Ini bakal ada dua kubu ya, tim Bagas ama tim Renan keknya. ____Perempuan memang punya sifat galau yang luar biasa, apalagi soal laki-laki buat isi hati. Ditambah, kalau kandidatnya punya kekuatan 'menarik' yang seimbang.Keira tak munafik, bukannya tak tegas juga. Tetap aja baper karena sikap Renan walau sedikit.Wisuda Kemal membuat Keira haru, ia bisa membantu menyekolahkan adiknya hingga ke universitas. Sebagai kakak kebanggaan karena adiknya tidak menyia-nyiakan biaya yang ia keluarkan dengan menjadi lulusan terbaik juga mampu mengisi kekosongan hatinya yang tak bahagia karena cinta."Kei, es coklat, suka kan, lo?" Bagas duduk di sisi Keira. Mereka yang tak bisa masuk ke dalam gedung, disediakan tempat dibawah tenda besar berhiasa waena putih dan emas dengan deretan kursi bersarung putih juga."Makasih, Gas." Keira menerima pemberian Bagas. Lelaki itu memakai kemeja putih dipadu celana jeans. Keren bisa dibilang apalagi wajah indobulenya menambah nilai plus."Habis ini ada renca
Met baca gaes 🍃______Kiera mematut diri di depan cermin, karena kata Bagas nongkrong di kafe jadi ia hanya memakai celana panjang warna abu-abu tua dengan ujung mata kaki ia lipat dua kali sehingga bagian atas sedikit menggembung, kaos warna hitam ia masukan ke dalam celana--kaosnya tidak ketat, Keira anti memakai yang seperti itu justru cenderung kegedean--supaya rapi lalu rambut sepunggung ia biarkan tergerai membuat penampilannya ya seperti Keira apa adanya.Tak lupa tas selempang bahan kulit warna coklat tua kesayangannya."Jadi nongkrong di tempat Bang Boni, Mbak?" tegur Kemal yang baru selesai menyeduh kopi."Jadi. Mau ikut?" Keira membuka rak sepatu di dekat dapur, ia ambil sepatu hak datar warna hitam miliknya."Nggak, gue mau bantai nonton series amerika. Titip makanan aja deh, kalau lo baliknya nggak malem banget. Apaan kek terserah lo.""Titip apa beliin?" lirik Keira."Beliin, lah," sambung Kemal lalu masuk ke dalam kamar. Keira memakai sepatunya, lalu pamit ke bapak ib
Jadian hari pertama check! Keira sibuk di garasi rumahnya memasak makanan catering harian yang sudah masuk minggu ke dua. Ia semangat, sungguh sangat.Impiannya menjadikan usahanya ini bisa menaikkan derajat hidup keluarga begitu berkobar-kobar di dalam sanubari.Tangannya cekatan mengaduk ayam rica-rica kemangi sebagai lauk, lalu beralih memotong timun sebagai lalapan. Tak lupa ia mengecek telur pindang sebagai tambahan lauk juga."Mbak Kei, maaf Minah baru dateng. Sini saya bantu, Mbak," tukas Minah pembantu tetangga yang selesai kerja di sana langsung bantu Keira."Susun wadahnya setelah itu cetak nasi ya, cuci tangan terus pakai sarung tangan plastiknya.""Baik, Mbak Kei. Saya ke dalam, ya.""Okey," jawab Keira.Dapur dipindah ke garasi, ide bapak supaya Keira lebih leluasa dan di dalam tidak berantakan. Semalaman bapak yang pindahin wajan serta peralatan lain. Bapak juga yang membuat meja sendiri. Keira hanya beli bahan baku di matrial.Garasinya memang cukup besar jadi mampu me
