Yuk baca lagi 🍃______Keira pulang dari kafe Boni pukul sembilan malam. Ia menunggu ojek online di depan kafe, sudah sepuluh menit tak kunjung datang padahal, sepertinya terjebak macet karena pantauan dari peta menunjukkan posisi abang ojolnya tidak bergerak.Renan muncul, ia tidak menyapa Keira lagi padahal berjalan di belakangnya. Keira juga malas menyapa, buat apa, kan?Dengan santai Renan masuk ke dalam mobilnya lalu pergi dari sana. Tak lama ojol yang dipesan Keira muncul, lega rasanya karena tak perlu menunggu lebih lama lagi."Maaf lama, Mbak, tadi bantu temen sesama ojol yang mogok, saya bantu antar ke bengkel yang masih buka. Maaf sekali lagi, ya, Mbak," ucap si ojol yang terlihat seperti anak muda."Nggak apa-apa, Mas." Keira memakai helm, lalu naik ke atas motor.Sesampainya di rumah, Keira membayar tunai, ia lebihkan untuk ojol tersebut beli makan. Ia memang sering begitu, tak salah bagi-bagi rejeki jika ada lebihan.Pagar digembok, terlihat Renan juga melakukan hal yang
Baca lagi 🍃"Mbak Keira dianggurin Mas Bagas, jadi gue bawa ke sini. Sorry, ya, kalau ganggu," ujar Kemal begitu polos, atau ... sengaja? Hanya Kemal yang tau.Keira masih duduk di samping Kemal yang menunggu Renan membaca terlebih dulu laporan dari Hari sebelum dibubuhi tanda tangan. Renan memang begitu hati-hati karena bisa panjang urusannya jika seenaknya sendiri main tanda tangan.Kedua mata Keira menangkap banyak tas belanja yang isinya belum dirapikan atau susun ke lemari di dapur juga kulkas. Belum lagi urusan meja makan yang terlihat berantakan."Maaf berantakan. Maklum, tinggal sendirian." Mendadak Renan berujar seperti itu. Keira melirik dan kembali bertemu dengan netra Renan juga."Iya tau. Lagian rumah kamu, bukan rumah aku. Terserah kamu, lah."Terserah? Tetapi Keira sudah tak nyaman duduknya karena melihat bergitu berantakan. Jiwa bersih-bersih dan rapinya sudah meronta sejak tadi. Ia risih melihat hal tak rapi."Kalau mau rapihin, gih, sana, Mbak!" imbuh Kemal sembari
Yuk baca, selamat mengkesal ya 🍃_____Pelukan terlepas, Bagas menangkup wajah Keira dengan kedua telapak tangannya. Tatapan Bagas begitu dalam, melekat hingga Keira bisa merasakan ada yang tak biasa dari pacarnya itu."Kamu mau kita putus?" Seketika pertanyaan itu meluncur dari bibir Keira. Bagas tertawa geli lalu menggelengkan kepala."Justru aku mau kita serius jalani hubungan ini, Kei. Sudah saatnya aku cari seseorang yang menemaniku menjalani hidup. Maaf karena ciumanku yang--""Gas. Aku nggak bisa, maaf."Bak gempa mendadak, Bagas melepaskan tangkupannya pada wajah Keira."Kei, ada apa?" lirihnya, tak disangka Keira akan berkata seperti itu."Aku nggak yakin kita bisa terus ke depannya. Aku pikir, kamu harus perbaiki hubunganmu sama mantan istri. Ciuman perpisahan yang kamu bilang ... nggak make sense buat aku."Keira tak mau hubungannya dengan Bagas kacau dikemudian hari, lebih baik ia akhiri sekarang sebelum terlambat. Pria itu tersenyum sinis, kemudian tertawa sembari memali
