Home / Pernikahan / Surat Cerai Dari Ibu Mertua / Part 3, Syarat Yang Diajukan

Share

Part 3, Syarat Yang Diajukan

"Nadira, sini!"

Anita memanggil Nadira dengan suara lantang, wanita yang baru sehari tinggal bersama ibu mertua dan kakak iparnya itu segera menghampiri.

"Ada apa Mbak?" tanya Nadira setelah berhadapan dengan Anita.

"Ini catatan dan tugas kamu selaku adik ipar di sini, setelah menikah dengan putra dari ibu Hesti, kita diwajibkan untuk membersihkan rumah ini, ibu tidak pernah memelihara pembantu, jadi semua pekerjaan rumah, kita bagi tugas," Anita memberikan penjelasan seraya memberikan catatan di sebuah kertas.

"Jadi kita yang harus membersihkan semua ruangan di rumah ini, Mbak? Tapi Mbak, aku ada kerjaan di luar rumah, pekerjaan di kantor bersama mas Chandra," ucap Nadira keberatan.

"Nadira, tugas seorang istri itu ada di dalam rumah, jadi kamu tidak perlu bekerja bersama Chandra, biarkan Chandra bekerja keras untuk membiayai kebutuhan kita sebagai istri, jadi aku harap kamu tidak protes! Sejak aku menikah dengan mas Roy, salon kecantikan ku saja aku serahkan pada ibu mertua, jadi tidak ada alasan untuk mu menolak tugas dari ibu." tukas Anita lantang.

Anita pergi berlalu meninggalkan Nadira begitu saja, Nadira fokus dengan sederet catatan yang ada di genggaman tangannya, sebuah pekerjaan rumah tangga yang harus ia kerjakan mulai besok, sementara besok adalah hari pertama Nadira masuk di salah satu perusahaan ternama setelah ia lulus kuliah di luar negeri.

Nadira kembali ke kamar dengan perasaan tak karuan, ia merasa sangat sayang jika ia harus meninggalkan pekerjaan yang ia impikan selama ini, yaitu menjadi seorang sekertaris. Karena Chandra hanya menduduki jabatan sebagai karyawan biasa, untuk itulah tekad Nadira bulat jika setelah menikah, ia akan bekerja dan membantu perekonomian suaminya.

"Ada apa sayang?"

Chandra masuk tanpa disadari oleh Nadira, dan Nadira pun tidak memberikan jawaban apa-apa. Ia hanya menyodorkan sebuah kertas berisikan catatan panjang dari kakak iparnya itu.

"Apa ini?"

"Kamu baca saja Mas."

Chandra pun fokus pada kertas yang diberikan oleh Nadira. Dan saat ia selesai membaca, tatapan Chandra pun fokus pada istrinya.

"Yang memberikan ini siapa sayang?" tanya Chandra menyerahkan kembali surat itu.

"Mbak Anita Mas. Mas, bagaimana dengan pekerjaan ku kalau aku nggak bisa kerja, bagaimana dengan mimpi kita yang sudah kita susun, bukannya kita punya keinginan untuk memiliki tempat tinggal sendiri dan penghasilan yang mencukupi," lirih Nadira terlihat sedih.

"Kita coba bicarakan dulu soal ini sama ibu ya, aku akan bantu kamu sayang," ucap Chandra menyentuh pundak Nadira, seraya berusaha menenangkannya.

"Ya Mas, aku percaya kalau kamu bisa bantu aku, aku sangat ingin mengejar cita-citaku, setidaknya dengan mengambil kesempatan ini, masa depan kita sudah keliatan, bukan aku mau merendahkan pendapatan kamu, tapi kalau kita bekerja sama dari awal, maka nikmat hasilnya akan lebih terasa nanti setelah kita punya anak." jelas Nadira panjang lebar.

Nadira sangat berharap sekali jika suaminya itu dapat membantu melancarkan niat dan keinginannya, Chandra pun sangat mengerti dan ia akan berusaha membicarakan masalah itu pada ibunya.

Setelah makan malam selesai, bu Hesti terbiasa menyiapkan cuci mulut berupa buah yang sudah dipotong-potong, dengan senyuman bahagia ia menyajikan pada kedua putranya yang sudah menggandeng istri masing-masing.

