Sepuluh juta! Itu adalah angka yang sangat besar bagiku untuk sebuah pakaian. Sebelumnya saat berumah tangga dahulu, aku pun belum pernah membeli pakaian dengan nilai fantastic seperti ini. Tentu ini adalah kali pertama yang membuat degup jantungku serasa kencang."Terima kasih!" Yusuf dengan santainya menerima kartu debit miliknya kemudian mengajakku segera pergi.Aku mengikuti langkah Yusuf yang terasa cepat menuju mobil mewahnya. "Tunggu, Pak. Pelan-pelan," ucapku yang tak dihiraukannya.Yusuf masih dengan langkahnya yang cepat. Apa dia tak sadar kalau saat ini aku telah memakai high heels dari butik. Beruntung aku telah piawai memakai high heels sehingga bisa menggunakannya dengan aman."Cepat banget sih jalannya, Pak," sindirku. Aku telah duduk di kursi depan di samping Yusuf. Segera kupakai safety belt karena Yusuf sudah siap dengan setir mobilnya."Lagian, kamu yang jalannya lama," balasnya tanpa melirik. Yusuf segera melajukan kendaraan roda empatnya.Sebenarnya aku masih pena
Ya Tuhan. Jadi ini Mia? Mengapa Mia bisa secantik ini? Aku sampai tak dapat mengenali wajahnya. Bentuk tubuhnya juga indah saat dibalut gaun mewah. Mengapa aku baru menyadari kecantikan Mia. Kemana saja aku selama ini?"Pak Fery!" Pak Yusuf melambaikan sebelah tangannya di depan wajahku. Aku baru sadar dari lamunan. "Sorry, Pak." Aku mengusap wajahku dengan kasar. Jangan sampai Mia merasa tinggi. Bisa-bisanya aku menatap mantan istriku terlalu lama."Pak Fery, kenapa?" Pak Yusuf bertanya lagi kepadaku."Oh tidak apa-apa, Pak Yusuf. Saya-" Aku menggantungkan ucapan karena bingung harus menjawab apa. Sementara saat netra ini kembali melihat ke arah Mia, aku lihat mantan istriku itu hanya diam dengan merapatkan bibir tanpa terlihat sedikit pun senyuman menggaris di bibirnya.Sungguh wajah Mia yang cemberut itu sangat membuatku jadi merindukannya."Pak Fery, jangan gugup begitu. Kita sedang berpesta bahagia dengan pernikahan teman kita. Mari kita ambil minum untuk bersulam," ajak Pak Yu
Sungguh aku muak dengan, Fery. Dia selalu saja muncul di saat yang tidak tepat. Di saat Yusuf mengajak Fery untuk bersulam bersama, gegas aku menolak dengan tegas. Aku tidak mau bersama-sama Fery walau pun sekedar bersulam."Maaf, Pak Yusuf. Saya tidak mau makan atau pun minum bersama-sama orang itu!" Aku melirik sinis ke arah Fery. Aku juga memberikan isyarat pada Pak Yusuf kalau aku enggan untuk dekat-dekat dengan mantan suamiku."Kok begitu, Mia! Kenapa? Saya ini farthner kerja, Pak Yusuf. Kamu tidak bisa mengatur-atur, Pak Yusuf." Bisa-bisanya Fery memprotes. Dia pikir dia siapa."Saya tidak mengatur siapa pun. Saya hanya tidak mau dekat-dekat dengan anda!" tegasku lagi kepada mantan suamiku. Rasa sakit ini masih tetap sama. "Iya, Mia. Tidak apa-apa. Kita akan minum berdua saja ya," ucap Yusuf yang akhirnya paham dengan maksudku."Pak Fery, mohon maaf. Saya dan Mia akan memilih tempat duduk yang lain untuk berduaan saja." Tanpa basa-basi Yusuf segera beranjak dari tempat duduk usa