Met baca ya 🍃________Keira tak bisa tidur karena memikirkan ucapan bapak, namanya seorang anak pasti akan kepikiran saran juga nasehat dari orang tua.Namun, tak semakin lama matanya menjadi berat dan ia terlelap. Keira bermimpi ia mendapat hadiah dari seseorang yang menghampirinya. Sosok yang tak ia kenali.Sebuah kotak warna marun, saat ia mau membuka seseorang itu berkata jika nanti saja tunggu waktunya tiba.Keira terjaga, saat melirik ke jam dinding sudah pukul empat, saatnya ia bangun untuk kembali ke rutinitasnya.Tubuhnya terasa lemas, pinggangnya linu juga kepalanya terasa berat. Semakin lama semakin terasa dan membuat Keira terpaksa duduk untuk mengontrol diri di garasi.Minah dan Rini datang, mereka segera menghampiri ke arah Keira."Mbak, kenapa?" Rini melihat Keira keringat dingin."Badanku nggak karuan rasanya, kenapa, ya, Rin?" lirih Keira sembari memijat pelipisnya. Rini beranjak ke dapur di dalam, lalu tak lama kembali dengan membawa segelas teh manis panas.Keira
Selamat membaca lagi 🍃_______Suara Renan membuat Keira membuka mata, pria itu sudah duduk di kursi meja rias yang tadi bekas diduduki Bastian.Renan masih memakai pakaian kerja walau kemeja sudah tidak dimasukkan ke dalam celana."Masih lemas?" tanyanya dengan raut wajah khawatir. Keira tersenyum getir seraya mencoba bangun. Renan tak berani membantu padahal tangannya gatal ingin memapah lagi tubuh Keira."Aku bawain jus buah naga, kata Ibu, kamu belum makan dari siang? Apa mau di opname aja, Mbak?"Keira menggelengkan kepala. "Jam berapa sekarang?""Delapan malam. Ini ... kamu minum dulu." Renan menyodorkan gelas berisi jus yang ia beli."Ya ampun, aku ketiduran." Tak langsung memegang gelas, ia justru mendesah kesal. "Seharusnya aku siapin bahan masakan untuk besok.""Nggak perlu. Mbak Keira istirahat aja. Cateringan sampai jumat aku udah cancel dan--""Hah!" jerit Keira.Renan menjelaskan jika ia dan Kemal sudah menghubungi pelanggan dan membatalkan cateringan sampai Keira benar
Baca lagi yuk, lah 🍃_____Pagi hari kondisi Keira mulai membaik, ia bahkan sudah mandi tapi setelahnya bingung karena ia libur memasak. Hari rabu itu ia jadi luntang lantung tak jelas mau melakukan apa."Mbak Keira udah enakan badannya?" suara ibu terdengar dari depan kamarnya.Keira berjalan menghampiri seraya menganggukkan kepala. Mereka berjalan ke meja makan, terlihat Kemal sedang bersiap sarapan sedangkan bapak meletakkan tas pakaian di dekat lemari hiasan yang menjadi penyekat ruang tamu dan ruang tengah."Lho, Bapak mau ke mana?" Keira mendelik sendiri."Ke kampung sebentar, ya, Mbak Kei. Sabtu besok ada nikahan anaknya sepupu Bapak. Hari minggu pagi pulang naik kereta dari sana."Keira tak tau hal ini. Bahkan bapak dan ibu sudah membeli tiket bis. Mau gimana lagi, Keira hanya menerima kenyataan ia akan ditinggal di rumah. Minah dan Rini juga diliburkan, tetapi semalam Kemal memberikan uang saku selama kedua asisten Keira libur, tak tega juga."Berangkat ya, doain kerjaan Kem
Met bacaaaa ... 🍃_______Reynan melepas pelukannya, Keira beranjak perlahan lalu duduk. Keduanya masih dalam suasana gelap gelapan. Senter HP Reynan dimatikan. Suara gemericik hujan dan letusan petir yang menjadi back sound mereka.Keduanya duduk sambil memeluk lutut di depan dada, bersandar pada dinding yang dingin."Nggak punya lilin?" bisik Keira."Nggak." Reynan menyalakan senter di HPnya yang mulai lowbat juga. Sampai kapan mereka akan begitu, berada di situasi serba salah.Keira beranjak saat mendengar suara beberapa orang berteriak BANJIR!Reynan berdiri di belakang Keira, membuat tubuhnya berdempet dengan Keira yang seketika menegang. Ya jelas, lah, tegang kannn ... nyahahaha ... ups!Reynan keluar ke depan teras seorang diri, ia berteriak kepada warga, banjir dimana?!"Dari depan pintu komplek, Mas! Kali perumahan jebol! Listrik bisa-bisa lama nyalanya!" seru beberapa warga yang tampaknya berkeliling memberikan informasi.Reynan kembali masuk. Ia bersandar pada balik pintu
