Nania tak sabar, kedua tangannya terkepal dengan raut wajah menampakkan kecemasan yang teramat dalam.Ekspresi wajah Ravi pun tampak murung, lelaki itu beberapa kali menghela napas panjang seakan-akan terjadi sesuatu pada Raya di dalam sana.Sedangkan Guntur, ia mencoba sedikit lebih tenang, mengontrol perasaannya dan meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. Dengan sebelah tangan yang terus mengelus bahu istrinya.Lalu Ravi mengangkat kepalanya dan mulai berkata, "Ma, Pa ... Raya-""Iya Raya kenapa? Apa kata dokter?" desak Nania dengan sedikit menaikkan nada bicaranya."Raya ... Hamil."Hening ....Nania terdiam sesaat, dengan kedua alis yang terangkat bahkan membulatkan bola matanya.Betapa terkejutnya wanita itu tat kala mendengar penjelasan yang disampaikan oleh menantunya, Ravi.Tak kalah pula dengan Guntur, kedua orng tua itu tampak sangat terkejut mendapati bahwa anak mereka tengah mengandung."B-benarkah itu, Ravi!? Raya ... Anakku, dia benar-benar hamil?" tanya Nani
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 231Raya merasa sangat senang karena kabar yang ia dengar kali ini membuatnya merasa sedang menyelami alam mimpi. Di mana saat orang-orang sering menganggap remeh dirinya yang tak kunjung mengandung sang buah hati, kini ... waktu yang begitu ia nantikan akhirnya benar-benar tiba.Tanpa sadar Raya meneteskan air matanya. Haru, bahagia, dan masih begitu tak percaya. Bahkan tubuhnya sampai gemetar. Ravi melihat hal itu memeluk sang istri. Ravi mengarahkan jemari besarnya mengusap lembut perut Raya yang masih tertutup pakaian khas pasien. Kemudian sesekali memberikan kecupan lembut di sana."Hei, kenapa menangis seperti itu, Sayang." Mendongakkan kepala, Ravi segera kembali menegapkan duduknya dan mengusap pipi Raya yang sudah begitu tergenang air mata."Aku hanya masih tidak percaya jika akhirnya aku benar-benar hamil, Mas. Aku ... aku bahagia sekali mendengarnya, Mas," tutur Raya membantu Ravi mengusap air matanya."Mas juga sangat bahagia, Sayang. K
Mendengar keluarganya itu malah menertawakannya, tentu saja gadis itu jadi makin cemberut. Dia menggembungkan kedua pipinya yang lucu dengan gaya masih bersedekap, tidak mau memandang mereka semua.Namun, Ravi pun segera berjongkok dan mengelus-elus punggung putrinya itu. Tentu saja Cahaya yang merasa sudah sok dewasa itu pun menepis tangan ayahnya dan langsung membuat semua orang pura-pura terkesiap dengan nada seirama, "Ooh ...."Cahaya tidak mengindahkan suara para orang dewasa yang merubungnya itu, tetapi dia hanya peduli pada bundanya, ketika menyeletuk, "Oalah, Sayang ..., kenapa jadi marah-marah begitu? Sekarang kan, yang penting semuanya sudah pada pulang."Raya akhirnya mengikuti posisi suaminya tersebut untuk berjongkok di sisi lain tubuh dari bocah kecil yang sedang merajuk tersebut. Dengan mata berkaca-kaca, Cahaya pun menoleh kepada sang Bunda, "Aku kesal dengan Ayah. Kenapa aku sama sekali tidak ditawari untuk ikut serta saat Bunda pergi ke rumah sakit?"Raya kemudian me
Tak terasa kini hari telah kian berganti. Di mana sang raja mentari telah mengganti tahta langit yang tadinya dikuasai oleh sang rembulan.Tentu saja sinarnya yang cukup menyala dengan sangat terang itu, kini telah menembus lapisan tirai dinding. Hingga membuat sang empunya sepasang netra cantik, harus terganggu atas apa yang terjadi.“Ughh …,” lenguh Raya dengan sangat lirih.Lalu di detik berikutnya, ia pun mulai mengerjapkan bulu matanya yang lentik guna untuk melihat dunia.Sangat terang. Membuat tangannya harus berusaha untuk menghalangi sinar agar tidak terlalu mengganggu matanya.“Sudah siang sepertinya,” gumamnya dengan sendiri.Tentu saja suaranya yang begitu parau, terdengar sangat serak seperti orang yang baru bangun tidur pada umumnya. Tetapi ini terdengar lebih seksi dibanding siapapun!Ia ingat jika selepas subuh tadi, Raya kembali tidur. Padahal sebelum hamil ia tak pernah tidur lagi setelah menyelesaikan sholat shubuh.Tetapi … entahlah. Setelah hamil dan semakin hari