Hari ini adalah hari kedua menjadi asisten Yusuf. Aku merasa bersyukur saat ini Yusuf menampakan sikapnya yang baik. Aku hampir tak melihat lagi wajah sombong dan angkuh dalam dirinya. Dia juga memperlakukanku layaknya farthner kerja, bukan bawahan. Lagi-lagi aku sangat bersyukur pada Tuhan atas semua karunianya. Saat ini aku merasa dikelilingi orang-orang baik seperti Bu Anjani dan Yusuf. Aku juga sudah bekerja sebagai asisten dengan gaji yang tak terlalu kecil. Setidaknya biaya hidup akan terpenuhi.Aku bekerja semaksimal mungkin. Aku tak akan membuat atasanku kecewa. Aku juga tak akan membuat Bu Anjani kecewa. Hari ini semua pekerjaan telah selesai dengan baik. Aku segera beranjak dari tempat duduk, tempatku bekerja. "Kamu sudah mau pulang?" Suara Yusuf bertanya dengan lembut. Aku mendongak sambil menggantungkan tas selempang pada bahu."Iya, Pak," jawabku sambil mengangguk."Mau saya antar?" Yusuf menawarkan diri."Tidak usah, Pak. Saya selalu bawa kendaraan," jawabku lagi denga
Hari berlalu begitu cepat. Kini tiba saatnya hari yang ditunggu-tunggu yakni hari pernikahan Siska. Sahabatku juga telah memberikanku gaun yang indah untuk dikenakan pada hari pernikahannya. Padahal aku sudah menolak karena telah memiliki gaun pemberian Yusuf kala itu. Tapi, Siska memaksa. Dia tetap menginginkan aku memakai gaun yang dia inginkan.Aku telah dimake up. Gaun telah melilit tubuhku. Rambutku digerai dan ditata rapih. Aku berjalan menemani Siska di sampingnya. Menggandeng tangannya sampai proses akad pernikahan selesai. Sungguh aku merasakan kebahagiaan yang saat ini Siska rasakan. Aku sampai meneteskan air mata karena terharu. Sungguh pemandangan yang membuatku bahagia melihat semua kebahagiaan Siska.Dalam acara pesta pernikahan Siska yang digelar seusai akad selesai, aku melihat Yusuf datang dalam acara Siska. Rupanya Siska mengundang Yusuf. Aku menghampirinya karena dia adalah atasanku."Selamat siang, Pak!" Aku menyapa dengan ramah."Siang juga, Mia. Kamu terlihat ang
"Mungkin Pak Yusuf harus belajar ikhlas," ucapku. Ah aku tak tahu harus bicara apa. Aku juga tak tahu harus menanggapi apa. Sungguh aku tak paham dengan cerita Yusuf saat ini."Ikhlas! Apa hubungannya?" Suara Yusuf terkejut."Ya ikhlas aja. Jangan menyimpan kebencian di dalam hati. Bukan apa-apa, itu hanya akan membuat hati kita tertekan," celotehku. Ah sepertinya tidak nyambung tapi terserah aku tak paham. Kalau kata Siska kan aku lemot."Masa sih! Kamu juga masih menyimpan kebencian kan pada mantan suami kamu. Lalu itu apa namanya?" Ah Yusuf malah menyindir. Aku kan bingung mau jawab apa."Siapa bilang. Saya bukan benci, tapi saya tak mau melihat wajahnya lagi. Saya sudah ikhlas kok dengan semua masa pahit itu," bantahku segera."Iya lah, perempuan mana mau dikalahkan. Biasanya tetap mau menang kok," sindir Yusuf lagi."Apaan sih," gerutuku.Entah apa yang terjadi dengan malam ini. Kami berdua malah asik berbincang lewat sambungan telepon dalam waktu cukup lama. Nada suara Yusuf jug
Fery nampak mengatur napas. Seperti gugup. "Saya hanya ingin mengatakan satu hal yang sangat penting." Dia mulai berbicara namun masih menggantung."Tak usah basa-basi. Langsung saja bicara!" tegasku sambil menyilangkan kedua tangan."Saya minta maaf. Sungguh saya sangat menyesal. Saya minta maaf atas semua kesalahan yang pernah saya lakukan," ucap Fery nampak serius. Dia berbicara sambil fokus menatap ke arahku. Aku memalingkan tatapan dengan segera."Terlambat!" balasku. Kata maaf darinya terasa percuma. Dia tak akan pernah bisa mengembalikan keadaan yang sudah hancur."Saya tahu. Tapi, semoga masih ada celah untuk saya bertaubat," ucap Fery lagi. Suaranya serak. Seperti ada yang tengah ia tahan di tenggorokannya."Harus kamu tahu, Fery. Bukan hanya saya yang telah hancur. Tapi, kamu telah menghancurkan hidup, Rani. Rani hamil dan saya yakin itu adalah anak kamu! Dia frustasi kemudian bunuh diri. Rani meninggal dalam keadaan hamil anak kamu!" Suaraku sedikit naik satu oktav."Kamu j