Mareee baca 🍃_____"Mbak Kei!" Suara teriakan Kemal membuat Keira keluar lalu berdiri di depan teras rumah Reynan."Mal! Kemal! Gue di sini!" teriak Keira seraya mengangkat tangan melambaikan ke arah adiknya yang memakai jas hujan lengkap."Ngapain lo di sana!" teriak Kemal tapi berjalan perlahan menerjang banjir ke arah rumah Reynan.Duh, gimana Keira menjelaskannya. Apalagi tanda titik di leher belum ia tutupi.Ah, sudahlah, masa bodo. Terlanjur basah, yasudah banjiran sekalian.Kemal terengah-enggah. Ia lepaskan jas hujan lalu meletakkan di lantai teras. "Air masuk ke rumah nggak? Mbak nggak ngecek?""Nggak." Jawab Keira enteng."Ck. Mbak, di depan banjirnya parah. Motor gue titipin di bengkel si Ujang. Gue jalan kaki ke sini, laper, Mbak. Tengah malam gini gue baru sampe. Bos gue mana?" Kemal menerobos masuk melewati Keira. Terlihat Reynan sedang menyeduh kopi. Ada tiga cangkir di atas meja dapur."Pak Bos," sapa Kemal. "Numpang ke kamar mandi, ya.""Hm." Jawab Reynan singkat. P
Met baca 🌿____________Kemal terus merangkul Ines saat mereka di bandara, bahkan menggenggam jemari tangan Ines seolah tak mau melewatkan momen apapun saat di dalam pesawat.Ines menyandarkan kepala di bahu kiri Kemal, ia hanya diam menyiapkan hati saat tiba di Jakarta semua akan berubah seperti semula.Benar saja, mereka melihat Tatiana datang menjemput tanpa janji terlebih dahulu. Bagus keduanya tau jauh-jauh waktu sebelum Ines melihat Kemal menggandeng jemari Ines sambil berjalan."Here we go," lirih Ines. Ia memberi jarak saat berjalan menuju luar lobi bandara. "Gue beli greentea latte dulu, lo kalau mau duluan, duluan aja, Mal. Its okey," tutur Ines saat sudah dekat beberapa langkah lagi ke arah Tatiana yang tersenyum sumringah melihat calon suaminya di depan mata."Iya." Kemal menjawab singkat, karena ia memakai kacamata hitam, sorot mata kesedihannya tidak bisa terbaca Tatiana."Hai!" pekik tertahan Tatiana. Ia memeluk Kemal singkat yang tidak dibalas Kemal karena tangan kana
Met baca 🌿_____________Alunan musik berdentum keras di dalam club mewah yang ada di kota itu. Ines dan Kemal duduk sambil menatap manusia melantai meliukkan tubuh."Minum nggak?" tawar Kemal."Sinting," ketus Ines melirik Kemal yang bahkan sejak tiba beberapa menit lalu belum memesan apapun."Kenapa ke sini, sih, Mal." Ines menyenggol bahu Kemal dengan bahunya."Gue pikir lo suka ke tempat kayak gini. Biasanya orang lagi galau ya ke sini.""Gila. Mendingan gue lo ajak makan rawon tiga mangkok sama es krim." Ines masih sewot."Tadi kan udah makan sebelum ke sini, rawon juga. Masih kurang?" Kemal tak kalah ngegas."Gue nggak suka di sini. Gue nggak mau." Wajah Ines memberengut, Kemal beranjak, menggandeng tangan Ines berjalan keluar dari club malam itu."Tempat ini padahal mahal dan mewah, bukan sembarangan, lo nggak mau." Kemal masih menggandeng tangan Ines sambil berjalan keluar. Sekuriti terkejut karena Kemal tak lama di sana."Kenapa pulang, Boss? Belum ketemu Gilbert," tanya sek
