"Nadira, sini!"
Anita memanggil Nadira dengan suara lantang, wanita yang baru sehari tinggal bersama ibu mertua dan kakak iparnya itu segera menghampiri."Ada apa Mbak?" tanya Nadira setelah berhadapan dengan Anita."Ini catatan dan tugas kamu selaku adik ipar di sini, setelah menikah dengan putra dari ibu Hesti, kita diwajibkan untuk membersihkan rumah ini, ibu tidak pernah memelihara pembantu, jadi semua pekerjaan rumah, kita bagi tugas," Anita memberikan penjelasan seraya memberikan catatan di sebuah kertas."Jadi kita yang harus membersihkan semua ruangan di rumah ini, Mbak? Tapi Mbak, aku ada kerjaan di luar rumah, pekerjaan di kantor bersama mas Chandra," ucap Nadira keberatan."Nadira, tugas seorang istri itu ada di dalam rumah, jadi kamu tidak perlu bekerja bersama Chandra, biarkan Chandra bekerja keras untuk membiayai kebutuhan kita sebagai istri, jadi aku harap kamu tidak protes! Sejak aku menikah dengan mas Roy, salon kecantikan ku saja aku serahkan pada ibu mertua, jadi tidak ada alasan untuk mu menolak tugas dari ibu." tukas Anita lantang.Anita pergi berlalu meninggalkan Nadira begitu saja, Nadira fokus dengan sederet catatan yang ada di genggaman tangannya, sebuah pekerjaan rumah tangga yang harus ia kerjakan mulai besok, sementara besok adalah hari pertama Nadira masuk di salah satu perusahaan ternama setelah ia lulus kuliah di luar negeri.Nadira kembali ke kamar dengan perasaan tak karuan, ia merasa sangat sayang jika ia harus meninggalkan pekerjaan yang ia impikan selama ini, yaitu menjadi seorang sekertaris. Karena Chandra hanya menduduki jabatan sebagai karyawan biasa, untuk itulah tekad Nadira bulat jika setelah menikah, ia akan bekerja dan membantu perekonomian suaminya."Ada apa sayang?"Chandra masuk tanpa disadari oleh Nadira, dan Nadira pun tidak memberikan jawaban apa-apa. Ia hanya menyodorkan sebuah kertas berisikan catatan panjang dari kakak iparnya itu."Apa ini?""Kamu baca saja Mas."Chandra pun fokus pada kertas yang diberikan oleh Nadira. Dan saat ia selesai membaca, tatapan Chandra pun fokus pada istrinya."Yang memberikan ini siapa sayang?" tanya Chandra menyerahkan kembali surat itu."Mbak Anita Mas. Mas, bagaimana dengan pekerjaan ku kalau aku nggak bisa kerja, bagaimana dengan mimpi kita yang sudah kita susun, bukannya kita punya keinginan untuk memiliki tempat tinggal sendiri dan penghasilan yang mencukupi," lirih Nadira terlihat sedih."Kita coba bicarakan dulu soal ini sama ibu ya, aku akan bantu kamu sayang," ucap Chandra menyentuh pundak Nadira, seraya berusaha menenangkannya."Ya Mas, aku percaya kalau kamu bisa bantu aku, aku sangat ingin mengejar cita-citaku, setidaknya dengan mengambil kesempatan ini, masa depan kita sudah keliatan, bukan aku mau merendahkan pendapatan kamu, tapi kalau kita bekerja sama dari awal, maka nikmat hasilnya akan lebih terasa nanti setelah kita punya anak." jelas Nadira panjang lebar.Nadira sangat berharap sekali jika suaminya itu dapat membantu melancarkan niat dan keinginannya, Chandra pun sangat mengerti dan ia akan berusaha membicarakan masalah itu pada ibunya.Setelah makan malam selesai, bu Hesti terbiasa menyiapkan cuci mulut berupa buah yang sudah dipotong-potong, dengan senyuman bahagia ia menyajikan pada kedua putranya yang sudah menggandeng istri masing-masing."Ini cuci mulutnya, makan ya, ini untuk kamu Chandra," bu Hesti mengambil satu potong buah mangga, lalu ia hendak menyuapi putra kesayangannya itu."Bu, aku sudah dewasa, aku bisa makan sendiri," tolak Chandra menahan garpu yang sudah ada potongan buahnya untuk tidak masuk ke dalam mulutnya."Ya ampun, tinggal ak aja kok sudah banget si, Chandra. Memang di mata orang kamu itu sudah dewasa, tapi