Wildan dan Nadira pun berjalan menuju dapur untuk memasak. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Wildan pun lantas meminta untuk dibuatkan makanan oleh Nadira."Nadira, kamu bisa masak soto nggak?" tanya Wildan.Nadira yang saat itu tengah berdiri di samping Wildan pun langsung mengangguk tanpa ragu. "Bisa, Mas. Kenapa memangnya?" tanya Nadira."Aku ingin makan soto buatan mu," bisik Wildan dengan manja di telinga Nadira.Sapuan hangat napas Wildan berhasil membuat buku kuduk Nadira terbangun dan berdiri dengan tegak. Nadira pun bergidik pelan sembari menundukkan kepalanya menghindari tatapan Wildan padanya."Kalau begitu aku akan buatkan untukmu, Mas," ucap Nadira."Baiklah, nanti kita makan berdua, ya." Wildan melempar senyum pada Nadira. Dengan malu-malu Nadira pun mengangguk, mengiyakan permintaan Wildan saat itu.Nadira pun membuka kulkas dan mencari semua bahan-bahan yang diperlukan. Satu-persatu bahan yang dia butuhkan dikeluarkan dari dalam kulkas.Tiba-tiba Nadira menoleh ke arah Wi
Dengan kekesalan yang masih membuncah, Hesti melempar tas miliknya ke atas sofa setelah mereka kembali dari pasar."Kurang ajar mereka. Bisa-bisanya laki-laki itu lebih memilih perempuan itu dan tidak mendengarkan aku. Aku yakin suatu saat dia pasti akan menyesal karena sudah memilih wanita itu," umpat Hesti yang saat itu masih diselimuti amarah.Sementara Anita yang berada di dekat Hesti berusaha menenangkannya tapi Hesti tetap saja marah-marah saat mengingat Nadira dan Wildan yang ia temui di pasar tadi."Sudahlah, Bu Jangan marah-marah lagi nanti darah tinggi ibu bisa kambuh." Anita mencoba menenangkan Hesti."Gimana nggak marah. Muka mereka itu loh yang nyolot bikin Mama emosi." Hesti menghembuskan keras napasnya sembari duduk di atas sofa miliknya."Jadi kita nggak jadi masak nih, Bu?" tanya Anita yang saat itu menyadari bahwa mereka tak jadi membeli apapun di pasar karena Hesti yang tiba-tiba ngotot ingin segera pulang untuk menenangkan dirinya yang sudah telanjur emosi."Kamu
Di dalam kamar tampak Roy dan Anita yang tengah duduk di pinggiran ranjang dengan kedua mata yang saling tatap satu sama lain."Aku nggak habis pikir, Mas, sama ibu. Kenapa ibu sampai sebegitu bencinya sama Nadira padahal Nadira kan wanita yang baik. Sekarang ibu malah mau menjodohkan Chandra dengan wanita yang kita sendiri nggak kenal. Aku yakin Chandra nggak akan mau dijodohkan," ucap Anita."Iya kamu benar juga, Sayang. Aku juga berpikir begitu. Mama mungkin seorang Chandra mau dijodohkan dengan wanita lain sementara dia masih sangat mencintai Nadira.""Aku juga berpikir begitu mas." Tiba-tiba Anita mengambil kesempatan saat Roy yang saat itu tengah melamun di depannya. Anita sedikit iseng menaikkan kakinya ke atas paha Roy yang masih termenung di depannya."Kamu tahu nggak, pas aku ketemu sama Chandra waktu itu. Dia sedang berkelahi dengan Wildan dan kamu tahu itu karena apa? Itu karena Chandra dan Wildan tengah memperebutkan Nadira," ucap Roy lagi.Tanpa sadar ia meremas pelan ka
Sesampainya di rumah, Nadira langsung mengambil barang-barang yang ia perlukan. Ia memasukkan beberapa baju ke dalam sebuah tas lalu keluar lagi dari rumah.Tak lupa Nadira kembali mengunci pintu rumah yang akan kembali ia tinggalkan. Setelah mengunci pintu, Nadira kemudian membuka ponselnya untuk memesan taksi online.Cukup lama Nadira menunggu taksi online-nya datang sampai akhirnya Nadira pun duduk di kursi teras sembari menunggu.Nadira pun membuka ponselnya dan tak sengaja ia menemukan foto kenangan saat ia masih bersama dengan Chandra. Tanpa sadar matanya langsung berkaca-kaca."Aku nggak nyangka kamu melakukan ini padaku, Mas. Kamu lebih memilih uang daripada aku, perempuan yang sangat mencintaimu," ucap Nadira lirih. Tangannya mengusap foto di ponselnya saat itu.Dengan sekuat tenaga Nadira mencoba menahan air matanya agar tak jatuh. Menurutnya tak pantas pria seperti Chandra ia tangisi.Tak lama Nadira mendapatkan pesan bahwa taksi online pesanannya telah datang dan sudah men