Met baca 🌿_____________Ines bergerak cepat, ia mencari tau kantor lelaki yang pantas dipanggil papa oleh Alta karena ayah kandungnya. Di kantor, ia menggali informasi hingga rinci.Tujuannya, memastikan jika Alta tidak boleh tau fakta sebenarnya karena usia belum cukup matang. Sesuai rencana Keira, ia akan jujur saat Alta sudah cukup umur."Bu Ines, ada surat nih, tapi kok dari pengadilan Surabaya," tukas resepsionis seraya menyerahkan amplop coklat."Oh, iya, makasih, ya." Ines menerima amplop, ia buka dan membaca. Surat panggilan sidang kasusnya, ia harus ke Surabaya dalam waktu dekat.Segera Ines menghubungi om Wisnu yang ternyata sudah tau dan memang mau Ines hadir. Ines sedang serius bicara dengan om Wisnu di telepon saat Kemal berdiri di depan meja kerja, merebut surat yang tergeletak di atas meja kerja Ines.Ia baca dengan seksama, lalu memperhatikan Ines hingga selesai menelpon omnya."Berangkat sama gue," putus Kemal. Ines menggeleng. "Gue temenin lo, Nes," lirih Kemal kar
Met baca 🌿_____________Makan siang bersama Tatiana juga di kediaman Keira sengaja diadakan. Kali itu Kei tak masak, ia memesan makanan khas arab juga makanan penutup dari toko kue langganannya.Ines membantu menata piring, gelas, serta peralatan makan lainnya di meja panjang tertutup taplak meja warna emas di halaman belakang."Gue bantu," tukas Kemal lantas mengambil alih nampan besar berisi sendok juga garpu dari tangan Ines."Udah, nggak usah. Temenin sana calon istri," celetuk Ines. "Luar biasa lo, Mal, baru sekali dikenalin langsung sat set," lanjut Ines lagi.Kemal menunduk sejenak, lalu mengangkat kepala menatap Ines yang lanjut menata peralatan makan."Ibu yang nyeplos begitu. Gue sama sekali belum kepikiran ke arah sana."Ines tersenyum, "ya bagus, dong. Tandanya lo emang harus menyegerakan." Ia menatap Kemal yang berdiri sambil memegang pinggiran meja, wajahnya tampak kebingungan. "Mal, turuti maunya Ibu."Kemal hanya bisa diam mematung, kedua matanya mengikuti gerak Ines
Met baca 🌿_________Ines memasukan dress dan sepatu yang ia beli ke dalam kotak lalu meletakkan di dalam lemari pakaian. Segera ia beranjak untuk istirahat karena hari sudah malam. Dexter juga tidak menghubungi karena berada di pesawat menuju Madrid.Janjinya pria itu akan menghubungi Ines jika sudah tiba atau tidak terlalu sibuk karena pekerjaan di sana sudah menunggu dirinya.Jemari Ines mengusap layar ponsel, melihat-lihat aplikasi belanja online sekedar cuci mata. Awalnya, hingga ia justru belanja beberapa barang kebutuhan pribadi."Yah, kok udah sejuta aja. Aduhhh ...," keluh Ines setelah sadar melakukan pembayaran. Saldo di rekeningnya tersisa dua juta hasil pinjam dari Keira. "Gimana gue idup. Mulai besok nggak mau berangkat dan pulang bareng Kemal."Pusing memikirkan keteledorannya, ia putusnya menerima fakta harus irit. Pintu kamarnya di ketuk, Ines beranjak cepat. Kaget seketika saat Kemal sudah pulang dari acara bersama Tatiana."Udah.""Oh, yaudah." Kemal memutar tubuh,
Met baca_______"Kopi gue mana?" tegur Kemal saat Ines menyerahkan draft bahasan rapat yang akan Kemal lakukan lima belas menit lagi dengan para manajer."Emang lo minta? Lagian rapat lo juga nggak pernah ngopi, Mal." Ines masih berdiri di sisi kanan Kemal tepat di tepi meja kerja."Lagi pingin," jawab Kemal tanpa menatap, ia sibuk membaca draft yang diberikan Ines."Nggak usah, deh, gue sibuk."Mendengar itu seketika Kemal mendongak menatap Ines yang sedang senyam senyum. "Sibuk apa.""Balesin chat dari Dexter," jawab Ines santai. Kemal mengerutkan kening. "Gue mau coba LDR sama dia. Ya, nggak jelas statusnya sih, tapi kayaknya dia naksir gue, deh, Mal.""Ck. Jangan gampang luluh. Inget nggak cerita sebelum-sebelumnya?" sindir Kemal yang menutup map lalu menyiapkan tablet juga ponselnya, ia bersiap beranjak pergi."Mal, dia beda, deh. Gue mau coba. Lo aja deketin Tatiana, masa gue nggak. Nggak adil, lah." Ines bersedekap."Terserah lo. Kalau ada apa-apa tanggung sendiri akibatnya. N