di mata Ibu kamu tetap lah anak kecil!" sungut bu Hesti memaksa Chandra untuk menyantap potongan mangga pemberiannya.Tidak ada pilihan, Chandra pun membuka mulut dan mengunyah makanan itu. Nadira hanya menatapi suaminya dari samping, saat bu Hesti memperlakukan Chandra dengan sangat manja. Sementara Roy dan Anita hanya menyunggingkan senyum lucu menonton tingkah ibu terhadap adiknya.Selang beberapa saat, akhirnya Chandra menolak karena perutnya sudah sangat kenyang, kini tiba saat di mana ia harus mengatakan sesuatu pada ibu, kakak ipar dan kakaknya itu terkait pekerjaan yang telah diberikan pada Nadira."Sebenarnya aku mau ngomong serius sama Ibu, Mbak Anita, dan juga Kak Roy, terkait buku catatan pekerjaan rumah tangga yang Mbak Anita berikan pada Nadira. Begini, Nadira ini sudah setuju jika ia akan bekerja di salah satu perusahaan dengan jabatan sebagai sekretaris, jadi aku rasa Nadira tidak bisa bekerja di dalam rumah seperti halnya dengan Mbak Anita," ucap Chandra."Apa maksud kamu Chandra? Apa kamu mau setelah kamu menikah tugas seorang Nadira Ibu yang melakukannya? Itu jahat sekali Chandra, harusnya Nadira tahu posisinya setelah menikah, yaitu menjadi seorang istri yang mengurus kamu!" marah bu Hesti tidak terima."Bu, kalau soal keperluan ku dan mas Chandra, seperti baju kotor atau kamar kami, mungkin Ibu tidak perlu mengurusnya, kami akan mencucinya di loundry, agar tidak menambah beban, dan untuk kamar kami, aku akan membersihkan dulu sebelum berangkat bekerja," seru Nadira mencari solusi."Tidak bisa seperti itu! Mencuci di loundry itu mahal, sementara kita harus menghemat karena keluarga kita bertambah satu lagi. Nadira, jika kamu mau mencari solusi, tolong yang masuk akal dong!" sinis bu Hesti menimpali."Bu, sementara saja seperti ini dulu, sebelum kami benar-benar memiliki tempat tinggal dan aku pindah dari sini." jelas Chandra.Tatapan mata bu Hesti pun melotot tajam ke arah Chandra, ketika ia mendengar jawaban yang mengejutkan dari putra kesayangannya itu."Apa! Pindah dari rumah ini? Jadi kamu berniat mau meninggalkan Ibu? Setelah kamu menikahi wanita itu?" bu Hesti bangkit dari tempat duduknya, suaranya begitu keras dan wajahnya merah menahan kemarahan.Chandra dan Roy saling tatap satu sama lain, sebelum akhirnya Chandra meminta bu Hesti untuk kembali duduk, menenangkannya agar sang ibu tidak marah lagi. Chandra pun meminta bu Hesti memberikan syarat, agar Nadira mendapatkan izin bekerja bersamanya. Dan saat itu juga bu Hesti memberikan syarat yang sebenarnya sama-sama berat."Bu, berikan syarat pada Nadira, agar dia bisa bekerja bersamaku di kantor, kami akan mempertimbangkan syarat dari Ibu," lirih Chandra mencoba merayu bu Hesti."Baik, kalau memang istrimu itu tetap memaksa untuk bekerja, Ibu akan memberikan syarat, kalian tidak boleh pergi atau pindah dari rumah ini," dengan lantang bu Hesti memberikan jawaban.Nadira menelan saliva, entah mengapa ia harus berhadapan dengan ibu mertua yang ternyata sangat sulit diajak berkomunikasi dengan baik, bahkan bu Hesti sama sekali tidak menurunkan nada suara ketika Chandra sudah berusaha merayunya."Gimana Chandra, tanya istrimu itu, apa dia sanggup menerima syarat dari Ibu?" bu Hesti menatap seraya penuh penekanan. "Ya Bu, kami setuju." jawab Chandra tegas. Nadira mengerutkan kening ketika suaminya memberikan jawaban tanpa bertanya dulu padanya, namun setelah memberikan jawaban Chandra dengan erat menggenggam tangan Nadira, meskipun tatapan matanya mengarah pada ibu Hesti. "Oke kalau gitu, aku dan Nadira mau istirahat dulu," pamit Chandra mengajak Nadira pergi. "Mau ke mana si Chandra, kok buru-buru banget. Kamu mending temenin Ibu belanja dulu ke supermarket, ya," ajak bu Hesti dengan semangat. "Bu, kenapa nggak besok aja sama Mbak Anita, Mbak Anita kan di rumah terus," tolak Chandra. "Chandra, kamu kenapa si? Dua hari nikah sama Nadira aja kamu udah berubah banget gitu sikapnya sama Ibu, Ibu kecewa sama kamu," mata bu Hesti menganak sungai. "Bukan seperti itu Bu, tapi aku dan Nadira harus istirahat cepet karena besok pagi-pagi kami mau pergi ke kantor. Jadi kami harus
