Akhirnya Chandra pun sampai juga di depan rumah Hesti yang saat itu tampak sangat sepi. Chandra menatap sudut demi sudut rumah yang sudah lama ia tinggalkan.Terasa kenangan yang masih belum bisa ia hilangkan dari ingatannya begitu ia memasuki rumah Hesti. Kenangannya bersama dengan Nadira yang juga turut hadir di dalam bayangannya."Sampai saat ini aku masih tak percaya bahwa aku telah kehilangan wanita yang aku cintai dan juga mencintaiku," batin Chandra yang lagi-lagi merutuki dirinya.Tiba-tiba Roy datang mengagetkannya. Ia memukul pundak Chandra pelan hingga membuat bayangan di kepalanya seketika itu juga buyar."Akhirnya kamu tiba juga. Selamat datang lagi di rumah ini," ucap Roy menyambut kedatangan Chandra dengan senyuman."Asal kamu tahu, aku kembali untuk ibu bukan untuk dirimu," celetuk Chandra mencoba bercanda."Hahaha iya aku tahu. Lagipula mana mungkin kamu akan merindukan aku. Iya kan?" ucap Roy sembari tertawa dan merangkul pundak Chandra."Oh iya dimana ibu? Kenapa ru
Tiba-tiba Wildan merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah terang. Ia lalu membuka kotak itu dan terlihatlah cincin yang sangat cantik."Nadira, aku ingin melamar mu untuk memastikan bahwa kita sungguh-sungguh akan melanjutkan hubungan kita ini ke jenjang yang lebih serius," ucap Wildan sembari berlutut di hadapan Nadira yang saat itu tengah duduk di kursi.Melihat Wildan yang berlutut di depannya sembari menunjukkan cincin membuat Nadira sedikit kaget. Ia sangat tak menyangka jika pria yang ada di depannya sangat ini terus berusaha membuktikan ketulusan cintanya."T-tapi mas, kamu tidak perlu seperti ini. Bukankah kita memang berniat serius untuk menikah."Dengan cepat kedua tangan Nadira menangkap kedua bahu Wildan dan membawanya untuk kembali berdiri."Aku tahu kita memang berniat serius tapi aku ingin lebih meyakinkan semuanya bahwa hubungan ini bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Jika kamu menerima lamaran ku ini maka aku akan sangat senang se
Roy terus melakukan mobilnya di sepanjang jalan untuk mencari Anita. Beberapa kali ia pun mencoba menghubungi Anita tapi tak diangkat.Di tengah pikirnya yang sedang kacau, ia terpaksa harus menghentikan mobilnya begitu lampu merah pun terlihat. Tampak kendaraan yang lain pun ikut berhenti memenuhi jalanan yang sedang cukup padat.Roy mencoba menoleh ke kanan-kiri untuk menenangkan pikirannya, tapi tak sengaja tatapannya terhenti pada sosok wanita yang sangat mirip dengan Anita.Namun, ia segera menepis pikiran itu karena sosok wanita yang dilihatnya tengah berjalan dengan seorang pria dan anak kecil yang tangannya digandeng dengan sangat erat."Ah nggak mungkin itu Anita. Mana mungkin itu dia, kan," ucap Roy mencoba meyakinkan dirinya sendiri yang sempat mengira bahwa wanita itu adalah Anita.Dari segi postur tubuh dan baju yang dikenakan tampak tak asing di mata Roy tapi ia mencoba menepis pikiran itu dan memilih untuk melupakannya.***Malam harinya, Roy sedang duduk di sofa ruang
Hari itu Chandra mencoba mencari Nadira kesana kemari. Ia telah mendatangi rumah Nadira tapi tak berhasil menemukannya."Kamu kemana sih, Nadira?" tanya Chandra pada dirinya sendiri.Ia terus mencari Nadira ke tempat-tempat yang mungkin ia datangi, tapi tetap saja hasilnya nihil. Chandra pun menyerah dan memilih untuk pulang meski usahanya untuk menemui Nadira harus gagal."Apa dia pindah, ya," batin Chandra bertanya-tanya.Tatapannya kosong menatap ke arah depan. Chandra yang saat itu tengah duduk di dalam mobil pun hanya bisa memandangi kendaraan yang saat itu berlalu-lalang melewatinya."Lebih baik aku sekarang pulang. Ibu pastikan sudah menungguku," ucap Wildan yang kemudian akan menjalankan mobilnya, namun niat itu segera diurungkannya.Tatapan mata Chandra kini terpusat pada Nadira dan Wildan yang tengah turun dari sebuah mobil merah dan sedang berjalan ke arah butik."Itu kan Nadira, kenapa dia dan Wildan ke butik. Apa jangan-jangan ...." Chandra mulai menerka-nerka di dalam ha