Met baca yes 🍃______Keira dan Minah bahkan harus menyewa angkot untuk membawa belanjaan mereka dari pasar. Sore hari jadwal ke pasar selepas ashar."Mbak, belajar nyetir mobil nanti, ya," celetuk Minah saat mereka sudah di dalam angkot menuju ke rumah. Keira beli peralatan cetakan kue serta loyang tambahan, jaga-jaga jika ada pesanan kue basah lainnya.Beras dua karung besar dan berbagai bahan baku lainnya ia belanjakan langsung."Nanti kalau rejeki saya udah banyak, bisa beli mobil, baru saya beli mobil, Minah.""Harus, Mbak. Jangan mau kalah ssma perempuan lain yang ke mana-mana nyetir mobil sendiri."Keira tersenyum, "bisa aja kamu, Minah.""Mbak, kalau emang Mbak Keira kerepotan banget dan kita banyaj orderan, saya berhenti kerja di rumah orang, deh. Saya kerja sama Mbak aja, tapi saya gajinya bulanan aja, gimana, Mbak? Atau tiap hari minggu, nggak apa-apa, Mbak."Keira mengangguk cepat. Ia memang berharap Minah mau, padahal baru mau ia bahas."Yaudah,.pokoknya makan siang, cem
Met baca 🍃_______Bisnis ya bisnis, cinta ya cinta. Dua hal itu tidak bisa disatukan. Keira pulang ke rumah bersama Minah naik taksi, Bagas harus kembali ke kantor dulu untuk absen juga membuat laporan hasil turun ke lapangan tadi.Sepanjang jalan sampai rumah Keira hanya diam, tawaran pinjaman itu masih ia hitung masak-masak."Mbak Kei, buat besok catering kantor, buahnya pisang?""Iya, kenapa, Minah?" balas Keira seraya meletakkan sepatu pada tempatnya."Pakai pisang barangan aja, Mbak, jangan pisang ambon. Harga lebih hemat barangan. Ukuran juga nggak terlalu besar, pas." Minah duduk di lantai dekat sofa ruang TV."Hapal amat perkara pisang, Minah." Keira tergelak."Yeee ... Mbak Keira, biar keuntungannya lumayan nambah. Kalau Mbak Kei setuju, besok pagi saya mampir ke tukang pisangnya, deket dari kontrakan.""Boleh, deh, semua seratus biji ya, Min. Eh, lebihin deh, buat jaga-jaga." Keira memberikan sejumlah uang ke Minah yang langsung memasukkan ke dompetnya."Mbak, ngomong-ngom
Met baca lagi 🍃Keira terkejut saat pagi-pagi sekali, tepatnya pukul empat ia melihat satu mobil berhenti di depan rumah yang akan ditempati Renan.Ia mengintip dari balik tirai jendela ruang tamu. Mobil itu ia yakini memang punya Renan. Lampu rumah itu menyala, juga pagar dan pintu.Sosok Renan terlihat mondar mandir membawa koper dan beberapa barang lainnya, sendirian. Iya benar, sendirian.Keira berjengkit saat bahunya di tepuk Kemal. "Ngintipin apaan lo?""Itu, tetangga baru," jawab sekenanya kemudian berjalan ke dapur. Ia akan mulai kegiatannya memasak."Minah dateng jam berapa, Mbak? Jadi bawa temennya?" Kemal ikut ke dapur, membantu Keira membawa wajan besar untuk dipindah ke garasi."Jam setengah enam. Jadi, temennya baru lulus SMA, anaknya penjual siomay keliling sama Ibunya buruh cuci di rumah tetangga.""Oh, yaudah. Mbak jadi bisa ringan kerjanya. Bisa urus masakan lain atau kue. Gue ke depan dulu," ujar Kemal."Depan mana?!" Pertanyaan Keira sontak membuat Kemal berhenti
Yuk baca lagi 🍃______Keira pulang dari kafe Boni pukul sembilan malam. Ia menunggu ojek online di depan kafe, sudah sepuluh menit tak kunjung datang padahal, sepertinya terjebak macet karena pantauan dari peta menunjukkan posisi abang ojolnya tidak bergerak.Renan muncul, ia tidak menyapa Keira lagi padahal berjalan di belakangnya. Keira juga malas menyapa, buat apa, kan?Dengan santai Renan masuk ke dalam mobilnya lalu pergi dari sana. Tak lama ojol yang dipesan Keira muncul, lega rasanya karena tak perlu menunggu lebih lama lagi."Maaf lama, Mbak, tadi bantu temen sesama ojol yang mogok, saya bantu antar ke bengkel yang masih buka. Maaf sekali lagi, ya, Mbak," ucap si ojol yang terlihat seperti anak muda."Nggak apa-apa, Mas." Keira memakai helm, lalu naik ke atas motor.Sesampainya di rumah, Keira membayar tunai, ia lebihkan untuk ojol tersebut beli makan. Ia memang sering begitu, tak salah bagi-bagi rejeki jika ada lebihan.Pagar digembok, terlihat Renan juga melakukan hal yang
