Ketika pintu terdengar, Nadira yang sudah memakai make up segera membuka pintu, terlihat Wildan sangat bahagia ketika melihat wajah cantik Nadira yang sudah memakai make up tipis. Nadira merasa kikuk saat Wildan menatapnya lekat."Kenapa si Mas, liatin aku gitu?" tanya Nadira bingung. "Nadira, kamu cantik sekali," puji Wildan mengulas senyum. "Terima kasih Mas, tapi aku bingung mau pakai baju apa, yang gimana maksudnya," keluh Nadira bingung. "Nggak usah bingung Nadira, aku sudah mempersiapkan itu semua." jawab Wildan memberikan paper bag yang ia bawa. Nadira menatap paper bag itu tidak percaya, karena Wildan membawakan apa yang sejak tadi ia bingung kan. Nadira menerima hadiah itu dengan bahagia. "Makasih ya Mas, aku ganti baju dulu," ucap Nadira pamit. "Ya sayang, aku tunggu di sini ya." jawab Wildan mengulas senyum. Beberapa saat kemudian Nadira keluar dari kamar, memakai dress yang dibelikan oleh Wildan, pria itu seketika terpesona ketika menatap ke arah Nadira. Pakaian yan
Tring... Tring... Beberapa saat setelah mengirim pesan, nomor itu mengubungi Nadira lewat telpon. Nadira yang sebelumnya tidak menghiraukan pesan tersebut kini berubah, pandangannya terfokus kan pada nomor yang kini masih menelpon nya. Saat hendak di angkat, tiba-tiba telpon itu mati. Nadira kini benar-benar penasaran setelah nomor tak dikenal itu melakukan hal yang sama sampai beberapa kali. Hingga membuat Nadira gemas dan mengirimkan pesan padanya. [Ini siapa, kenapa malam-malam begini anda mengganggu saya dengan melakukan panggilan terus menerus seperti ini, saya ingin istirahat, jika tidak ada sesuatu yang penting lebih baik tidak perlu menghubungi saya] cetus Nadira kesal. Pria itu sekilas mengulas senyum, lalu memutuskan untuk benar-benar melakukan panggilan terhadap Nadira, kali ini ia ingin serius. Namun seketika panggilan itu ditolak oleh Nadira yang sudah terlanjur kesal, ia juga mematikan telpon itu agar istirahat nya malam ini tidak diganggu. Pagi harinya, Nadira bera
Ting... Tong... Sebuah bel berbunyi, setibanya di Indonesia, Chandra memutuskan untuk mencari penginapan di sebuah apartemen, setelah itu pergi ke rumah Nadira karena itu adalah tujuan pertamanya. Ia berpikir bahwa Nadira akan sangat senang sekali ketika melihat kedatangannya dengan keadaan yang sudah sempurna seperti dulu. Sementara Nadira yang merasa cukup terganggu dengan suara bel, memutuskan untuk meninggalkan aktifitas santainya terlebih dahulu hanya demi membuka sebuah pintu. Betapa terkejutnya wanita itu ketika melihat kedatangan Chandra malam-malam begini ke rumah nya. "Kamu, ngapain kamu ke sini, Mas?" tanya Nadira dengan nada biasa saja. "Nadira, kamu apa kabar? Aku datang ke sini karena aku merindukan mu," ucap Chandra memasang wajah cool. "Maaf Mas, aku harap kamu bersikap waras, kamu yang pergi ninggalin aku, kamu yang menceraikan aku, kamu yang melepas tanggung jawab terhadap aku, lalu sekarang kamu dateng dan mengatakan kalimat itu, itu benar-benar gila!" Nadira k
Chandra sudah tiba di sebuah toko bunga, rasanya ia masih belum puas meksipun Nadira menolak kehadirannya, kali ini Chandra benar-benar ingin mengusahakan lagi dengan cara membelikan bunga yang disukai oleh Nadira, sebagai pancingan untuk kembali mendekati wanita itu. "Mbak, saya minta bunga mawar nya ya," pinta Chandra pada penjaga toko itu. "Baik Mas, tunggu sebentar," ucapnya mengulas senyum, lalu segera mengambil beberapa tangkai bunga untuk ia bungkus dan di pita. Chandra pun menunggu sambil sesekali memainkan ponselnya, beberapa saat kemudian, tiba-tiba ia dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang ternyata adalah sang kakak ipar. "Loh, Chandra, kamu ternyata udah pulang?" Anita menatap bingung ke arah Chandra yang ternyata sudah kembali tanpa memberikannya kabar. Mendengar kalimat itu membuat Chandra kebingungan, ia tidak menyangka jika hari ini ia harus bertemu dengan kakak iparnya di tempat di mana ia tidak ingin menjelaskan pada siapapun, namun Anita tidak mungkin memb
