Met baca yes 🍃______Keira dan Minah bahkan harus menyewa angkot untuk membawa belanjaan mereka dari pasar. Sore hari jadwal ke pasar selepas ashar."Mbak, belajar nyetir mobil nanti, ya," celetuk Minah saat mereka sudah di dalam angkot menuju ke rumah. Keira beli peralatan cetakan kue serta loyang tambahan, jaga-jaga jika ada pesanan kue basah lainnya.Beras dua karung besar dan berbagai bahan baku lainnya ia belanjakan langsung."Nanti kalau rejeki saya udah banyak, bisa beli mobil, baru saya beli mobil, Minah.""Harus, Mbak. Jangan mau kalah ssma perempuan lain yang ke mana-mana nyetir mobil sendiri."Keira tersenyum, "bisa aja kamu, Minah.""Mbak, kalau emang Mbak Keira kerepotan banget dan kita banyaj orderan, saya berhenti kerja di rumah orang, deh. Saya kerja sama Mbak aja, tapi saya gajinya bulanan aja, gimana, Mbak? Atau tiap hari minggu, nggak apa-apa, Mbak."Keira mengangguk cepat. Ia memang berharap Minah mau, padahal baru mau ia bahas."Yaudah,.pokoknya makan siang, cem
Met baca 🍃_______Bisnis ya bisnis, cinta ya cinta. Dua hal itu tidak bisa disatukan. Keira pulang ke rumah bersama Minah naik taksi, Bagas harus kembali ke kantor dulu untuk absen juga membuat laporan hasil turun ke lapangan tadi.Sepanjang jalan sampai rumah Keira hanya diam, tawaran pinjaman itu masih ia hitung masak-masak."Mbak Kei, buat besok catering kantor, buahnya pisang?""Iya, kenapa, Minah?" balas Keira seraya meletakkan sepatu pada tempatnya."Pakai pisang barangan aja, Mbak, jangan pisang ambon. Harga lebih hemat barangan. Ukuran juga nggak terlalu besar, pas." Minah duduk di lantai dekat sofa ruang TV."Hapal amat perkara pisang, Minah." Keira tergelak."Yeee ... Mbak Keira, biar keuntungannya lumayan nambah. Kalau Mbak Kei setuju, besok pagi saya mampir ke tukang pisangnya, deket dari kontrakan.""Boleh, deh, semua seratus biji ya, Min. Eh, lebihin deh, buat jaga-jaga." Keira memberikan sejumlah uang ke Minah yang langsung memasukkan ke dompetnya."Mbak, ngomong-ngom
Met baca lagi 🍃Keira terkejut saat pagi-pagi sekali, tepatnya pukul empat ia melihat satu mobil berhenti di depan rumah yang akan ditempati Renan.Ia mengintip dari balik tirai jendela ruang tamu. Mobil itu ia yakini memang punya Renan. Lampu rumah itu menyala, juga pagar dan pintu.Sosok Renan terlihat mondar mandir membawa koper dan beberapa barang lainnya, sendirian. Iya benar, sendirian.Keira berjengkit saat bahunya di tepuk Kemal. "Ngintipin apaan lo?""Itu, tetangga baru," jawab sekenanya kemudian berjalan ke dapur. Ia akan mulai kegiatannya memasak."Minah dateng jam berapa, Mbak? Jadi bawa temennya?" Kemal ikut ke dapur, membantu Keira membawa wajan besar untuk dipindah ke garasi."Jam setengah enam. Jadi, temennya baru lulus SMA, anaknya penjual siomay keliling sama Ibunya buruh cuci di rumah tetangga.""Oh, yaudah. Mbak jadi bisa ringan kerjanya. Bisa urus masakan lain atau kue. Gue ke depan dulu," ujar Kemal."Depan mana?!" Pertanyaan Keira sontak membuat Kemal berhenti
