Troli Baskara sudah setengah penuh dengan berbagai bahan makanan baik segar maupun kering ketika dia mulai menyusuri setiap lorong supermarket untuk mencari keberadaan sahabatnya. Baskara sudah mencari di bagian mie instant tapi dia tidak menemukan sosok Gala. Entah ke mana dia. Sesekali Baskara akan berhenti jika menemukan abrang yang sekiranya dibutuhkannya. Terkadang dia membandingkan beberapa merk sebelum memutuskan mana yang akan diambilanya. Tidak jarang pula dia mengembalikan barang itu ke tempat semula karena berubah pikiran. Jika dibiarkan Baskara bisa berlama-lama di supermarket. Terdengar aneh tetapi supermarket serupa dengan playground baginya. Berwarna dan menyenangkan melihat berbagai barang yang terpajang di setiap raknya. "Gue cariin dari tadi ternyata lo di sini," tiba-tiba Gala muncul dari belakang dengan tangan penuh mie instant juga beberapa botol bir. Berbeda dengan Baskara yang tidak pernah menyentuh minuman beralkohol, sahabatnya merupakan pecinta alkohol. Bir
Bab 22: Siapa?"Bas! Woy!" Kali ini Gala tidak berhasil menahan diri untuk tidak menoyor kepala sahabatnya yang masih terbengong, "Dorong troli. Ikuktin gue!" "Ke mana?" Meski bertanya dan tidak mengerti apa yang akan dilakukan oleh sahabatnya, pria itu langsung mengikuti Gala yang sudah berjalan mendahului. Gala gemas. Sepertinya akan percuma jika dijelaskan sehingga dia memutuskan untuk memaksa Baskara agar bertindak. Dia tidak ingin Baskara menyesali kebodohannya yang membiarkan kesempatan sebagus ini lepas begitu saja. "Sana samperin," Gala berhenti ketika menemukan sosok Aruna di salah satu lorong supermarket. "Harus?" Baskara merendahkan suaranya hingga serupa dengan bisikan."Harus! Gue nggak mau lo nyesel lagi, Bas. Baru kemarin lo curhat ke gue kalau keinget dia terus. Lo bahkan sampai stalking media sosial dia.""Gue nggak stal..." "Ya, ya, terserah lo," Gala langsung memotong ucapan pria itu. Ada yang lebih penting yang harus dilakukan saat ini. "Tapi..." Baskara menj
"Udah?" Gala langsung bertanya dengan penuh selidik ketika Baskara menghampirinya. Tentu pertanyaan itu hanya basa-basi karena dia yakin kalau sahabatnya itu bahkan belum berhasil menyapa Aruna. Dia sangat mengenal Baskara hingga dapat memprediksikan setiap langkah diambil pria itu. Baskara tidak pernah ragu jika diminta berbicara di depan puluhan bahkaan ratusan orang. Namun lain ceritanya jika harus berhadapan dengan wanita. "Belum. Mau nyapa tapi terus ada cowok yang nyamperin," Baskara mengambil alih troli, "Kelihatan deket gitu." "Deket gimana? Pacar?" Gala bertanya penuh rasa ingin tahu. "Nggak tahu. Kita balik aja. Nggak enak kalau ganggu." Gala tidak berkomentar. Dia memperhatikan wajah sahabatnya. Raut kecewa jelas terlihat. Menyadari hal itu, tentu saja Gala tidak dapat tinggal diam. Lagi pula ini merupakan kesempatan yang terlalu baik untuk dilewatkan. Jauh dalam hati pria itu tersimpan keinginan agar Baskara dapat menyelesaikan apapun yang masih tersisa di antara dia
Sejak tadi Gala berusaha menahan tawa. Itu semua karenan tingkah Baskara. Pria itu diam-diam terus menerus melirik ke arah Gala. Tidak hanya itu, Baskara juga berulang kali terlihat membuka mulut seperti ikan mas koki. Ada yang ingin ditanyakannya tetapi sampai sekarang masih tidak terucap. Seakan tidak menyadari itu semua, Gala membantu Baskara meletakkan barang-barang belanjaan mereka di atas kasir sementara dengan telaten sahabatnya menata belanjaan ke dalam kardus yang disedikan oleh pihak supermarket. Sejak setahun yang lalu supermarket ini memang tidak lagi menyedikan tas kresek sekali pakai. Sebagai ganti mereka menjual tas kain dan menyediakan kardus secara gratis. "Ada tambahan lainnya, Pak?" Kasir dengan ramah bertanya ketika selesai men-scan barang terakhir yang ada dlam troli. Baskara langsung menggelengkan kepala, "Udah semua.""Baik, saya bantu untuk proses pembayarannya. Segera setelah kasir itu menyebutkan nominal yang harus dibayarkan olehnya, Baskara mengeluarkan