Met baca_______"Aku masih nggak percaya secepat ini kamu mau untuk kita coba lebih dekat, Mal." Tatiana menunduk malu, bahkan menyembuyikan wajahnya yang memerah dengan beberapa kali menatap keluar saat keduanya berada di dalam mobil saat perjalanan pulang. Kemal mengantar Tatiana pulang, hal itu spontan ia lakukan karena sudah terlanjur bicara jika ia mau memulai menjalin hubungan dengan Tatiana di depan Ines dan Dexter."Maaf kalau kesannya mendadak juga, buru-buru." Kalimat Kemal direspon gelengan kepala Tatiana."Nggak, kok, nggak mendadak." Tatiana memejamkan mata, ia terlihat terlalu bahagia. "Maksudku, jadi ... gini, lho ... kamu tau aku—"Kemal menghentikan mobil saat lampu merah di perempatan pintu masuk menuju komplek elite rumah Tatiana. Kepalanya menoleh ke Tatiana. Ia tersenyum tipis. "Besok pagi ke kantor jam berapa?""Aku?" tunjuk Tatiana."Iya, lah," kekeh Kemal. Tatiana mengulum senyum."Jam tujuh. Kenapa?" Begitu lemah lembut suara Tatiana, beda dengan Ines yang ka
Met baca 🍃__________Pintu kamar keduanya terbuka lebar, sama-sama masih muka bantal dengan rambut acak-acakkan."Morning," sapa parau Ines seraya berjalan ke arah dapur, tak lupa menguap lebar mulutnya karena masih ngantuk."Pagi," balas Kemal lantas membuka laci meja dapur untuk mengambil stok kopi bubuk yang akan ia masukkan ke mesin pembuat kopi otomatis, mahal, dan canggih. Iya, lah, CEO ... masa barang-barangnya jelek."Geser," celoteh Ines saat Kemal menghalanginya hendak membuka kabinet bagian atas untuk meraih piring ceper. Ines melesak begitu saja, berdiri di depan Kemal yang seketika melotot.Tanda bahaya berbunyi! Kemal memejamkan mata karena itunya tersentuh tak sengaja dengan bokong Ines yang masih memakai baju tidur bercelana panjang."Mal! Bisa dikondisikan, kan!" omel Ines lalu buru-buru berjalan ke arah kompor listrik. Kemal tak membalas, ia hanya diam mengatur dirinya sendiri."Lo mau roti atau nasi? Gue masakin nasi goreng." Ines masih kesal karena tadi, Kemal me
Met baca 🍃____________"Pulang?" ajak Ines setelah membuka pintu ruangan Kemal. Sejam lalu dua keponakan dan kakak iparnya sudah pulang lebih dulu. Kemal melirik jam di atas meja kerjanya, sudah tepat pukul tujuh malam. Ia beranjak, memasukan ponsel, tablet, laptop ke dalam tas kerjanya."Mbak Keira kirim makanan sore tadi, dititip di sekuriti lobi. Masak rawon, tapi kita beli telur asin sama gue mau bikin tempe goreng tepung buat pelengkapnya. Mampir ke supermarket sebentar, ya."Kemal mengangguk. Ia memastikan tak ada barang yang tertinggal, lalu berjalan keluar ruangannya bersama Ines."Kapan potong rambut lo?"Mendengar itu Ines menoleh, "kenapa? Ngebet banget mau lihat penampilan gue fresh?" candanya. Kemal hanya diam, tak membalas satu katapun."Mal, Tatiana cantik,kok. Kenapa sih, lo kayak nggak seneng di deketin dia?" Keduanya sudah di dalam lift."Cantik bukan hal utama.""Halah. Cowok di mana-mana pasti menomor satukan penampilan. Logika cowok kan gitu. Itu natural.""Cant