Baca lagi 🍃"Mbak Keira dianggurin Mas Bagas, jadi gue bawa ke sini. Sorry, ya, kalau ganggu," ujar Kemal begitu polos, atau ... sengaja? Hanya Kemal yang tau.Keira masih duduk di samping Kemal yang menunggu Renan membaca terlebih dulu laporan dari Hari sebelum dibubuhi tanda tangan. Renan memang begitu hati-hati karena bisa panjang urusannya jika seenaknya sendiri main tanda tangan.Kedua mata Keira menangkap banyak tas belanja yang isinya belum dirapikan atau susun ke lemari di dapur juga kulkas. Belum lagi urusan meja makan yang terlihat berantakan."Maaf berantakan. Maklum, tinggal sendirian." Mendadak Renan berujar seperti itu. Keira melirik dan kembali bertemu dengan netra Renan juga."Iya tau. Lagian rumah kamu, bukan rumah aku. Terserah kamu, lah."Terserah? Tetapi Keira sudah tak nyaman duduknya karena melihat bergitu berantakan. Jiwa bersih-bersih dan rapinya sudah meronta sejak tadi. Ia risih melihat hal tak rapi."Kalau mau rapihin, gih, sana, Mbak!" imbuh Kemal sembari
Met baca 🌿____________Kemal terus merangkul Ines saat mereka di bandara, bahkan menggenggam jemari tangan Ines seolah tak mau melewatkan momen apapun saat di dalam pesawat.Ines menyandarkan kepala di bahu kiri Kemal, ia hanya diam menyiapkan hati saat tiba di Jakarta semua akan berubah seperti semula.Benar saja, mereka melihat Tatiana datang menjemput tanpa janji terlebih dahulu. Bagus keduanya tau jauh-jauh waktu sebelum Ines melihat Kemal menggandeng jemari Ines sambil berjalan."Here we go," lirih Ines. Ia memberi jarak saat berjalan menuju luar lobi bandara. "Gue beli greentea latte dulu, lo kalau mau duluan, duluan aja, Mal. Its okey," tutur Ines saat sudah dekat beberapa langkah lagi ke arah Tatiana yang tersenyum sumringah melihat calon suaminya di depan mata."Iya." Kemal menjawab singkat, karena ia memakai kacamata hitam, sorot mata kesedihannya tidak bisa terbaca Tatiana."Hai!" pekik tertahan Tatiana. Ia memeluk Kemal singkat yang tidak dibalas Kemal karena tangan kana
Met baca 🌿_____________Alunan musik berdentum keras di dalam club mewah yang ada di kota itu. Ines dan Kemal duduk sambil menatap manusia melantai meliukkan tubuh."Minum nggak?" tawar Kemal."Sinting," ketus Ines melirik Kemal yang bahkan sejak tiba beberapa menit lalu belum memesan apapun."Kenapa ke sini, sih, Mal." Ines menyenggol bahu Kemal dengan bahunya."Gue pikir lo suka ke tempat kayak gini. Biasanya orang lagi galau ya ke sini.""Gila. Mendingan gue lo ajak makan rawon tiga mangkok sama es krim." Ines masih sewot."Tadi kan udah makan sebelum ke sini, rawon juga. Masih kurang?" Kemal tak kalah ngegas."Gue nggak suka di sini. Gue nggak mau." Wajah Ines memberengut, Kemal beranjak, menggandeng tangan Ines berjalan keluar dari club malam itu."Tempat ini padahal mahal dan mewah, bukan sembarangan, lo nggak mau." Kemal masih menggandeng tangan Ines sambil berjalan keluar. Sekuriti terkejut karena Kemal tak lama di sana."Kenapa pulang, Boss? Belum ketemu Gilbert," tanya sek
