Chandra sudah tiba di sebuah toko bunga, rasanya ia masih belum puas meksipun Nadira menolak kehadirannya, kali ini Chandra benar-benar ingin mengusahakan lagi dengan cara membelikan bunga yang disukai oleh Nadira, sebagai pancingan untuk kembali mendekati wanita itu. "Mbak, saya minta bunga mawar nya ya," pinta Chandra pada penjaga toko itu. "Baik Mas, tunggu sebentar," ucapnya mengulas senyum, lalu segera mengambil beberapa tangkai bunga untuk ia bungkus dan di pita. Chandra pun menunggu sambil sesekali memainkan ponselnya, beberapa saat kemudian, tiba-tiba ia dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang ternyata adalah sang kakak ipar. "Loh, Chandra, kamu ternyata udah pulang?" Anita menatap bingung ke arah Chandra yang ternyata sudah kembali tanpa memberikannya kabar. Mendengar kalimat itu membuat Chandra kebingungan, ia tidak menyangka jika hari ini ia harus bertemu dengan kakak iparnya di tempat di mana ia tidak ingin menjelaskan pada siapapun, namun Anita tidak mungkin memb
Wildan menarik pergelangan tangan Chandra dengan kasar, lalu ia membawa masuk pria itu ke dalam mobil, sementara Wildan meninggalkan Nadira tanpa pesan apapun. Ia sudah terlanjur emosi sampai tidak sempat pamit padanya. Di pinggiran jalan yang lengang, Wildan menghentikan mobilnya dan segera meminta Chandra turun, karena tak bisa menghindar atau menolak akhirnya Chandra pun mengikuti permintaan Wildan. Bug! Sebuah bogeman mendarat bebas di pipi Chandra yang saat ini sudah berhadapan dengan Wildan, ia nampak dengan emosi melakukan pemukulan pada Chandra yang terang-terangan ingin mengganggu hubungannya. "Pak, cukup Pak, dengar kan saya dulu," pinta Chandra berusaha menahan pukulan demi pukulan yang diberikan oleh Wildan. "Chandra, kamu sudah keterlaluan, kamu ingkari janji kamu yang pernah kamu sepakati, kenapa kamu kelakuan ini padaku, ha!" caci Wildan penuh emosi. "Pak, dengarkan dulu, ini tidak seperti yang Bapak pikirkan, saya hanya rindu saja dengan Nadira, tidak ada maksud l
Dengan langkah kaki cepat, Roy berusaha mengejar Chandra yang sudah pergi meninggalkannya. Roy berusaha menemukan Chandra untuk membawanya pulang.Namun, meski napasnya sampai tersengal-sengal pun Roy tak dapat menemukan Chandra. Ia kehilangan jejak Chandra yang kini entah dimana."Ah sial! Pergi kemana si Chandra," umpat Roy merasa kesal. Kedua matanya menoleh kesana kemari mencari Chandra tapi tetap tak ada.Akhirnya Roy pun menyerah dan memilih kembali pulang untuk memberitahu Hesti dan juga Anita. Ia pun langsung menuju ke mobil dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.Tak sampai setengah jam, Roy akhirnya sampai di rumah. Tampak Anita yang tengah duduk di sofa sembari memainkan ponselnya, sesekali Anita tersenyum menatap ponselnya tanpa sadar.Anita bahkan tak menyadari kehadiran Roy yang sejak tadi telah memperhatikannya. Tanpa menaruh rasa curiga sedikitpun, Roy kembali melangkahkan kakinya mendekati Anita."Eh Mas, kamu kok ada di sini? Kenapa kamu pulang lagi, Mas?" ta
Wildan masih terus mendesak Nadira agar mau menikah dengannya dalam waktu dekat. Rasa takut akan kehilangan Nadira membuatnya begitu nekat."Aku hanya takut kehilangan kamu, Nadira. Aku takut kamu akan kembali lagi pada Chandra. Tolong pahamilah perasaan ku ini," pinta Wildan yang masih terus memohon agar Nadira mengiyakan permintaannya.Kebimbangan yang melanda hati Nadira membuatnya tak bisa langsung menjawab kalimat yang Wildan lontarkan."Aku memang kecewa pada Mas Chandra, tapi aku tidak bisa membohongi hati kecilku ini bahwa aku masih belum bisa sepenuhnya move on darinya," batin Nadira penuh kebimbangan.Saat Nadira tengah termenung dalam lamunannya yang tengah berkelana entah kemana, tiba-tiba Wildan menyadarkannya dari lamunannya saat itu.Tangannya mencoba meraih tangan Nadia yang berada di atas pangkuannya. Seketika Nadira membulatkan kedua matanya dan menoleh kepada Wildan.Kini Wildan berlutut di hadapan Nadira seakan tengah memohon agar Nadira menyetujui permintaannya kal
