Mas Yusuf terdiam salam beberapa saat, lalu ia kembali mengangkat wajahnya menatapku tampak jujur."Mia, saya akui. Saya sudah bisa mengingat kejadian kala itu. Sebelum menikah saat kita berdua tengah salah paham, perasaan saya kala kitu benar-bebar terkoyak. Saya mabuk bersama Jenifer. Sesuatu entah pengaruh alkohol atau semacam obat seperti telah mempengaruhi emosi saya. Saya tidak sadar. Esok harinya saat membuka mata, saya melihat Jenifer tertidur di samping saya. Saya terkejut kala itu. Ternyata semua telah terjadi tanpa saya sadari," jelas Mas Yusuf. Aku sampai meneteskana air mata mendengar penuturannya. Meski pun pahit terasa, kali ini suamiku benar-benar terlihat berbicara dengan jujur. Lalu, apa yang harus aku lakukan? Kejujuran Mas Yusuf memang terasa menusuk jantungku. Tapi, dia sudah berusaha terbuka dengan dosa masa lalunya."Mia, maafkan saya. Saya akui kesalahan itu memang akan melukai hatimu. Tapi, itu terjadi sebelum pernikahan." Mas Yusuf melanjutkan penjelasannya.
Aku segera ke belakang sebentar, meminta Ijah memainkan benda mainan tapi seram yakni tikus got. Dengan dalih membawa teh hangat, Ijah sungguh piawai menaruh tikus itu di dekat bantal Jenifer saat Mas Yusuf dan Khaila berusaha membangunkan maduku yang bermuka dua itu."Mas!" Mas Yusuf menoleh ke arahku saat kupanggil. "Kenapa?" "Itu, Mas!" Aku meluruskan jari jeluntuk ke arah Jenifer."Apa?" Mas Yusuf tak memahami maksudku. Dia mencari sesuatu sesuai arah jari telunjukku."Itu, Mas! Di dekat rambut Jenifer kok seperti ada bangkai tikus. Gede banget lagi," laporku dengan suara meringgis takut. Padahal aku hanya pura-pura karena hanya tikus got mainan yang ada di dekat Jenifer."Mana?" Mas Yusuf tampak mencari hewan kecil itu. Pun dengan Khaila yang berdiri di dekatku."Mana ada tikus?" timpal Khaila."Itu, di dekat kepala Jenifer. Serem sekali melihatnya," jeritku semakin membuat mereka was-was.Mas Yusuf yang juga terlihat jijik masih berusaha mencari hewan menjijikan itu."Ih jijik
"Mas." Mas Yusuf menoleh seraya duduk di atas ranjang seperti sebelumnya. Wajahnya terlihat masih menyimpan kekesalan. Mungkin kesal karena Jenifer telah menganggu jam istirahatnya."Kenapa?" tanyanya. Sepertinya mood suamiku telah berantakan."Kamu mendengar ancaman dari, Jenifer?" Aku hanya memastikan saja. Tapi suamiku semakin terlihat tegang."Apa pun yang akan dikatakan, Jenifer. Jangan lagi percaya. Bukankah kita sudah tahu kalau dia licik," jawab Mas Yusuf. Padahal aku hanya ingin tahu bentuk ancaman Jenifer."Baiklah, Mas." Aku mengangguk paham. Tak bisa lagi bertanya yang aneh-aneh selama situasi Mas Yusuf tengah emosi.Malam ini, kami sama-sama tertidur lelap. Tak ada aktivitas suami istri yang kami lakukan karena sepertinya Mas Yusuf terlanjur kacau dengan emosinya.Pagi harinya saat aku membuka mata, kulihat Mas Yusuf sudah tak ada di sampingku. Aku segera bangkit. Mungkin suamiku tengah mandi. Tapi, tak ada suara percikan air di dalam kamar mandi. Karena penasaran, kuper
Kami berdua sudah siap akan pergi. Entah kemana suamiku akan membawaku hari ini. Di depan rumah Jenifer sempat bertanya pada Mas Yusuf. Mungkin karena dia penasaran."Kalian mau kemana?" tanya Jenifer menahan langkah kami."Saya hanya berusaha adil, Jenifer. Kemarin saya sudah sempat pergi ke Bali bersama kamu, maka hari ini adalah waktunya saya pergi bersama, Mia." Mas Yusuf dengan tegasnya.Jenifer tampak menghela napas kesalnya. "Ya sudah." Setelah itu dia pergi dan semoga saja tidak ada drama yang lain yang dia lakukan demi menahan langkah kami.Sapety belt telah terpasang. Kami sudah duduk di kursi depan mobil Mas Yusuf. Kali ini, Mas Yusuf yang akan mengemudikan kendaraan roda empatnya. Aku mengukir senyum dan merasa bahagia setelah berapa bulan hari-hariku selalu terasa mendung."Kita sarapan dulu ya," kata Mas Yusuf di tengah perjalanan. Aku mengangguk sebagai tanda mengiyakan.Mobil Mas Yusuf menepi di sebuah restaurant favoritnya. Aku kembali dibuat menyeringai karena suamik