"Kekasih?" Aku mengulangi ucapan Reyno.Kepala Reyno mengangguk seperti mengiyakan. "Kekasih siapa?" tanyaku."Bukankah pria yang tempo lalu datang adalah kekasih, Mba Mia?" Aku menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Reyno. "Bukan. Itu bos saya di kantor," jawabku dengan yakin."Oh begitu. Saya pikir kekasih, Mba Mia. Makanya saya langsung pergi," celoteh Reyno.Aku menggelengkan kepala lagi. Ada-ada saja memang. Aku juga langsung pamit pada Reyno, saat rasa kantuk tiba-tiba datang."Pak Reyno, mohon maaf sekali. Seprtinya rasa ngantuk sudah datang. Badan saya tiba-tiba lemas." Dengan hati-hati aku berucap."Oh iya, Mba Mia. Lagi pula saya juga memang harus pulang karena besok pagi-pagi ada pekerjaan," balas Reyno tampak tidak keberatan.Reyno beranjak dari tempat duduk kali ini dengan raut wajah yang terlihat berseri-seri. "Saya pamit pulang ya, Mba Mia," ucapnya."Iya, Pak Reyno. Oh iya ini martabaknya bawa." Aku mengangkat plastik putih yang Reyno letakan atas meja."Tidak, Mba
Siang ini 40 hari sudah setelah kelahiran Yusra dan Yumna. Kediaman Yusuf nampak dipenuhi bunga serba putih. Semua dekorasi serba putih. Ini bukan sedang berpesta, melainkam sedang ada acara aqiqah si kembar Yusra dan Yumna.Dua bayi kembar yang lucu yang memakai pakaian muslim ala-ala bayi, sudah dibawa pengasuhnya masing-masing ke tengah-tengah pengajian. Sebagai rasa syukur yang luar biasa pada Tuhan, Yusuf dan Mia menggelar acara pengajian sekaligus aqiqahan untuk bayi kembarnya. Bukan hanya itu, Yusuf dan Mia juga mengadakan santunan anak yatim yang diundang dari salah satu panti asuhan yatim piatu di kota Jakarta. Yusuf berharap, anak-anak yang kurang beruntung itu bisa merasakan kebahagiaan yang kini tengah dia rasakan.Kediaman Zubair dipenuhi banyak jamaah pengajian dan anak yatim piatu yang hadir. Mereka membacakaan dzikir dan puji-pujian. Menggunting rambut si kembar Yusra dan Yumna secara bergantian.Seperti ada cahaya yang terpancar pada bayi kembar Yusra dan Yumna kali i
Benar saja dengan apa yang sudah ditebak sebelumnya. Kediaman Zubair nampak ramai oleh suara tangisan bayi yang silih berganti. Sudah menjadi kebiasaan bayi yang pusarnya belum copot memang agak rewel. Akan tetapi Mia nampak piawai menghandle. Mungkin karena bukan yang pertama kalinya, jadi Mia sudah paham.Bayi kembar yang mungil nampak anteng apabila dalam gendongan Mia. Mungkin karena bayi kembar itu merasakan kenyamanan saat berada di dekat orang tuanya."Kenapa kalian tidak bisa menghandle? Bukankah kalian sudah pengalaman sebagai baby sitter! Dimana keahlian kalian?!" Suara Yusuf terdengar mengeras di kamar anaknya. Dia bicara pada dua pengasuh anaknya."Sstt! Mas, jangan begitu dong." Mia meluruskan jari telunjuknya di depan bibir.Rupanya Yusuf tengah memarahi dua baby sitter anaknya yang tampak tak bisa menghandle tugas. Dua anak kembar Mia dan Yusuf hanya bisa anteng dan tak menangis saat berada dalam dekapan mamanya."Habisnya mereka salah, Sayang. Kamu kan belum benar-bena