Dengan rasa kecewa yang teramat dalam, Chandra perlahan melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Nadira, wanita yang menyuruhnya untuk pergi.Langkah kakinya sedikit terhuyung, tapi Chandra tetap memaksanya untuk menjauhi Nadira. Ia sengaja berjalan dengan mengambil jalur lain untuk keluar sehingga tak berpapasan dengan Wildan yang saat itu telah kembali masuk ke dalam butik."Maaf ya, aku lama, ya," ucap Wildan bertanya pada Nadira.Kalimat itu masih sangat jelas terdengar di telinga Chandra yang semakin jauh dari Nadira.***Chandra kembali pulang ke rumah. Wajahnya tampak sayu dan juga lesu bahkan tatapan matanya kosong sampai-sampai tak melihat Hesti yang saat itu tengah ada di ruang tamu."Chandra, kamu sudah pulang?" tanya Hesti pada Chandra membuatnya menghentikan langkah kakinya dan menoleh sekilas."Iya, Bu," jawab Chandra malas.Sebenarnya tampak di mata Chandra sosok wanita yang tengah duduk di samping Hesti tapi sayangnya Chandra sedang sangat malas untuk menanyakannya atau
Pagi itu sebenarnya Roy tidak berangkat kerja. Diam-diam ia mengintai setiap apapun yang Anita lakukan di hari itu."Aku harus tahu apa yang sebenarnya Anita sembunyikan, dariku," batin Roy dengan penuh keyakinan.Kedua mata Roy menatap siaga ke arah Anita dari kejauhan. Terlihat Anita yang mulai keluar dari rumah saat menjelang siang. Lagi-lagi Anita keluar dengan penampilan yang lumayan tapi membuat Roy merasa penasaran akan tujuan Anita saat itu.Anita yang masih tidak tahu bahwa dirinya tengah diintai oleh Roy, terus melangkahkan kakinya dengan percaya diri. Sesekali tangannya membenahi rambutnya yang sedikit berantakan karena tertiup angin.Dengan memakai high heels, Anita berjalan sangat anggun menghampiri taksi miliknya yang sudah menunggunya di pinggir jalan. Tak lama setelah Anita masuk, taksi pun mulai berjalan dan Roy segera membuntutinya dari belakang.Pandangan mata Roy terus tertuju ke arah taksi yang Anita naiki di depannya. "Aku nggak boleh kehilangan jejaknya," ucap R
Hari-hari terus berlalu dan Chandra masih terus menuruti keinginan Hesti untuk dekat dengan Rani. Keduanya menjadi semakin dekat dan sering jalan bersama.Siang ini Chandra tengah menemani Rani berbelanja di sebuah mall. Keduanya bergandengan begitu sangat mesra sembari sesekali tertawa bersama.Tiba-tiba langkah kaki Chandra terhenti saat dari kejauhan ia melihat Nadira dan Wildan yang juga tengah berbelanja di tempat yang sama."Kita ke tempat lain saja, ya." Chandra langsung menarik tangan Rani untuk meninggalkan tempat itu tapi Rani menahannya."Nggak mau, Mas. Kenapa kita harus pergi dari sini. Apa karena dia," ucap Rani menunjuk ke arah Nadira.Rupanya Rani pun sejak tadi sudah melihat keberadaan Nadira dan Wildan yang tengah berada di tempat yang sama dengannya."Emmm e-nggak kok. Bukan karena mereka." Chandra beralasan. Ia masih terus menarik tangan Rani untuk segera pergi meninggalkan tempat itu sebelum Nadira dan Wildan melihat mereka tapi Rani bersikeras menolak."Kalau buk
"Maksud kamu tuh apa sih, Rani? Kenapa kamu pake bilang segala ke mereka kalo kamu itu calon istriku," umpat Chandra memaki Rani.Nada suaranya meninggi dan matanya memerah menunjukkan kemarahannya saat itu."Loh tapi apa yang aku katakan itu memang benar, kan, Mas? Kenapa kamu marah-marah begini sih." Rani kemudian cemberut pada Chandra yang memaki-maki dirinya setelah meninggalkan Nadira dan juga Wildan."Tapi kamu tahu kan kalau itu nggak penting. Nggak ada gunanya kamu memberitahu mereka kalau kamu itu calon istriku," sergah Chandra lagi."Aku melakukan itu agar Nadira tahu bahwa kamu adalah milikku dan dia jangan berani untuk menggoda mu.""Nadira bukan perempuan seperti itu. Dia tidak pernah menggodaku ataupun menggoda pria lain," ucap Chandra membela Nadira."Itu kan kata kamu, kenyataannya dia itu kan adalah penggoda. Ibu kamu sendiri kok yang bilang sama aku kalau Nadira itu perempuan nggak bener. Dia itu genit sama laki-laki dan suka cari perhatian makanya aku sengaja bilang