Met baca 🌿_____________Ines bergerak cepat, ia mencari tau kantor lelaki yang pantas dipanggil papa oleh Alta karena ayah kandungnya. Di kantor, ia menggali informasi hingga rinci.Tujuannya, memastikan jika Alta tidak boleh tau fakta sebenarnya karena usia belum cukup matang. Sesuai rencana Keira, ia akan jujur saat Alta sudah cukup umur."Bu Ines, ada surat nih, tapi kok dari pengadilan Surabaya," tukas resepsionis seraya menyerahkan amplop coklat."Oh, iya, makasih, ya." Ines menerima amplop, ia buka dan membaca. Surat panggilan sidang kasusnya, ia harus ke Surabaya dalam waktu dekat.Segera Ines menghubungi om Wisnu yang ternyata sudah tau dan memang mau Ines hadir. Ines sedang serius bicara dengan om Wisnu di telepon saat Kemal berdiri di depan meja kerja, merebut surat yang tergeletak di atas meja kerja Ines.Ia baca dengan seksama, lalu memperhatikan Ines hingga selesai menelpon omnya."Berangkat sama gue," putus Kemal. Ines menggeleng. "Gue temenin lo, Nes," lirih Kemal kar
Met baca 🌿_____________Makan siang bersama Tatiana juga di kediaman Keira sengaja diadakan. Kali itu Kei tak masak, ia memesan makanan khas arab juga makanan penutup dari toko kue langganannya.Ines membantu menata piring, gelas, serta peralatan makan lainnya di meja panjang tertutup taplak meja warna emas di halaman belakang."Gue bantu," tukas Kemal lantas mengambil alih nampan besar berisi sendok juga garpu dari tangan Ines."Udah, nggak usah. Temenin sana calon istri," celetuk Ines. "Luar biasa lo, Mal, baru sekali dikenalin langsung sat set," lanjut Ines lagi.Kemal menunduk sejenak, lalu mengangkat kepala menatap Ines yang lanjut menata peralatan makan."Ibu yang nyeplos begitu. Gue sama sekali belum kepikiran ke arah sana."Ines tersenyum, "ya bagus, dong. Tandanya lo emang harus menyegerakan." Ia menatap Kemal yang berdiri sambil memegang pinggiran meja, wajahnya tampak kebingungan. "Mal, turuti maunya Ibu."Kemal hanya bisa diam mematung, kedua matanya mengikuti gerak Ines
Met baca 🌿_________Ines memasukan dress dan sepatu yang ia beli ke dalam kotak lalu meletakkan di dalam lemari pakaian. Segera ia beranjak untuk istirahat karena hari sudah malam. Dexter juga tidak menghubungi karena berada di pesawat menuju Madrid.Janjinya pria itu akan menghubungi Ines jika sudah tiba atau tidak terlalu sibuk karena pekerjaan di sana sudah menunggu dirinya.Jemari Ines mengusap layar ponsel, melihat-lihat aplikasi belanja online sekedar cuci mata. Awalnya, hingga ia justru belanja beberapa barang kebutuhan pribadi."Yah, kok udah sejuta aja. Aduhhh ...," keluh Ines setelah sadar melakukan pembayaran. Saldo di rekeningnya tersisa dua juta hasil pinjam dari Keira. "Gimana gue idup. Mulai besok nggak mau berangkat dan pulang bareng Kemal."Pusing memikirkan keteledorannya, ia putusnya menerima fakta harus irit. Pintu kamarnya di ketuk, Ines beranjak cepat. Kaget seketika saat Kemal sudah pulang dari acara bersama Tatiana."Udah.""Oh, yaudah." Kemal memutar tubuh,
Met baca_______"Kopi gue mana?" tegur Kemal saat Ines menyerahkan draft bahasan rapat yang akan Kemal lakukan lima belas menit lagi dengan para manajer."Emang lo minta? Lagian rapat lo juga nggak pernah ngopi, Mal." Ines masih berdiri di sisi kanan Kemal tepat di tepi meja kerja."Lagi pingin," jawab Kemal tanpa menatap, ia sibuk membaca draft yang diberikan Ines."Nggak usah, deh, gue sibuk."Mendengar itu seketika Kemal mendongak menatap Ines yang sedang senyam senyum. "Sibuk apa.""Balesin chat dari Dexter," jawab Ines santai. Kemal mengerutkan kening. "Gue mau coba LDR sama dia. Ya, nggak jelas statusnya sih, tapi kayaknya dia naksir gue, deh, Mal.""Ck. Jangan gampang luluh. Inget nggak cerita sebelum-sebelumnya?" sindir Kemal yang menutup map lalu menyiapkan tablet juga ponselnya, ia bersiap beranjak pergi."Mal, dia beda, deh. Gue mau coba. Lo aja deketin Tatiana, masa gue nggak. Nggak adil, lah." Ines bersedekap."Terserah lo. Kalau ada apa-apa tanggung sendiri akibatnya. N