Banyak sekali yang harus dipelajari Mia setelah operasi. Mulai dari belajar tidur miring kiri miring kanan, belajar bangun sendiri kemudian sampai berjalan.Yusuf mendukung Mia yang belajar dengan antusias. Saat ini bahkan Mia sudah berada di ruangan rawat inap. Banyak sekali perjuangan yang telah dia lakukan untuk anak kembarnya.Mia juga mulai memberikan asi pertamanya untuk kedua anak kembar, meski pun belum ada asi putih yang keluar. Anak kembar itu juga akan dibantu susu formula karena asi Mia belum keluar dan mungkin tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dua anak kembar."Sayang, anak kita cantik dan tampan ya. Mirip sekali dengan wajah mamanya. Mamanya cantik sih, jadi anaknya juga cantik dan tampan," kata Yusuf tanpa bisa berhenti menatap wajah anak kembarnya. Rasa syukur pada Tuhan pun ia ungkapkan berkali-kali atas rasa bahagia yang sangat luar biasa."Papanya juga tampan, Mas. Makanya saya jatuh cinta," balas Mia pada suaminya. Dia kini sudah bisa berbicara."Masa sih?" Y
Saat ini Mia masih berada di ruang rawat inap. Operasi akan dilakukan besok siang pukul sepuluh pagi. Mia tengah beristirahat membaringkan tubuhnya di atas bed pasien."Sayang, perutnya masih sakit?" Yusuf mengusap kening istrinya. Ia duduk di kursi yang ada di dekat ranjang. Dalam benaknya berkecamuk rasa. Khawatir cemas bercampur jadi satu. Apalagi saat melihat wajah Mia yang terlihat layu."Tak terlalu sakit, Mas. Semoga besok pagi operasinya lancar ya." Suara Mia terdengar lemas. Yusuf mengecup kembali kening Mia. "Sayang, tentu saja saya do'akan semoga operasinya lancar. Kamu dan bayi kita selamat. Kamu harus semangat dan kuat, karena ini adalah impian kita berdua," ia menyemangati."Iya, Mas. Saya akan berjuang. Saya akan semangat," balas Mia.Sejujurnya Yusuf tidak tega melihat Mia yang tiba-tiba meringgis kesakitan. Namun, jadwal caesar memang sudah ditentukan dan surat perjanjian sudah ditanda tangani. Ia tak tega melihat istrinya kesakitan. Andai tak malu dengan diri sendir
Yusuf dan Mia telah sampai di depan rumah sakit. Mereka langsung duduk di kursi tunggu karena nomor antrian telah diambilkan oleh anak buahnya.Yusuf mengusap perut Mia. Walau di depan banyak orang, Yusuf tak mau perduli. Rasa sayangnya pada Mia menutup matanya dari orang-orang yang ada di sekelilingnya."Nyonya Mia Lestari!"Saat namanya dipanggil, Mia dan Yusuf langsung berdiri. Dia segera masuk ke ruang Dokter kandungan.Setelah ditanya-tanya sebentar, Dokter langsung menyuruh Mia berbaring di atas bed pasien. Perut buncitnya dioleskan cairan dan alat USG langsung ditempelkan pada perut Mia.Bola mata Yusuf seketika berkaca-kaca melihat calon anaknya pada layar monitor."Selamat ya, Pak. Tuhan memberikan bayi kembar. Sepertinya jenis kelaminnya sepasang ni," kata Dokter sambil terus menempelkan alat USG di perut Mia. Sementara layar monitir menampilkan hasilnya."Apa! Kembar, Dok?" Yusuf terbelalak. Pun dengan Mia yang terkejut."Serius, Dok?" Timpal Mia. Mulutnya sedikit terbuka k
Pagi hari di cappadocia.Sinar matahari telah masuk menerobos jendela kamar. Keduanya masih asik dalam mimpi indah usai bergelut dalam permainan panas semalam.Mata Mia menyipit saat mulai membuka kelopak matanya. Ia sadar dari mimpi indah semalaman tadi. Ia terkejut saat sadar telah bangun keiangan."Ya ampun! Kesiangan!" Mia bangkit dari tempat tidur. Dia bahkan masih memakai lingerie berwarna silver sisa semalam. Ia menuju kamar mandi dan akan segera membersihkan tubuhnya.Perut mulusnya mulai terlihat membuncit. Mia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang terlihat basah. Sepertinya harus segera dikeringkan. Melihat ke atas ranjang, Yusuf tampak masih terlelap dalam tidurnya. Cuaca dingin membuat suami Mia tampak nyaman di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang hanya memakai bokser saja."Sayang, jam berapa?" Suara serak pria yang masih terbaring di atas ranjang, tampak membuka sedikit kelopak matanya. Terlihat kelelahan."Sudah siang, Mas. Cepetan mandi. Katanya mau ng
