Siang ini suasana rumah keluarga Nania terlihat lebih hangat. Di mana Nania sedang bermain dengan Cahaya di ruang tengah. Bermain dengan begitu riang dan juga penuh dengan gelak tawa.Tentu saja kedekatan antara Nania dan juga Cahaya itu adalah suatu hal yang baru. Seperti namanya, Cahaya benar-benar menjadi segudang cahaya untuk Nania.Wanita paruh baya itu sangat mencintai Cahaya seperti cucunya sendiri. Hal itu tentu juga dirasakan oleh semua orang yang ada di kediaman ini.Mereka semua ikut bahagia melihat nyonya besar di rumah ini juga sangat bahagia karena kehadiran Cahaya.Tetapi ....Tidak semua orang merasakan kebahagian itu. Setidaknya ada satu orang yang sangat tidak menyukai kebahagian, lebih tepatnya kedekatan, antara Nania dan juga Cahaya."Sri! Kenapa kamu melamun aja, sih?"Seketika bentakan yang tak terlalu keras itu, langsung membuyarkan lamunan Bik Sri. Bukan hanya melamun, tetapi Bik Sri sedang mengamati interaksi menyebalkan antara Nania dan juga Cahaya."Kamu itu
Cahaya langsung menerobos masuk ke kamar dan langsung memeluk sang ayah yang sedang duduk di tepi ranjang bersama Raya. "Ayah... Apa benar, kalau nanti adik lucu itu lahir, Ayah dan Bunda nggak akan sayang sama Cahaya lagi?"Mendengar pertanyaan itu, tentu membuat Raya dan Ravi berpandangan, dan setelahnya, pandangan mereka kembali tertuju ke arah gadis mungil itu. "Itu tidak benar sayang, mama dan papa tidak mungkin begitu, sampai kapanpun Cahaya adalah anak kesayangan Ayah dan Bunda," jawab Ravi."Bisakah adik kecil tidak usah dikeluarkan saja, Bunda?" tanya Cahaya dengan polosnya."He he he tidak bisa begitu sayang, masa Cahaya tidak sayang sama adiknya," jawab Raya berusaha memberikan pengertian kepada Cahaya."Tapi aku tidak suka, Bunda, aku tidak mau adik mengambil sayangnya Bunda dan Ayah," sahut Cahaya mengerucutkan bibirnya."Cahaya tidak boleh bilang begitu, tidak baik," seru Ravi.Dia merasa heran, kenapa bisa buah hatinya memiliki pemikiran seperti itu, untuk ukuran anak
Raya tampak sedih, tatapan matanya seakan-akan menyiratkan sebuah rasa kecewa bercampur kesal.Betapa tidak? Sudah beberapa masalah yang timbul dalam hidup Raya, kini ditambah dengan ucapan asisten rumah tangganya kepada anak gadis kesayangannya.Raya pun menyayangkan terkait hal itu, lalu tiba-tiba sebuah tangan kekar menyentuh dan mulai mengelus kepalanya.Wanita itupun mengerjap dan mendelikkan pandangannya kepada sang suami yang tengah mengelusnya dengan lembut."Mas ...," lirihnya dengan suara sedikit bergetar, lalu ia tersenyum simpul disertai helaan napas panjang.Ravi pun tahu betul dengan suasana hati yang tengah dirasakan oleh istrinya. Betapa pedihnya jika lelaki itu harus menyaksikan istrinya yang terlihat begitu sedih, terlebih jika hal tersebut menyangkut anak gadisnya."Sabar ya, Mas tahu kamu kuat. Semoga Cahaya juga percaya dengan penjelasan kita dan melupakan ucapan bi Sri," jelasnya berusaha meyakinkan."Semoga saja ...."Lalu Raya menundukkan kepalanya dengan terus
Bi Sri yang melihat Nania tiba-tiba membuka pintu kamarnya lebar sembari marah-marah pun sontak menolehkan tubuhnya ke arah majikannya itu. Pasalnya dia sendiri tadi sedang menghitung uang lembaran lima puluh ribu rupiah yang tadi sempat dia temukan sewaktu mencuci. Sebenarnya Bi Sri sendiri jelas mengetahui siapa pemilik uang tersebut karena dia menemukannya di salah satu kantong pakaian kotor yang dia tangani. Namun, menurutnya, uang yang telah berada di ranjang kotor atau di dalam pakaian yang telah kotor itu artinya uang tersebut telah dibuang. Dan, manusia yang mau menyia-nyiakan waktunya saat melihat uang terbuang? Sebodoh apa pun mereka pasti akan mengambilnya sembari bersyukur.Hal itu pola yang dilakukan oleh Bi Sri. Mendapatkan lembaran uang berwarna biru di saku pakaian sang majikan merupakan sebuah keberuntungan tersendiri untuknya. Ini jelas bukan pencurian. Ya, setidaknya begitu lah pemahaman yang Bi Sri tanamkan di dalam pikirannya selama ini. Dia bukan mencuri, hanya m
