agar Wildan tak melihatnya.Setelah menutup aurat itu dengan banyak, Nadira pun kemudian menghampiri pintu dan membukanya perlahan.Terpampang dengan jelas wajah tampan Wildan yang saat itu masih sedikit basah seperti habis mandi. Rambutnya masih acak-acakan da
Keesokannya Nadira kembali ke rumah sakit untuk menemui Chandra. Kali ini Wilda menemaninya hingga masuk ke dalam dan bertemu dengan Hesti dan Roy."Nadira," ucap Hesti menyambut kedatangan Nadira dengan senyum di wajahnya."Bu, Mas. Ini aku bawakan kalian makanan, kalian makan dulu, ya. Pasti kalian belum makan, kan," ucap Nadira.Tiba-tiba Hesti memeluk erat tubuh Nadira hingga membuatnya sedikit bingung."Terima kasih, ya, Nadira. Kamu sangat baik pada kamu. Aku benar-benar merasa bersalah padamu karena sudah selalu berbuat jahat padamu, dulu," ucap Hesti.Perlahan Nadira pun mengusap pundak Hesti dengan sangat lembut. "Tidak apa-apa, Bu. Sudah ibu tidak usah pikirkan hal itu lagi, ya. Lebih baik sekarang ibu dan mas Roy makan supaya kalian tidak sakit," ucap Nadira.Hesti dan Roy pun tersenyum semringah pada Nadira namun tidak dengan Wildan yang hanya termenung menatap mereka dengan tatapan yang sedikit sendu."Sepertinya mereka berdua sudah akur. Apa ini adalah pertanda bahwa Nad
Wildan menatap kosong Nadira yang tengah mencoba baju pengantin yang telah mereka pesan sejak jauh-jauh hari.Kini Wildan merasakan sesuatu yang berbeda melihat ekspresi di wajah Nadira yang tampak tak begitu bersemangat."Nadira, apa benar dugaan ku selama ini bahwa kamu masih mencintai Chandra?" batin Wildan bertanya-tanya.Pertanyaan semacam itu terus saja bermain di kepalanya meski ia berkali-kali berusaha menghilangkannya tapi tetap tak bisa.Nadira yang tengah mencoba gaun pernikahannya pun tak sengaja melihat Wildan yang sedang melamun."Mas Wildan kenapa ya, kok dari tadi melamun terus?" tanya Nadia pada dirinya sendiri.Ia pun kemudian memberanikan dirinya untuk mendekati Wildan. Mas," ucap Nadira pelan.Wildan pun terperanjat mendengar suara Nadira saat itu. Ia langsung menoleh ke arah Nadira yang saat itu telah berdiri di hadapannya."Kamu kenapa kok dari tadi aku lihat melamun terus. Apa kamu sedang ada masalah? Atau kamu tidak enak badan?" tanya Nadira memegang lengan tang