Wildan dan Nadira pun berjalan menuju dapur untuk memasak. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Wildan pun lantas meminta untuk dibuatkan makanan oleh Nadira."Nadira, kamu bisa masak soto nggak?" tanya Wildan.Nadira yang saat itu tengah berdiri di samping Wildan pun langsung mengangguk tanpa ragu. "Bisa, Mas. Kenapa memangnya?" tanya Nadira."Aku ingin makan soto buatan mu," bisik Wildan dengan manja di telinga Nadira.Sapuan hangat napas Wildan berhasil membuat buku kuduk Nadira terbangun dan berdiri dengan tegak. Nadira pun bergidik pelan sembari menundukkan kepalanya menghindari tatapan Wildan padanya."Kalau begitu aku akan buatkan untukmu, Mas," ucap Nadira."Baiklah, nanti kita makan berdua, ya." Wildan melempar senyum pada Nadira. Dengan malu-malu Nadira pun mengangguk, mengiyakan permintaan Wildan saat itu.Nadira pun membuka kulkas dan mencari semua bahan-bahan yang diperlukan. Satu-persatu bahan yang dia butuhkan dikeluarkan dari dalam kulkas.Tiba-tiba Nadira menoleh ke arah Wi
Dengan kekesalan yang masih membuncah, Hesti melempar tas miliknya ke atas sofa setelah mereka kembali dari pasar."Kurang ajar mereka. Bisa-bisanya laki-laki itu lebih memilih perempuan itu dan tidak mendengarkan aku. Aku yakin suatu saat dia pasti akan menyesal karena sudah memilih wanita itu," umpat Hesti yang saat itu masih diselimuti amarah.Sementara Anita yang berada di dekat Hesti berusaha menenangkannya tapi Hesti tetap saja marah-marah saat mengingat Nadira dan Wildan yang ia temui di pasar tadi."Sudahlah, Bu Jangan marah-marah lagi nanti darah tinggi ibu bisa kambuh." Anita mencoba menenangkan Hesti."Gimana nggak marah. Muka mereka itu loh yang nyolot bikin Mama emosi." Hesti menghembuskan keras napasnya sembari duduk di atas sofa miliknya."Jadi kita nggak jadi masak nih, Bu?" tanya Anita yang saat itu menyadari bahwa mereka tak jadi membeli apapun di pasar karena Hesti yang tiba-tiba ngotot ingin segera pulang untuk menenangkan dirinya yang sudah telanjur emosi."Kamu
Di dalam kamar tampak Roy dan Anita yang tengah duduk di pinggiran ranjang dengan kedua mata yang saling tatap satu sama lain."Aku nggak habis pikir, Mas, sama ibu. Kenapa ibu sampai sebegitu bencinya sama Nadira padahal Nadira kan wanita yang baik. Sekarang ibu malah mau menjodohkan Chandra dengan wanita yang kita sendiri nggak kenal. Aku yakin Chandra nggak akan mau dijodohkan," ucap Anita."Iya kamu benar juga, Sayang. Aku juga berpikir begitu. Mama mungkin seorang Chandra mau dijodohkan dengan wanita lain sementara dia masih sangat mencintai Nadira.""Aku juga berpikir begitu mas." Tiba-tiba Anita mengambil kesempatan saat Roy yang saat itu tengah melamun di depannya. Anita sedikit iseng menaikkan kakinya ke atas paha Roy yang masih termenung di depannya."Kamu tahu nggak, pas aku ketemu sama Chandra waktu itu. Dia sedang berkelahi dengan Wildan dan kamu tahu itu karena apa? Itu karena Chandra dan Wildan tengah memperebutkan Nadira," ucap Roy lagi.Tanpa sadar ia meremas pelan ka
Sesampainya di rumah, Nadira langsung mengambil barang-barang yang ia perlukan. Ia memasukkan beberapa baju ke dalam sebuah tas lalu keluar lagi dari rumah.Tak lupa Nadira kembali mengunci pintu rumah yang akan kembali ia tinggalkan. Setelah mengunci pintu, Nadira kemudian membuka ponselnya untuk memesan taksi online.Cukup lama Nadira menunggu taksi online-nya datang sampai akhirnya Nadira pun duduk di kursi teras sembari menunggu.Nadira pun membuka ponselnya dan tak sengaja ia menemukan foto kenangan saat ia masih bersama dengan Chandra. Tanpa sadar matanya langsung berkaca-kaca."Aku nggak nyangka kamu melakukan ini padaku, Mas. Kamu lebih memilih uang daripada aku, perempuan yang sangat mencintaimu," ucap Nadira lirih. Tangannya mengusap foto di ponselnya saat itu.Dengan sekuat tenaga Nadira mencoba menahan air matanya agar tak jatuh. Menurutnya tak pantas pria seperti Chandra ia tangisi.Tak lama Nadira mendapatkan pesan bahwa taksi online pesanannya telah datang dan sudah men