Yuk baca lagi 🍃______Keira pulang dari kafe Boni pukul sembilan malam. Ia menunggu ojek online di depan kafe, sudah sepuluh menit tak kunjung datang padahal, sepertinya terjebak macet karena pantauan dari peta menunjukkan posisi abang ojolnya tidak bergerak.Renan muncul, ia tidak menyapa Keira lagi padahal berjalan di belakangnya. Keira juga malas menyapa, buat apa, kan?Dengan santai Renan masuk ke dalam mobilnya lalu pergi dari sana. Tak lama ojol yang dipesan Keira muncul, lega rasanya karena tak perlu menunggu lebih lama lagi."Maaf lama, Mbak, tadi bantu temen sesama ojol yang mogok, saya bantu antar ke bengkel yang masih buka. Maaf sekali lagi, ya, Mbak," ucap si ojol yang terlihat seperti anak muda."Nggak apa-apa, Mas." Keira memakai helm, lalu naik ke atas motor.Sesampainya di rumah, Keira membayar tunai, ia lebihkan untuk ojol tersebut beli makan. Ia memang sering begitu, tak salah bagi-bagi rejeki jika ada lebihan.Pagar digembok, terlihat Renan juga melakukan hal yang
Baca lagi 🍃"Mbak Keira dianggurin Mas Bagas, jadi gue bawa ke sini. Sorry, ya, kalau ganggu," ujar Kemal begitu polos, atau ... sengaja? Hanya Kemal yang tau.Keira masih duduk di samping Kemal yang menunggu Renan membaca terlebih dulu laporan dari Hari sebelum dibubuhi tanda tangan. Renan memang begitu hati-hati karena bisa panjang urusannya jika seenaknya sendiri main tanda tangan.Kedua mata Keira menangkap banyak tas belanja yang isinya belum dirapikan atau susun ke lemari di dapur juga kulkas. Belum lagi urusan meja makan yang terlihat berantakan."Maaf berantakan. Maklum, tinggal sendirian." Mendadak Renan berujar seperti itu. Keira melirik dan kembali bertemu dengan netra Renan juga."Iya tau. Lagian rumah kamu, bukan rumah aku. Terserah kamu, lah."Terserah? Tetapi Keira sudah tak nyaman duduknya karena melihat bergitu berantakan. Jiwa bersih-bersih dan rapinya sudah meronta sejak tadi. Ia risih melihat hal tak rapi."Kalau mau rapihin, gih, sana, Mbak!" imbuh Kemal sembari
Yuk baca, selamat mengkesal ya 🍃_____Pelukan terlepas, Bagas menangkup wajah Keira dengan kedua telapak tangannya. Tatapan Bagas begitu dalam, melekat hingga Keira bisa merasakan ada yang tak biasa dari pacarnya itu."Kamu mau kita putus?" Seketika pertanyaan itu meluncur dari bibir Keira. Bagas tertawa geli lalu menggelengkan kepala."Justru aku mau kita serius jalani hubungan ini, Kei. Sudah saatnya aku cari seseorang yang menemaniku menjalani hidup. Maaf karena ciumanku yang--""Gas. Aku nggak bisa, maaf."Bak gempa mendadak, Bagas melepaskan tangkupannya pada wajah Keira."Kei, ada apa?" lirihnya, tak disangka Keira akan berkata seperti itu."Aku nggak yakin kita bisa terus ke depannya. Aku pikir, kamu harus perbaiki hubunganmu sama mantan istri. Ciuman perpisahan yang kamu bilang ... nggak make sense buat aku."Keira tak mau hubungannya dengan Bagas kacau dikemudian hari, lebih baik ia akhiri sekarang sebelum terlambat. Pria itu tersenyum sinis, kemudian tertawa sembari memali
Met baca ya 🍃________Keira tak bisa tidur karena memikirkan ucapan bapak, namanya seorang anak pasti akan kepikiran saran juga nasehat dari orang tua.Namun, tak semakin lama matanya menjadi berat dan ia terlelap. Keira bermimpi ia mendapat hadiah dari seseorang yang menghampirinya. Sosok yang tak ia kenali.Sebuah kotak warna marun, saat ia mau membuka seseorang itu berkata jika nanti saja tunggu waktunya tiba.Keira terjaga, saat melirik ke jam dinding sudah pukul empat, saatnya ia bangun untuk kembali ke rutinitasnya.Tubuhnya terasa lemas, pinggangnya linu juga kepalanya terasa berat. Semakin lama semakin terasa dan membuat Keira terpaksa duduk untuk mengontrol diri di garasi.Minah dan Rini datang, mereka segera menghampiri ke arah Keira."Mbak, kenapa?" Rini melihat Keira keringat dingin."Badanku nggak karuan rasanya, kenapa, ya, Rin?" lirih Keira sembari memijat pelipisnya. Rini beranjak ke dapur di dalam, lalu tak lama kembali dengan membawa segelas teh manis panas.Keira