Bastian nampak tegang. Dia melemparkan tatapan pada kekasihnya. Lalu berbicara pada Mas Yusuf, "Maaf, saya sibuk." Bastian langsung menarik tangan wanita di sampingnya kemudian pergi secepat kilat."Hei, tunggu!" Mas Yusuf berusaha mengejar langkah mereka. Akan tetapi nihil. Aku yang berada di belakang Mas Yusuf, melihat Bastian langsung naik kendaraan roda dua bersama wanitanya. Kendaraan itu melaju dengan kencang meninggalkan area restaurant tanpa perduli dengan teriakan Mas Yusuf yang memanggil."Sial!" Mas Yusuf menghempaskan sebelah tangannya karena kesal telah gagal mengintrogasi Bastian."Tenang, Mas. Saya yakin, kamu pasti mendapatkan, Bastian." Aku mengusap bahu suamiku guna menenangkannya.Bersamaan dengan itu, ponsel Mas Yusuf terdengar berdering. Suamiku merogoh saku jasnya guna mengambil ponsel pintar yang sedari tadi terus saja membunyikan dering panggilan masuk.Bola mata Mas Yusuf kian bertambah tajam saat melihat layar ponselnya."Siapa, Mas?" Aku bertanya. Penasaran
"Oke!" Balas Mas Yusuf pasrah."Tapi, Mas. Sepertinya kamu serius. Kenapa, Mas?" Aku melepaskan pelukan lalu menelaah wajah suamiku.Masih tersungging senyuman di bibirnya. Tapi seperti dipaksakan. "Tidak ada apa-apa. Saya hanya khawatir Jenifer akan mengatakan hal yang macam-macam saat saya tak ada di samping kamu. Jenifer itu licik. Dia bisa membuat saya tidur dengannya tanpa sadar," jelasnya."Ya, Mas. Saya sudah menduga kok. Wanita itu sudah terbukti menghalalkan segara cara demi memisahkan kita. Saya tak akan mudah terhasut," tekanku. Mas Yusuf terlihat lega mendengar jawabanku.Dia semakin mempererat genggaman tangannya. "Saya hanya ingin, kamu menjadi wanita terakhir dalam hidup saya. Semenjak awal, saya sudah yakin sama kamu. Maka saya tak akan membiarkan siapa pun memisahkan kita." Mas Yusuf mengecup sebelah tangan kananku dengan lembut dan kehangatan."Saya juga sudah yakin dengan kamu, Mas," balasku.Seharian ini kami berdua melewati dengan kebersamaan di tepi pantai. Makan
Beberapa menit kemudian, Mas Yusuf keluar dari super market sambil menenteng paper bag berwarna coklat di lengan kanannya. Suamiku berjalan menuju mobil. Dia masuk ke dalam mobil."Apa ini, Mas?" tanyaku. Paper bag coklat itu diletakannya di tengah-tengah."Buahan-buahan. Kalau kamu tak suka strawberry, saya beli buah mangga dan jeruk." Mas Yusuf memasang kembali safety beltnya.Kupikir Mas Yusuf perhatian padaku. Aku membuka paper bag di sampingku. Kulihat isinya memang ada beberapa buah yang manis-manis. Mangga, jeruk, anggur dan lain-lain. Tapi sebagian buah yang membulatkan kedua bola mataku yakni strawberry. Untuk apa Mas Yusuf membeli strawberry? Bukankah sudah aku katakan kalau aku tak suka strawberry. Baiklah, aku tak akan bertanya lagi. Aku akan lihat nanti, untuk siapa buah asem ini.Sesampainya di rumah, aku membawa paper bag itu karena Mas Yusuf tak membawanya.Di depan rumah, sudah berdiri maduku. Dia menyambut kedatangan Mas Yusuf dengan wajah semringah."Hai, Mas!" Sua
Dia tersenyum padaku. Lagi-lagi senyuman yang selama ini selalu kurindukan telah kembali lagi."Kamu tidak sadar dengan kedatangan saya?" tangan Mas Yusuf masih melingkari tubuhku. Aku menaikan bahu. Banyak misteri yang berseliweran di benak sehingga aku sampai tak sadar dengan kedatangan suamiku.Mas Yusuf membelai rambutku. "Mia, malam ini saya akan menunaikan kewajiban saya sebagai seorang suami."Degup jantungku terasa memompa dengan cepat. Ada rasa gugup karena aku dan Mas Yusuf memang belum pernah melakukannya."Kok kamu diam?" Mas Yusuf menatapku."Saya, saya-"Mas Yusuf meluruskan jari telunjuknya di depan bibirku. "Sudahlah, jangan gugup."Mas Yusuf langsung membopong tubuhku ke atas ranjang. Dibaringkannya tubuh ini di atas ranjang. Sungguh aku merasa malu dan tak bisa memulai duluan.Tapi sepertinya waktu memang masih terlalu sore untuk memulai permainan panas di atas ranjang sehingga gangguan kembali terdengar di depan pintu kamar.Tok tok tok!"Siapa sih? Ganggu saja!" M