Wildan menarik pergelangan tangan Chandra dengan kasar, lalu ia membawa masuk pria itu ke dalam mobil, sementara Wildan meninggalkan Nadira tanpa pesan apapun. Ia sudah terlanjur emosi sampai tidak sempat pamit padanya. Di pinggiran jalan yang lengang, Wildan menghentikan mobilnya dan segera meminta Chandra turun, karena tak bisa menghindar atau menolak akhirnya Chandra pun mengikuti permintaan Wildan. Bug! Sebuah bogeman mendarat bebas di pipi Chandra yang saat ini sudah berhadapan dengan Wildan, ia nampak dengan emosi melakukan pemukulan pada Chandra yang terang-terangan ingin mengganggu hubungannya. "Pak, cukup Pak, dengar kan saya dulu," pinta Chandra berusaha menahan pukulan demi pukulan yang diberikan oleh Wildan. "Chandra, kamu sudah keterlaluan, kamu ingkari janji kamu yang pernah kamu sepakati, kenapa kamu kelakuan ini padaku, ha!" caci Wildan penuh emosi. "Pak, dengarkan dulu, ini tidak seperti yang Bapak pikirkan, saya hanya rindu saja dengan Nadira, tidak ada maksud l
Dengan langkah kaki cepat, Roy berusaha mengejar Chandra yang sudah pergi meninggalkannya. Roy berusaha menemukan Chandra untuk membawanya pulang.Namun, meski napasnya sampai tersengal-sengal pun Roy tak dapat menemukan Chandra. Ia kehilangan jejak Chandra yang kini entah dimana."Ah sial! Pergi kemana si Chandra," umpat Roy merasa kesal. Kedua matanya menoleh kesana kemari mencari Chandra tapi tetap tak ada.Akhirnya Roy pun menyerah dan memilih kembali pulang untuk memberitahu Hesti dan juga Anita. Ia pun langsung menuju ke mobil dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.Tak sampai setengah jam, Roy akhirnya sampai di rumah. Tampak Anita yang tengah duduk di sofa sembari memainkan ponselnya, sesekali Anita tersenyum menatap ponselnya tanpa sadar.Anita bahkan tak menyadari kehadiran Roy yang sejak tadi telah memperhatikannya. Tanpa menaruh rasa curiga sedikitpun, Roy kembali melangkahkan kakinya mendekati Anita."Eh Mas, kamu kok ada di sini? Kenapa kamu pulang lagi, Mas?" ta
Wildan masih terus mendesak Nadira agar mau menikah dengannya dalam waktu dekat. Rasa takut akan kehilangan Nadira membuatnya begitu nekat."Aku hanya takut kehilangan kamu, Nadira. Aku takut kamu akan kembali lagi pada Chandra. Tolong pahamilah perasaan ku ini," pinta Wildan yang masih terus memohon agar Nadira mengiyakan permintaannya.Kebimbangan yang melanda hati Nadira membuatnya tak bisa langsung menjawab kalimat yang Wildan lontarkan."Aku memang kecewa pada Mas Chandra, tapi aku tidak bisa membohongi hati kecilku ini bahwa aku masih belum bisa sepenuhnya move on darinya," batin Nadira penuh kebimbangan.Saat Nadira tengah termenung dalam lamunannya yang tengah berkelana entah kemana, tiba-tiba Wildan menyadarkannya dari lamunannya saat itu.Tangannya mencoba meraih tangan Nadia yang berada di atas pangkuannya. Seketika Nadira membulatkan kedua matanya dan menoleh kepada Wildan.Kini Wildan berlutut di hadapan Nadira seakan tengah memohon agar Nadira menyetujui permintaannya kal
Wildan dan Nadira pun berjalan menuju dapur untuk memasak. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Wildan pun lantas meminta untuk dibuatkan makanan oleh Nadira."Nadira, kamu bisa masak soto nggak?" tanya Wildan.Nadira yang saat itu tengah berdiri di samping Wildan pun langsung mengangguk tanpa ragu. "Bisa, Mas. Kenapa memangnya?" tanya Nadira."Aku ingin makan soto buatan mu," bisik Wildan dengan manja di telinga Nadira.Sapuan hangat napas Wildan berhasil membuat buku kuduk Nadira terbangun dan berdiri dengan tegak. Nadira pun bergidik pelan sembari menundukkan kepalanya menghindari tatapan Wildan padanya."Kalau begitu aku akan buatkan untukmu, Mas," ucap Nadira."Baiklah, nanti kita makan berdua, ya." Wildan melempar senyum pada Nadira. Dengan malu-malu Nadira pun mengangguk, mengiyakan permintaan Wildan saat itu.Nadira pun membuka kulkas dan mencari semua bahan-bahan yang diperlukan. Satu-persatu bahan yang dia butuhkan dikeluarkan dari dalam kulkas.Tiba-tiba Nadira menoleh ke arah Wi