Selamat membaca lagi 🍃_______Suara Renan membuat Keira membuka mata, pria itu sudah duduk di kursi meja rias yang tadi bekas diduduki Bastian.Renan masih memakai pakaian kerja walau kemeja sudah tidak dimasukkan ke dalam celana."Masih lemas?" tanyanya dengan raut wajah khawatir. Keira tersenyum getir seraya mencoba bangun. Renan tak berani membantu padahal tangannya gatal ingin memapah lagi tubuh Keira."Aku bawain jus buah naga, kata Ibu, kamu belum makan dari siang? Apa mau di opname aja, Mbak?"Keira menggelengkan kepala. "Jam berapa sekarang?""Delapan malam. Ini ... kamu minum dulu." Renan menyodorkan gelas berisi jus yang ia beli."Ya ampun, aku ketiduran." Tak langsung memegang gelas, ia justru mendesah kesal. "Seharusnya aku siapin bahan masakan untuk besok.""Nggak perlu. Mbak Keira istirahat aja. Cateringan sampai jumat aku udah cancel dan--""Hah!" jerit Keira.Renan menjelaskan jika ia dan Kemal sudah menghubungi pelanggan dan membatalkan cateringan sampai Keira benar
Met baca 🌿__________Kemal dan Ines berada di kampung halaman hampir satu minggu. Semua berubah semenjak bapak pergi untuk selamanya. Apalagi setelah tau bapak ternyata merestui juga membagi-bagi warisan.Diam-diam juga bapak merupakan pewaris tunggal keluarganya yang merupakan juragan tanah di sana. Semua diceritakan ibu di depan keluarga.Kemal sendiri tak bangga mendapat warisan, toh ia sudah kaya raya. Warisan dari bapak justru ia serahkan ke Ines, terserah mau diapakan. Untuknya Ines lah warisan berharga dari bapak untuknya. Itu sudah lebih dari cukup."Nes, jadi pulang siang ini?" Suara ibu terdengar sedih. Ines menoleh, ia sedang berdiri menatap foto keluarganya saat ia masih remaja dulu terpasang di dinding ruang keluarga."Iya, Bu. Kemal udah lama nggak kerja. Ibu mau ikut ke Jakarta?" ajaknya. Ibu berjalan mendekat, menggeleng pelan."Ibu ke Jakarta kalau kamu melahirkan, ya." Tangan ibu mengusap perut putrinya. "Ibu senang kamu bisa hamil diusiamu yang nggak muda tapi Ibu
Met baca 🌿__________Kemal segera membantu Ines berkemas, ia sendiri sudah sejak tadi merapikan pakaiannya ke dalam tas koper."Ayo, sayang," ajak Kemal bicara dengan begitu lembut. Ines duduk mendongak, menatap suaminya nanar. "Ayo, kita pulang." Kemal tersenyum. Ines berdiri pelan, menggandeng tangan Kemal.Kemal meminta pak Darmo segera berangkat bersama putranya untuk menemani selama perjalanan darat karena Kemal dan Ines naik pesawat. Mereka akan lama di sana sehingga pak Darmo diajak setelah izin dengan Reynan meminjam sopir anak-anaknya."Mas Kemal nanti di sana siapa yang jemput?" Pak Darmo harus memastikan."Ada keluarga Ines, kalian hati-hati ya. Saya sudah transfer untuk bensin, tol dan jajan Bapak sama Ado." Kemal membuka pintu taksi. Ado membantu membawakan tas kecil milih Ines yang isinya beberapa barang penting."Hati-hati, Mbak, Mas," tukas Ado."Makasih, Do," jawab Ines pelan.Perjalanan mereka tembuh sambil terus diam namun kedua tangan mereka tak lepas saling meng