1 bulan kemudianNadira dan Chandra berangkat seperti biasa, mereka pun bekerja seperti hari-hari sebelumnya, bekerja keras dan telaten adalah tekat keduanya, setelah menikah mereka memutuskan untuk menunda kehamilan, agar mereka dapat segera pindah dan tinggal berdua di rumah impian yang mereka incar. Hari ini adalah hari gajian bagi semua karyawan, Nadira dan Chandra pun ikut menanti giliran mendapatkan panggilan, keduanya saling berpegangan tangan karena ini kali pertama mereka mendapat gaji di perusahaan yang sama. "Mas, gimana kalau setelah kita mendapatkan gaji nanti, gaji ku di tabung, sementara gaji kamu untuk sehari-hari kita bersama keluarga?" usul Nadira dengan semangat. "Boleh sayang, uang mu adalah uang mu, dan uang ku adalah uang mu, aku akan memberikan semua gaji ku padamu," ucap Chandra melempar senyum. "Terima kasih Mas, aku berjanji akan menggunakan uang itu dengan baik, aku tidak akan boros nantinya." sambung Nadira melempar senyum. Chandra tentu saja senang me
"Nadira, Ibu memang seperti itu saat bersama dengan Chandra. Ibu se-sayang itu dengan putra bungsunya, kamu yang sabar ya," ucap Roy, ketika menatap adik iparnya yang terlihat sedih. "Lagian kamu si Nadira, harusnya kamu itu tahu kalau Chandra itu milik ibunya, jadi kamu jangan berlebihan sebagai istri, nanti ibu bisa murka sama kamu!" celetuk Anita menimpali. "Terima kasih Kak, Mbak, sudah memberitahuku, tapi selama aku tinggal di sini, aku juga tidak pernah melampaui batas, aku berusaha untuk mengerti jika mas Chandra adalah milik ibunya, tapi di sini aku juga seorang istri yang berhak atas suami ku. Aku masih menahan diri agar tidak melayani mas Chandra di meja makan, tapi apa salahnya jika suamiku sendiri yang meminta." jelas Nadira mengutarakan haknya. Nadira pamit dan masuk ke dalam kamar, tanpa menyuapkan makanan sedikit pun ke mulut, sama halnya dengan bu Hesti yang meninggalkan meja makan tanpa menikmati makanan yang sudah ia hidangkan. Roy menatap lekat istrinya, ia terl
"I-ibu," sontak Nadira bangun dari tidurnya. "Enak banget ya kamu, suaminya udah berangkat kerja, tapi kamu masih aja tiduran di kamar, nggak ada pikiran apa kamu bersih-bersih rumah bantuin kakak ipar kamu itu!" marah bu Hesti. "Ya Bu, aku akan bangun. Sebenarnya aku lagi nggak enak badan, karena jadwal aku berangkat jam sembilan nanti, aku berpikir mau melanjutkan istirahat dulu di rumah," ucap Nadira mencoba menjelaskan. "Alasan saja! Sana bantu-bantu Anita, Ibu nggak mau tahu ya, setelah pulang dari supermarket, Ibu harus melihat semua rumah ini dalam keadaan rapi, enak saja tidur. Semua yang ada di rumah ini juga sudah bangun dan bekerja!" celetuk bu Hesti tidak terima dengan sikap menantunya. Nadira hanya terdiam, menunggu sampai ibu mertuanya itu keluar dari kamar. Tidak bisa dihindari lagi, ia harus keluar dari kamar itu lalu melakukan pekerjaan rumah, kedatangan Zahra disambut oleh Anita yang sudah mendapatkan tugas dari ibu mertuanya sebelum ia pergi. "Nih, kamu di suru