"Ini cuci mulutnya, makan ya, ini untuk kamu Chandra," bu Hesti mengambil satu potong buah mangga, lalu ia hendak menyuapi putra kesayangannya itu.

"Bu, aku sudah dewasa, aku bisa makan sendiri," tolak Chandra menahan garpu yang sudah ada potongan buahnya untuk tidak masuk ke dalam mulutnya.

"Ya ampun, tinggal ak aja kok sudah banget si, Chandra. Memang di mata orang kamu itu sudah dewasa, tapi di mata Ibu kamu tetap lah anak kecil!" sungut bu Hesti memaksa Chandra untuk menyantap potongan mangga pemberiannya.

Tidak ada pilihan, Chandra pun membuka mulut dan mengunyah makanan itu. Nadira hanya menatapi suaminya dari samping, saat bu Hesti memperlakukan Chandra dengan sangat manja. Sementara Roy dan Anita hanya menyunggingkan senyum lucu menonton tingkah ibu terhadap adiknya.

Selang beberapa saat, akhirnya Chandra menolak karena perutnya sudah sangat kenyang, kini tiba saat di mana ia harus mengatakan sesuatu pada ibu, kakak ipar dan kakaknya itu terkait pekerjaan yang telah diberikan pada Nadira.

"Sebenarnya aku mau ngomong serius sama Ibu, Mbak Anita, dan juga Kak Roy, terkait buku catatan pekerjaan rumah tangga yang Mbak Anita berikan pada Nadira. Begini, Nadira ini sudah setuju jika ia akan bekerja di salah satu perusahaan dengan jabatan sebagai sekretaris, jadi aku rasa Nadira tidak bisa bekerja di dalam rumah seperti halnya dengan Mbak Anita," ucap Chandra.

"Apa maksud kamu Chandra? Apa kamu mau setelah kamu menikah tugas seorang Nadira Ibu yang melakukannya? Itu jahat sekali Chandra, harusnya Nadira tahu posisinya setelah menikah, yaitu menjadi seorang istri yang mengurus kamu!" marah bu Hesti tidak terima.

"Bu, kalau soal keperluan ku dan mas Chandra, seperti baju kotor atau kamar kami, mungkin Ibu tidak perlu mengurusnya, kami akan mencucinya di loundry, agar tidak menambah beban, dan untuk kamar kami, aku akan membersihkan dulu sebelum berangkat bekerja," seru Nadira mencari solusi.

"Tidak bisa seperti itu! Mencuci di loundry itu mahal, sementara kita harus menghemat karena keluarga kita bertambah satu lagi. Nadira, jika kamu mau mencari solusi, tolong yang masuk akal dong!" sinis bu Hesti menimpali.

"Bu, sementara saja seperti ini dulu, sebelum kami benar-benar memiliki tempat tinggal dan aku pindah dari sini." jelas Chandra.

Tatapan mata bu Hesti pun melotot tajam ke arah Chandra, ketika ia mendengar jawaban yang mengejutkan dari putra kesayangannya itu.

"Apa! Pindah dari rumah ini? Jadi kamu berniat mau meninggalkan Ibu? Setelah kamu menikahi wanita itu?" bu Hesti bangkit dari tempat duduknya, suaranya begitu keras dan wajahnya merah menahan kemarahan.

Chandra dan Roy saling tatap satu sama lain, sebelum akhirnya Chandra meminta bu Hesti untuk kembali duduk, menenangkannya agar sang ibu tidak marah lagi. Chandra pun meminta bu Hesti memberikan syarat, agar Nadira mendapatkan izin bekerja bersamanya. Dan saat itu juga bu Hesti memberikan syarat yang sebenarnya sama-sama berat.

"Bu, berikan syarat pada Nadira, agar dia bisa bekerja bersamaku di kantor, kami akan mempertimbangkan syarat dari Ibu," lirih Chandra mencoba merayu bu Hesti.

"Baik, kalau memang istrimu itu tetap memaksa untuk bekerja, Ibu akan memberikan syarat, kalian tidak boleh pergi atau pindah dari rumah ini," dengan lantang bu Hesti memberikan jawaban.

Nadira menelan saliva, entah mengapa ia harus berhadapan dengan ibu mertua yang ternyata sangat sulit diajak berkomunikasi dengan baik, bahkan bu Hesti sama sekali tidak menurunkan nada suara ketika Chandra sudah berusaha merayunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status