Satu bulan kemudian."Mas, koper punya saya mana?" Mia mencari koper miliknya. Mereka kini dalam perjalanan menuju bandara. Perut Mia kali ini sudah terlihat menonjol ke depan. Semakin nampak kalau dia tengah hamil.Sejak satu minggu yang lalu semua telah dipersiapkan. Mulai dari tiket, paspor dan perlengkapan yang lainnya. Yusuf juga telah konsultasi ke Dokter kandungan Mia. Beruntung janin yang ada dalam perut Mia dalam keadaan sehat dan bisa diajak jalan-jalan ke luar negri."Sepertinya sudah dimasukan Ijah ke dalam bagasi," jawab Yusuf menerka saja. Padahal dia tak terlalu yakin. Ia mengusap kening mengiyakan saja dari pada salah. Maklum semenjak hamil, Mia jadi sering baperan dan Yusuf paham akan hal itu."Baguslah, Mas. Soalnya saya tak melihatnya tadi. Mungkin karena Ijah telah merapihkannya." Mia bergelayut manja di dada bidang milik suaminya. Sementara supir yang mengemudikan mobil tetap fokus ke jalan raya.Bersamaan dengan itu ponsel Mia nampak berdering ada panggilan masuk
Hampir satu jam Yusuf mengantri di cafe martabak itu. Dia memijat pelipis karena baru kali ini dia rasakan rasanya menunggu sungguh membosankan."Mas, apa masih lama?" Akhirnya memberanikan diri bertanya karena sudah merasa kesal."Sebentar lagi kok, Pak. Hanya tinggal satu orang lagi," jawab pelayan cafe dengan ramahnya."Oke baik." Yusuf memutuskan untuk menunggu lagi. Semua itu semata-mata demi sang istri tercinta yang tengah mengandung buah hatinya.Dengan tambahan waktu lima belas menit akhirnya dua dus martabak pesanan Mia telah selesai dibuat dan kini sudah berada dalam genggaman. Yusuf segera kembali ke rumah. Dia sudah tidak sabar ingin melihat senyuman istrinya malam ini. Apalagi imbalannya yang akan menengok dede bayi dalam kandungan, tentu saja semakin membuat dia semangat.Perjalanan malam ini sangat cepat karena suasana jalanan yang sepi Yusuf tiba di rumah lebih cepat. Ia segera masuk ke kamar menenteng dus martabak pesanan istrinya."Sayang, ini pesanan kamu." Yusuf me
Sampai satu hari berganti, keadaan Mia masih saja tetap sama. Tubuhnya lemas ia tak berdaya. Mual muntah. Setiap kali ada makanan yang masuk maka kembali ia muntahkan.Yusuf yang siaga, segera membawa istrinya ke Dokter. Ia tak akan membiarkan Mia kesakitan.Yusuf kini tengah memunggu di depan ruang pemeriksaan. Salah satu perawat memanggilnya atas perintah Dokter. Dia segera menghadap dan duduk di kursi yang berseberangan dengan Dokter."Selamat, Pak!" Dokter wanita berlesung pipit itu menyodorkan tangannya ke hadapan Yusuf. Yusuf mengernyitkan dahi saat Dokter yang telah memeriksa istrinya itu malah mengajak berjabat tangan."Selamat untuk apa, Dok?" Yusuf kemudian bertanya karena tak paham."Selamat karena Bu Mia positif hamil. Sebentar lagi Pak Yusuf akan jadi seorang Ayah," jelas wanita berjas putih itu.Tentu saja Yusuf menyeringai senang mendengar berita yang baru saja di dengarnya."Apa!" Yusuf langsung beranjak menghampiri Mia yang duduk di atas ranjang rumah sakit usai dipe