Kata-kata terakhir dari Nania itu hanya berdengung saja, tak ubahya lebah di telinga wanita paruh baya itu. Sehingga, sepeninggalan Nania, Bi Sri menggerutu, "Halah ... cucu sambung saja dituruti. Makin lama kalau dibiarkan saja, ya, makin menjadi semakin manja!""Ya elah ... perkara cuma dibilangi seperti itu saja langsung lapor ke semua orang. Tentu saja gara-gara dia, aku jadi kena omel oleh Bu Nania! Dasar keterlaluan, masa aku harus mengalah pada anak kecil, sih? Memangnya dia itu siapa?""Dulu tidak ada dia di rumah ini, aku jarang sekali kena tegur oleh Bu Nania dan Pak Guntur. Tapi, sejak kedatangan anak itu di rumah ini, malah anakku juga tidak dapat tempat di hati majikanku. Eh, sekarang ketambahan omelan!""Ternyata anak itu tidak bisa diabaikan. Lancang sekali dia mengadukanku, padahal biasanya anak kecil itu kalau dibilangi baik-baik, ya dia tidak berkata macam-macam. Apa memang didikannya dari ayahnya seperti itu, ya? Tidak bisa menyimpan rahasia! Pantas saja ayahnya jug
Prang ...!!!Tiba-tiba saja suara jatuhnya salah satu benda dapur, pun terdengar menggema di sepenjuru dapur. Tentu hal itu langsung menjadi pusat perhatian beberapa pelayan yang ada di sana."Astaga ... kenapa kau menabrakku, Sri?!" geram salah satu pekerja."Kenapa kau menyalahkanku? Justru kaulah yang menabrakku!" Tentu saja bik Sri tak tinggal diam. Dia juga merasa tak bersalah di sini. Oh, bahkan tak pernah merasa bersalah sedikitpun."Kau menghalangi jalan, Sri! Kenapa kau melamun di tengah-tengah jalan seperti ini?!" cerocos rekan kerja bik Sri lagi. "Lihatlah! Bahan-bahan untuk memasak makan malam sekarang berantakan di lantai!"Lantas mendapati tatapan tajam dari rekan kerjanya itu, pun semakin membuat bik Sri menggeram penuh amarah. Bahkan rasanya semua saraf-sarafnya sudah keluar dengan sangat jelas!"Apa? Kau berani membentakku?"
"Aakk!!" pekik Cahaya dengan sangat lantang memenuhi seisi ruang makan tersebut.Kedua mata Cahaya terbelalak dengan kening yang mengerut melihat semua tumpahan makanan yang berada tepat di hadapannya.Gadis kecil itu berpikir sejenak dengan terus memandangi raut wajah bi Sri yang tibatiba saja mengagetkannya dengan sikap yang demikian, bahkan tak terpikirkan olehnya.Ia merasa begitu heran dengan keadaan saat ini, betapa tidak? Anak kecil itu hendak menyuapkan makanan ke dalam mulutnya bahkan belum satu sendokpun, bi Sri tiba-tiba mendekat dan menyenggol tangannya hingga semua makanan itu tumpah."Astaga, Non! Kenapa makanannya ditumpahin segala?" ujar bi Sri dengan suara yang sedikit menggelegar.Alih-alih membantu Cahaya membereskan makanannya, bi Sri justru mengumpat bahkan sedikit meneriaki Cahaya, anak kecil yang tak berdosa.Raut wajah bi Sri pun tampa
Bab 244Dari tempatnya, Raya yang mendengar keributan antara anak sambung dengan Bibi Sri bergegas mendatangi keduanya."Ada apa ini?" tanya Raya setibanya dia di tempat, dimana Bi Sri dan Cahaya berada.Raya yang tiba di tempat Bi Sri dan Cahaya, melihat lantai yang masih kotor oleh makanan yang berserakan di sana sini.Bi Sri yang sedang melihat Cahaya, berpaling pada majikannya yang baru tiba di tempat itu. Mimik wajahnya tampak memelas. Seolah-olah baru saja bertengkar dengan orang dewasa dan merasa serba salah."Ini Bu Raya. Non Cahaya buang makanannya. Sekarang jadi berantakan begini. Aduh Non Raya ini," kilahnya, yang lalu melihat lagi ke arah anak kecil yang sejak tadi diam dan memandanginya dengan kesal."Bukan Cahaya yang buang makanan itu Ma!" elak Cahaya. Tampaknya anak kecil itu sangat kesal dan kecewa mendengar dirinya dituduh demikian oleh asis
Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
Bab 307Nora tersentak saat menyadari ada seseorang yang menangkap tubuhnya. Ia berusaha meronta-ronta, dan meminta untuk dilepaskan. "Lepas! Lepas, nggak!" Nora berteriak keras tatkala menyadari kalau tubuhnya ditarik oleh seseorang.Mata wanita itu membola saat membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang melakukannya itu. Ia terbelalak, dan seketika rasa panik menggelayuti hatinya. Dia melihat ada delapan orang pria yang sudah mengerubunginya. Bau alkohol yang sangat menyengat langsung terhidu di hidungnya. Ya, orang-orang itu sedang mabuk rupanya. Dan, saat ini Nora adalah mangsa empuk dan lezat bagi mereka.Nora tak bisa membayangkan kalau malam ini dia akan menjadi pemuas nafsu bagi para lelaki mabuk itu. Ia tak pernah membayangkan akan digangbang masal oleh mereka."Pergi! Pergi kalian dari sini!" Nora berteriak setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Namun, teriakannya itu sama sekali tak berpengaruh pada mereka. Mereka hanya tertawa saja menanggapi teriakan Nora ya