"Tadi siapa, Mbak?" Hansa bertanya memecah keheningan yang menyelimuti lift. Apartemen mewah yang ditempati oleh Aruna menyediakan private lift sehingga sangat jarang sesama penghuni bertemu di lift. Walau sudah tinggal di sini selama setahun tetapi gadis itu sama sekali tidak pernah tahu siapa saja penghuni yang lain. "Siapa?" Aruna balik bertanya sambil menatap pria yang lebih muda itu dengan bingung. "Tadi yang temu di supermarket siapa?" Hansa kembali bertanya kali ini dengan lebih detail. "Oh itu!" Dia tertawa kecil, "Kakak kelas waktu di SMA." "Cuma kakak kelas?" Hansa bertanya lebih jauh."Iya. Kenapa kamu nanya gitu banget?" "Kalau dari yang aku lihat hubungan kalian lebih dari itu." "Maksud kamu?" Aruna berpura tidak paham dengan pertanyaan yang diajukan Hansa. "Nggak mungkin kalau cuma kakak kelas," dia tersenyum penuh arti."Memang cuma kakak kelas. Tapi dulu lumayan dekat. Jangan mikir kejauhan, ya! Dia bukan makan mantan aku." "Beneran? Kalau mantan juga nggak ap
"Faaa," Hansa sudah berteriak sejak keluar dari lift dan masih berada di foyer unit apartemen Aruna, "Lo harus tahu tadi kita ketemu siapa!""Siapa?" Setelah bertanya gadis yang cuma merupakan pegawai magang di KAMALA itu menyebut sederetan nama aktor pria terkenal di negara ini. "Salah semua! Kita ketemu dengan sahabat mantannya Mbak Aruna!" "Terus kenapa lo seheboh itu? Bukannya kita udah berapa kali ya ketemu sama mantannya Mbak "Denger dulu makanya," tergesa Hansa meletakkan totebag kain berisi berbagai camilan yang akan menemani mereka mengerjakan deadline malam ini di island pantry unit apartemen Aruna. Dia sembarangan kemudian setengah berlari menghampiri Fahira yang serius menatap layar iPad. "Fa, dengerin gue dulu. Ini penting!" Hansa menarik iPad Fahira hingga gadis itu berteriak kesal. "Iiih! Apa, sih?! Udah mau selesai itu konsepnya. Besok bisa tinggal take aja kita!" Fahira mengerucutkan bibir dengan kesal. "Dengerin cerita gue dulu. Nanti gue bantuin urusan ini. Jad
Selesai mengupas bawang putih dan bawang merah, dengan cekatan Baskara mengiris beberapa siung yang sudah dipisahkannya. Dia mengirisnya cukup tipis. Selanjutnya dia mengiris cabai rawit. Kebetulan dia dan Gala sama-sama menyukai hidangan pedas hingga Baskara sengaja mengiris cabai rawit cukup banyak. Sambil menunggu minyak cukup panas, Baskara mengambil tiga bungkus indomie rasa kari ayam, telur ayam dan sawi serta daun bawang yang akan dimasukkan belakangan. Entah sudah berapa kali Baskara memasak indomie kari ayam hingga dia menghapal setiap langkahnya dengan baik. Dia bahkan pernah bercanda mengatakan kalau dia dapat memasaknya bahkan dengan mata tertutup. Meski itu tentu tidak mungkin. Bagaimana mungkin dia mengiris bawang dan cabai rawit dengan mata tertutup?" "Gilaa, kangen banget gue sama aroma ini," Gala yang sebelumnya asyik menonton di ruang duduk langsung menghampiri Baskara di pantry ketika aroma tumisan bawang dan cabai mulai tercium. "Kalau lo sering pulang ke ruma
Dengkuran halus terdengar samar dari kamar tamu. Setelah menghabiskan semangkuk mie dan dua kaleng bir, Gala memutuskan untuk menginap dan dalam hitungan menit pria itu sudah terlelap. Tentu saja dia tidak merasa perlu untuk meminta izin kepada sang empunya unit apartemen, Baskara. Toh, dari dulu dia sering menginap di tempat tinggal sahabatnya itu. Berbeda dengan Gala yang sudah tenggelam dalam dunia mimpi, mata Baskara masih nyalang. Kantuk yang biasa sudah menyapa seakan enggan untuk hadir. Setelah selesai makan dan membersihkan dapur, percuma menunggu Gala karena itu tidak akan dilakukannya, dia mulai memeriksa ponsel. Mengecek email dan pesan yang harus dibalas atau sekadang menata pekerjaan untuk dilakukan besok. Tepat ketika dia akan membuka aplikasi email, ada notifikasi pesan masuk. Dari Gala. Pesan itu yang membuat tidak kunjung terlelap. Sebenarnya itu bukan pesan. Ya, tidak ada pesan yang dikirimkan oleh Gala. Sahabatnya itu hanya mengirimkan nomor ponsel dan email