Met baca 🌿______Kemal tak henti tersenyum semenjak tiba di rumahnya. Ines langsung lanjut nonton drakor di kamar setelah mandi dan memakai daster."Kamu mau ke mana?" tegur Ines walau matanya menatap ke layar tablet di atas pangkuannya. Ines merebahkan diri di atas ranjang, terlihat sangat malas beranjak."Mau beli buah. Kamu harus banyak makan buah, Nes," jawab Kemal masih mematut diri di depan cermin. Ia meraih sisir di atas meja rias, merapikan rambutnya yang basah setelah mandi."Ngapain sisiran, rambut kamu rapi sendiri. Lurus banget gitu." Kalimat yang diucapkan Ines terdengar seperti dumelan, lagi-lagi bicara tanpa menatap suaminya."Biar rapi aja," sahut Kemal lagi."Biar dilihatin cewek lain barang kali."Kemal diam. Ia meletakkan sisir kembali ke tempatnya lalu melihat istrinya dari pantulan cermin. "Cemburu?" gumam Kemal tapi menahan senyuman saat bicara."Sorry, ya, nggak tuh!" Ines menyelimuti diri setengah badan kembali fokus nonton."Masa, sih, hormon ibu hamil bikin
Met baca 🌿_________Kemal begitu bahagia saat ulang tahunnya dirayakan bersama keluarga di rumahnya. Tak lepas ia tersenyum sambil sesekali menunjukkan kemesraannya dengan Ines yang justru terlihat sedikit sendu.Seharian ia kepikiran bapak dan ibu, ia coba kirim pesan singkat ke bapak tapi tidak dibaca. Saat ke ibu, ibu hanya bilang kalau bapak tidak mau tau urusan juga apa yang terjadi dengan Ines.Ia anak perempuan, hubungan dekat dengan bapaknya sudah erat dari kecil. Perlahan pudar semenjak Ines ngotot merantau ke Jakarta dan kota besar lainnya hingga tersangkut kasus besar.Katon menghampiri Ines di dapur saat adiknya sedang merapikan piring dan gelas yang sudah kering, ia masukkan ke lemari dapur dengan rapi."Besok kalau Mas sempat, Mas ke rumah Bapak. Coba bicara lagi, ya."Ines diam, dengan wajah sendu menunjukkan balasan pesan singkat yang dikirim ibu. Setelah Katon baca ia hanya bisa menghela napas panjang."Maafin Bapak ya, Nes," tukas Katon."Ada juga aku, Mas, yang ha
"Kapan kita mau ke rumah Bapak Ibu, Mal?" Ines baru selesai menyiram tanaman di depan rumah saat Kemal memakai sepatu bersiap kerja."Mau kamu kapan?" Kemal masih menunduk."Terserah kamu. Aku hopeless.""Nggak boleh gitu. Aku cek jadwalku ke Raja, kalau kerjaan aman jumat ini kita ke sana, mau naik apa? Kereta atau pesawat?""Terserah."Kemal mendongak, menatap istrinya yang berdiri menggulung selang."Jangan terserah, Nes." Ia lantas berjalan mendekat. Merapikan rambut Ines yang sedikit acak-acakkan karena angin. "Kita harus kompak."Ines memeluk manja Kemal, ia memang tak yakin jika bapak mau melihat usaha mereka meminta restu. Kemal mengusap pelan punggung Ines, ia tau galaunya Ines karena sudah sebulan menikah tapi bapak sama sekali tidak berkabar. Anak perempuan mana yang tidak sedih."Aku kerja, ya, kamu mau di rumah aja apa jadi ke tempat Mbak Keira? Ervan bilang mereka butuh orang buat auditing keuangan, kamu bisa, kan?"Ines melepaskan pelukan, berjalan ke arah teras meraih
Met baca 🌿_____________Tamu kerabat dekat dan teman kerja sudah pulang sejak beberapa waktu lalu. Tak sampai lima puluh orang yang hadir. Kemal duduk sambil menikmati kopi sore yang dibuat Keira, diam menatap lurus ke tatanan taman bunga yang cantik atas tangan diri Keira."Gue tau perjuangan lo baru dimulai, tapi jangan lihatin ke Ines, kasihan dia." Keira duduk tepat di sebelah Kemal."Salah nggak sih, Mbak? Kalau jadinya begini?""Nggak ada yang salah atau benar, Mal. Udah jalannya dan yang penting lo bisa ubah pelan-pelan. Kapan berangkat bulan madunya?""Tiga hari lagi. Nyamain jadwal terbang Mas Katon, Ines mintanya gitu."Keira merangkul bahu sang adik, lalu ia bersandar pada pundak tegap Kemal. "Ibu bahagia banget. Dari tadi senyum, ketawa dan kelihatan bangga lo nikah juga, Mal. Nggak jadi perjaka tua," kekeh Keira. Kemal pun sama, kedua bahunya bergetar pelan lalu meraih jemari tangan kanan Keira."Mbak, makasih selalu marahin gue kalau gue salah langkah. Maaf lo jadi die