Bab 306Bryan melangkahkan kaki memasuki beranda rumahnya. Lelaki itu meletakkan kunci mobilnya pada meja hias yang terletak di bawah televisi kemudian melepaskan jaket kulitnya yang berwarna hitam.Kepalanya melihat ke arah lorong yang berjejer pintu-pintu kamar. “Nora,” panggilnya karena ingin segera melihat wajah wanita itu, lelaki itu merasa bosan seharian di luar dan dirinya ingin mendapat pelayanan dari Nora malam ini.Tak ada sahutan saat Bryan memanggil nama wanita itu. “Nora?” panggil Bryan lagi sambil berjalan menuju kamar wanita itu. “Nora? Kenapa dia tidak menjawab?” herannya mengetuk pintu kamar.Tok tok tok …Bryan mengetuk pintu itu sekali lagi dan memanggil-manggil nama wanita pemuas nafsunya itu. Karena lelaki itu tak kunjung mendapatkan sahutan, Bryan pun akhirnya membuka pintu kamar itu dengan paksa.Ketika pintu dibuka, Bryan mendapati ruangan kamar yang kosong tak ada orang. Barang-barang Nora tampak berceceran dan satu hal yang membuat kening Bryan mengkerut. “Pa
"Tetapi sebelum itu, mungkin aku harus membersihkan diri dulu," gumam Nora saat menyadari tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Tak ingin semakin membuang waktu, wanita itu pun segera mengambil handuknya yang masih tergantung di balik pintu kamar untuk kemudian melenggang memasuki kamar mandi.Sejenak Nora mengeluarkan senandungnya. Lalu, netra wanita itu tampak berkaca menanti kebebasan yang mungkin sebentar lagi akan dia rasakan."Seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Aku benar-benar menyesal karena telah menghabiskan waktu dengan hal penuh dosa ini. Ya Tuhan, masih berkenan kah Engkau memberikan maaf padaku?" gumam Nora yang kini tengah berdiri tepat di bawah guyuran air showernya. Nora benar-benar tak sabar untuk memulai hidup baru yang akan dia isi dengan banyak hal-hal positif.Selesai melakukan ritual mandinya, Nora pun segera bergegas menuju ranjang tidur kemudian pakaian bersihnya untuk kemudian dia kenakan. Nora menatap ke arah kamarnya sesaat. Ruang berukuran sedang ini
Nora tidak sadrakan diri karena apa yang di lakukan Bryan kepadanya. Karena di tidak tahan dengan perlakuan Bryan yang membabi buta kepada Nora, membuat wanita itu berontak, akibatnya kepalanya terbentung kepala ranjang.Bryan langsung meninggalkan Nora begitu saja dan menyuruh anak buahnya untuk memanggilkan tenaga medis untuk menangani Nora. Sedangkan Bryan sendiri pergi entah kemana. Setelah puas melampiaskan hasratnya kepada Nora, lelaki itu merasa fresh dan siap menjalankan aktivitasnya.Sebenarnya Bryan juga sedikit heran dengan dirinya sendiri, entah sejak kapan dia sangat menikmati rasa sakit Nora, apalagi ketika gadis itu berteriak-teriak meminta berhenti dan menyudari permainan mereka, Bryan malah merasa terpacu dan tidak ingin berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa.Keesokan harinya Nora siuman dalam keadaan tidak bisa berjalan, dia juga merasa tenaganya habis terkuras serasa habis berlari ratusan kilometer.“Aku di mana? Apa yang terjadi padaku?” batin Nora sem
Malam ini, Nora tampil cantik dengan pakaian ketat dan belahan dada rendah. Dia menggunakan lipstik merah merona yang melapisi bibirnya, kalung cantik yang berkilauan, dan sepatu hak tinggi kulit hitam yang membuat kakinya terlihat berjenjang luar biasa.Rambutnya yang gelap dan tebal jatuh hingga ke tengah punggungnya. Sebatang rokok tergantung bebas dari antara bibirnya, sementara dia berjalan dengan sedikit berlenggak-lenggok. Ketika Nora melangkah memenuhi panggilan Brian, pinggulnya bergoyang sangat menawan.Sang Germo itu memandangnya seolah Nora berjalan dalam gerakan lambat. Nora memanglah sangat cantik dan tidak ada yang akan tahu tentang fakta bahwa dia adalah seorang wanita penghibur yang sebenarnya, jika mereka tidak melihatnya di tempat prostitusi.Seorang pelanggan dengan ekspresi wajah terlalu sumringah datang."Selamat malam, Pak?" sapa Brian tak kalah cerianya.Tentu saja dia menyambut dengan ramah sosok pria yang sudah pasti akan menyumbangkan pundi-pundi yang cukup
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de