"Dok, bagaimana keadaan adik ipar saya?" tanya Roy panik. "Pasien hanya mengalami kelelahan, ada baiknya jika pasien istirahat total di rumah. Dan saya akan memberikan resep obat yang harus ditebus di Apotek, ya," ucap dokter Linda memberitahu. "Baik Dok, terima kasih banyak." jawab Roy lega. Tak lama kemudian, Roy menerima sebuah resep obat yang disodorkan oleh dokter Linda. Tak menunggu waktu lama, Roy pun pergi meninggalkan rumah untuk segera menebus obat, di perjalanan Roy memberitahukan Chandra tentang keadaan Nadira. Mendengar kabar bahwa Nadira jatuh pingsan membuat Chandra sangat tidak tenang, ia pun memilih untuk meminta izin agar ia bisa pulang lebih cepat. Setibanya di rumah, Chandra segera menuju kamar pribadinya bersama Nadira. Di sana ia melihat Nadira sedang terbaring dengan bibir pucatnya. Melihat keadaan sang istri yang sangat memperihatinkan membuat Chandra merasa bersalah. "Sayang, bangun sayang, maafkan aku, seharusnya aku tidak meninggalkan mu tadi, maafkan
"Ada apa Chandra, kenapa lo ajak gue ke sini?" tanya Roy, sambil menikmati sebatang rokok di tangannya. "Gue bingung sama sikap ibu dan juga mbak Anita, Kak. Kenapa ya, mereka itu kayaknya nggak suka banget sama Nadira," keluh Chandra pada sang kakak. "Kalau soal itu gue juga nggak bisa jawab Ndra, gue juga bingung, kenapa ibu sikapnya kayak gitu ke lo, perasaan dulu saat gue nikah sama Anita, ibu nggak kayak gitu." jawab Roy pun ikut bertanya-tanya. Tatapan Chandra mengarah ke langit, saat ia mengajak Roy duduk di lantai atas, menikmati hembusan angin malam di temani dengan cemilan ringan. Saat itu Chandra sudah memastikan bahwa Nadira telah istirahat di kamar, ia ingin mencari solusi agar kehidupan rumah tangga nya bersama dengan Nadira tetap berjalan dengan baik. Roy ikut merasa bersalah pada Chandra, atas perbuatan sang istri yang sudah kelewatan pada adik iparnya itu, ia ikut memikirkan tentang solusi yang tepat agar Nadira tetap merasa baik saat tinggal bersama keluarga suam
"Bu, aku dan Nadira sudah sepakat, kalau kami akan mencari apartemen atau kontrakan untuk kami tinggal," ucap Chandra setelah cukup lama ibunya diam. "Apa! Jadi kamu dan Nadira akan pergi dari rumah ini?!" bu Hesti terkejut mendengar keputusan Chandra. "Ya Bu, kami ingin mandiri, kami ingin suatu saat bisa membeli rumah yang kami impikan, kami ingin membina rumah tangga kami dengan cara kami," seru Chandra membenarkan. "Tidak Chandra, Ibu tidak setuju! Mana bisa kamu pergi dari rumah ini dan meninggalkan Ibu." tolak bu Hesti tidak setuju. Chandra membalas tatapan ibunya, menjelaskan bahwa keinginannya itu adalah suatu cara untuk membuat semuanya baik, baik untuk Nadira dan juga ibunya, agar tidak tersiksa satu sama lain lantaran sama-sama menyayanginya. Tetapi tetap saja, bu Hesti menolak keras dan tidak mau ditinggalkan oleh Chandra selaku putra kesayangan yang ia miliki. "Roy saja yang sudah menikah hampir lima tahun tidak pernah punya niat mau meninggalkan Ibu, Chandra. Kenap
"Puas kamu, puas karena telah membuat putraku memilih pergi dari rumah yang selama ini telah membesarkannya, puas!" bentak bu Hesti ketika Nadira hendak berangkat bekerja. "M-maksud Ibu apa? Bu, aku sama sekali tidak berniat seperti itu," ucap Nadira dengan suara gemetar. "Bohong! Kamu adalah wanita yang sangat licik, Nadira. Kamu bersikap sangat baik pada Chandra di depan ku, tetapi di belakang kamu merayu dia agar bersedia meninggalkan ibunya, benar-benar jahat." hardik bu Hesti marah. Nadira menggelengkan kepala, ia tidak membenarkan tuduhan sang ibu mertua terhadap dirinya, tuduhan itu begitu menyakitkan bagi Nadira. Pagi ini Chandra berangkat lebih dulu, dan membiarkan Nadira membantu Anita di rumah karena Nadira memiliki jam masuk kantor yang berbeda dengan Chandra. Hingga membuat bu Hesti dengan sesuka hati mencerca dan memarahi dengan segala tuduhannya. Anita ikut yang mendengar ibu mertuanya sedang memarahi adik ipar, justru ikut berkobar dan menyerang Nadira. Nampaknya