Met baca 🌿__________"Pisah!" tegas Keira saat kedua insan itu sudah kembali ke Jakarta dan langsung menghadap Keira, Reynan dan om Wisnu."Mbakkk," rengek Kemal lemas."Apa! Mau gue tabok lo! Nggak pantes udah tua!" Sambung Keira sambil berkacak pinggang. Vinka dan Alta yang duduk di anak tangga ke lima sambil Alta memangku Daksa hanya bisa cekikikan melihat om kesayangannya diomelin mama mereka."Lo aja belum dapat restu Bapaknya Ines, masih mau minta Ines tetep tinggal sama lo!" Keira ngamuk. Reynan hanya bisa menyerahkan kuasa sidang itu ke istrinya."Gue udah suruh Bibi dan Pak Darmo beresin barang-barang Ines dari tempat lo barusan. Mereka udah jalan. Ines balik tinggal di sini. Elo ...," tunjuk Keira. "Lo datengin Bapak, lo kejar restu Bapak. Jangan pulang sebelum lo dapat restu!"Om Wisnu tak yakin hal itu terjadi. "Om temani, Mal. Om yang tau Kakak Om itu seperti apa. Kapan mau ke sana?""Sekarang, Om." Kemal tegas menjawab."Oke. Om pesan tiket pesawatnya." Segera Wisnu me
Met baca 🌿_______Di bawah guyuran hujan, Kemal terus meminta Ines pulang bersamanya. Ines yang berdiri di hadapannya terus menolak. Ines tak terkena air hujan karena berdiri di bawah atap kedai sederhana itu.Tanpa peduli tubuhnya semakin basah, Kemal membujuk. "Pulang, Nes." Kali ini suaranya bergetar pelan. Ines tetap menolak, bahkan ia meninggalkan Kemal begitu saja, Kemal tak bisa apa-apa selain pergi kembali ke hotel.Kemal berendam air hangat di bath up kamar hotel, ia merenungi kebodohannya. Kedua matanya terasa panas, ia sadar jika sedetik lagi air matanya jatuh.Benar saja, ia menangis, membungkam mulutnya dengan telapak tangan kanan. Sesakit ini melihat Ines menjadi menjauh darinya. Semenyengsarakan ini rasanya ditolak Ines yang bertahun-tahun memahami dirinya seperti apa.Apakah kali ini ia menyerah? Membiarkan dirinya menjadi bujangan tanpa mau memikirkan berumah tangga?Menjelang tengah malam, Kemal masih terjaga, ia mengusap tengkuknya saat berkutat dengan pekerjaan
Met baca 🌿___________Suara wajan di atas api yang menyala besar juga kesibukan lain di dapur membuat Ines ingat bagaimana Keira dulu memulai usaha catering yang dirintis dari nol hingga sukses seperti sekarang.Begitu pula ingatan Ines bagaimana awal mula pertemuan dengan Kemal yang ia anggap sombong kini justru menempati ruang hati terdalamnya.Ia berdiri, menunggu pesanan pelanggan siap sambil memeluk nampan coklat. Tiga juru masak berlomba-lomba menyelesaikan masakan untuk dihidangkan, Ines melirik ke sudut dapur, terdapat meja bahan baku yang siap diolah.Hela napas panjangnya membuat salah satu rekannya mendekat. "Ada apa?" tanyanya dengan logat melayu."Tidak ada apa-apa," jawab Ines diakhiri dengan senyuman. Satu juru masak memindahkan makanan dari wajan ke mangkok besar, Ines mendekat seraya meraih selembar tisu dapur. Dirapihkan makanan itu dari noda yang berceceran disekeliling mangkok karena juru masak buru-buru menuangkan.Ines siap membawa pesanan makanan ke meja pelan