Met baca_______"Aku masih nggak percaya secepat ini kamu mau untuk kita coba lebih dekat, Mal." Tatiana menunduk malu, bahkan menyembuyikan wajahnya yang memerah dengan beberapa kali menatap keluar saat keduanya berada di dalam mobil saat perjalanan pulang. Kemal mengantar Tatiana pulang, hal itu spontan ia lakukan karena sudah terlanjur bicara jika ia mau memulai menjalin hubungan dengan Tatiana di depan Ines dan Dexter."Maaf kalau kesannya mendadak juga, buru-buru." Kalimat Kemal direspon gelengan kepala Tatiana."Nggak, kok, nggak mendadak." Tatiana memejamkan mata, ia terlihat terlalu bahagia. "Maksudku, jadi ... gini, lho ... kamu tau aku—"Kemal menghentikan mobil saat lampu merah di perempatan pintu masuk menuju komplek elite rumah Tatiana. Kepalanya menoleh ke Tatiana. Ia tersenyum tipis. "Besok pagi ke kantor jam berapa?""Aku?" tunjuk Tatiana."Iya, lah," kekeh Kemal. Tatiana mengulum senyum."Jam tujuh. Kenapa?" Begitu lemah lembut suara Tatiana, beda dengan Ines yang ka
Met baca 🍃__________Pintu kamar keduanya terbuka lebar, sama-sama masih muka bantal dengan rambut acak-acakkan."Morning," sapa parau Ines seraya berjalan ke arah dapur, tak lupa menguap lebar mulutnya karena masih ngantuk."Pagi," balas Kemal lantas membuka laci meja dapur untuk mengambil stok kopi bubuk yang akan ia masukkan ke mesin pembuat kopi otomatis, mahal, dan canggih. Iya, lah, CEO ... masa barang-barangnya jelek."Geser," celoteh Ines saat Kemal menghalanginya hendak membuka kabinet bagian atas untuk meraih piring ceper. Ines melesak begitu saja, berdiri di depan Kemal yang seketika melotot.Tanda bahaya berbunyi! Kemal memejamkan mata karena itunya tersentuh tak sengaja dengan bokong Ines yang masih memakai baju tidur bercelana panjang."Mal! Bisa dikondisikan, kan!" omel Ines lalu buru-buru berjalan ke arah kompor listrik. Kemal tak membalas, ia hanya diam mengatur dirinya sendiri."Lo mau roti atau nasi? Gue masakin nasi goreng." Ines masih kesal karena tadi, Kemal me
Met baca 🍃____________"Pulang?" ajak Ines setelah membuka pintu ruangan Kemal. Sejam lalu dua keponakan dan kakak iparnya sudah pulang lebih dulu. Kemal melirik jam di atas meja kerjanya, sudah tepat pukul tujuh malam. Ia beranjak, memasukan ponsel, tablet, laptop ke dalam tas kerjanya."Mbak Keira kirim makanan sore tadi, dititip di sekuriti lobi. Masak rawon, tapi kita beli telur asin sama gue mau bikin tempe goreng tepung buat pelengkapnya. Mampir ke supermarket sebentar, ya."Kemal mengangguk. Ia memastikan tak ada barang yang tertinggal, lalu berjalan keluar ruangannya bersama Ines."Kapan potong rambut lo?"Mendengar itu Ines menoleh, "kenapa? Ngebet banget mau lihat penampilan gue fresh?" candanya. Kemal hanya diam, tak membalas satu katapun."Mal, Tatiana cantik,kok. Kenapa sih, lo kayak nggak seneng di deketin dia?" Keduanya sudah di dalam lift."Cantik bukan hal utama.""Halah. Cowok di mana-mana pasti menomor satukan penampilan. Logika cowok kan gitu. Itu natural.""Cant