Chandra terpaku di tempatnya setelah mendengar perkataan dari Nadira meski Nadira kini telah berlalu meninggalkannya. Ia sangat terpukul dengan perkataan Nadira yang mengatakan bahwa ia akan menikah dengan Wildan."Ini semua salahku. Andai aku tidak melepas mu demi uang, mungkin ini semua tidak akan terjadi padaku. Aku tidak akan kehilangan dirimu," ucap Chandra yang terus menyalahkan dirinya.Berkali-kali Chandra menyalahkan dirinya atas segala yang terjadi, tapi semua tak akan mengubah kenyataan bahwa sekarang Nadira bukan miliknya lagi."Aaaaaaaa!" Chandra berteriak kuat melepaskan seluruh kemarahannya saat itu.Bukan marah karena orang lain, tapi marah pada dirinya sendiri yang sudah bertindak sangat bodoh.Chandra berteriak keras di pinggir jalan yang sedikit lengang. Tapi tak disangka dari kejauhan tampak seseorang yang tengah menatap ke arahnya.Sosok itu pun kini berjalan mendekati Chandra yang tengah berlutut di pinggir jalan sembari sesekali menjambak rambut sebagai pelampia
Akhirnya Chandra pun sampai juga di depan rumah Hesti yang saat itu tampak sangat sepi. Chandra menatap sudut demi sudut rumah yang sudah lama ia tinggalkan.Terasa kenangan yang masih belum bisa ia hilangkan dari ingatannya begitu ia memasuki rumah Hesti. Kenangannya bersama dengan Nadira yang juga turut hadir di dalam bayangannya."Sampai saat ini aku masih tak percaya bahwa aku telah kehilangan wanita yang aku cintai dan juga mencintaiku," batin Chandra yang lagi-lagi merutuki dirinya.Tiba-tiba Roy datang mengagetkannya. Ia memukul pundak Chandra pelan hingga membuat bayangan di kepalanya seketika itu juga buyar."Akhirnya kamu tiba juga. Selamat datang lagi di rumah ini," ucap Roy menyambut kedatangan Chandra dengan senyuman."Asal kamu tahu, aku kembali untuk ibu bukan untuk dirimu," celetuk Chandra mencoba bercanda."Hahaha iya aku tahu. Lagipula mana mungkin kamu akan merindukan aku. Iya kan?" ucap Roy sembari tertawa dan merangkul pundak Chandra."Oh iya dimana ibu? Kenapa ru
Tiba-tiba Wildan merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah terang. Ia lalu membuka kotak itu dan terlihatlah cincin yang sangat cantik."Nadira, aku ingin melamar mu untuk memastikan bahwa kita sungguh-sungguh akan melanjutkan hubungan kita ini ke jenjang yang lebih serius," ucap Wildan sembari berlutut di hadapan Nadira yang saat itu tengah duduk di kursi.Melihat Wildan yang berlutut di depannya sembari menunjukkan cincin membuat Nadira sedikit kaget. Ia sangat tak menyangka jika pria yang ada di depannya sangat ini terus berusaha membuktikan ketulusan cintanya."T-tapi mas, kamu tidak perlu seperti ini. Bukankah kita memang berniat serius untuk menikah."Dengan cepat kedua tangan Nadira menangkap kedua bahu Wildan dan membawanya untuk kembali berdiri."Aku tahu kita memang berniat serius tapi aku ingin lebih meyakinkan semuanya bahwa hubungan ini bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Jika kamu menerima lamaran ku ini maka aku akan sangat senang se
Roy terus melakukan mobilnya di sepanjang jalan untuk mencari Anita. Beberapa kali ia pun mencoba menghubungi Anita tapi tak diangkat.Di tengah pikirnya yang sedang kacau, ia terpaksa harus menghentikan mobilnya begitu lampu merah pun terlihat. Tampak kendaraan yang lain pun ikut berhenti memenuhi jalanan yang sedang cukup padat.Roy mencoba menoleh ke kanan-kiri untuk menenangkan pikirannya, tapi tak sengaja tatapannya terhenti pada sosok wanita yang sangat mirip dengan Anita.Namun, ia segera menepis pikiran itu karena sosok wanita yang dilihatnya tengah berjalan dengan seorang pria dan anak kecil yang tangannya digandeng dengan sangat erat."Ah nggak mungkin itu Anita. Mana mungkin itu dia, kan," ucap Roy mencoba meyakinkan dirinya sendiri yang sempat mengira bahwa wanita itu adalah Anita.Dari segi postur tubuh dan baju yang dikenakan tampak tak asing di mata Roy tapi ia mencoba menepis pikiran itu dan memilih untuk melupakannya.***Malam harinya, Roy sedang duduk di sofa ruang