“Hahaha … wajar kamu sering tidur, Sayang. Kamu dalam masa hamil!” ucap Ravi kemudian. Tatapan yang sangat teduh dan juga hangat. “Kamu tidur saja. Aku akan masak buat sarapan kita. Nanti kalau sudah selesai, aku akan bangunkan kamu,” bisik Ravi sembari mengecup kening Raya dengan dalam.Lalu di detik berikutnya ia pun langsung kembali keluar kamar.Raya hanya terdiam dengan pikiran yang entah kenapa rasanya berbunga-bunga. Mendapatkan perhatian dari Ravi, sang suami tercintanya itu, benar-benar menjadikan pagi ini semakin indah saja.Sedangkan Ravi … dia pun tersenyum dengan tipis dan hangat. Menatap perut Raya yang sudah membesar itu. Lalu mengelusnya dengan lembut.Tanpa ragu, Ravi juga mencium perut Raya. “Kamu jangan rewel ya! Kalau kamu membuat mama mu kesusahan, maka akan papa hukum kamu nanti malam!”Tanpa diduga Raya pun langsung memukul lengan Ravi setelah calon bayinya itu mendapatkan ancaman dari papa nya sendiri.Tentu saja Raya tahu apa maksud dari hukuman yang dibicarak
Ravi sempat mengintip dari balik bingkai pintu kamar untuk melihat Raya. Namun Raya terlihat sangat pulas dalam tidurnya, dan Ravi tidak mau mengganggu tidur istri yang sedang mengandung itu. Ada yang sedang dipikirkannya saat ini. Rasa bahagianya atas kehamilan Raya membuatnya bersemangat pagi ini. Dan pada pukul delapan pagi, Ravi diam-diam pergi tanpa berpamitan pada Raya.Sementara itu, setelah terbangun dari tidurnya yang pulas, Raya terlihat sangat segar. Wanita itu bangkit lalu bergegas mandi."Hai Cahaya," sapa Raya saat melihat anak sambungnya yang tengah asik mengajak ngobrol boneka kesayangannya. Seolah Cahaya tengah menjadi seorang dokter yang mengobati pasiennya.Cahaya menoleh. "Hai, Bunda," balasnya. Lalu wajahnya kembali melihat pada boneka yang sedang dibaringkan di atas tempat tidur mainannya."Kamu tidur dulu ya. Nanti makan obatnya lagi. Sekarang Cahaya mau ketemu Bunda dulu," ujarnya dengan tingkah manis. Berkata-kata pada bonekanya yang memiliki rambut panjang be
Bab 236Ravi melangkahkan kakinya ke dapur untuk membuatkan susu untuk istrinya. Dengan hati yang berbunga-bunga, karena akhirnya dia ataupun Raya dapat mematahkan tuduhan David tentang Raya yang mandul.Sementara itu, Raya menurut dan hanya duduk manis saja di sofa menunggu Ravi yang tengah membuatkannya susu.Rasanya tak bisa digambarkan bagaimana perasaan Raya saat ini. Ia sangat bahagia saat ini, sampai-sampai tak bisa menjelaskannya dengan kata-kata.Raya tampak mengelus perutnya yang masih rata, dan berbicara dengan calon bayinya."Sayang, rasanya mama nggak sabar buat lihat kamu lahir ke dunia. Sehat-sehat ya di perut mama," ucap Raya sambil mengelus-elus perutnya.Sementara itu, Cahaya yang sedang memakan buah pisang di samping Raya, kebetulan juga mendengar ucapan ibu sambungnya yang sedang berbicara dengan calon adik bayi."Bunda lagi ngomong sama adik bayi, ya?" tanya Cahaya seraya menoleh ke arah Raya.Raya mengulas senyum termanisnya sambil mengusap rambut Cahaya penuh sa
Siang ini suasana rumah keluarga Nania terlihat lebih hangat. Di mana Nania sedang bermain dengan Cahaya di ruang tengah. Bermain dengan begitu riang dan juga penuh dengan gelak tawa.Tentu saja kedekatan antara Nania dan juga Cahaya itu adalah suatu hal yang baru. Seperti namanya, Cahaya benar-benar menjadi segudang cahaya untuk Nania.Wanita paruh baya itu sangat mencintai Cahaya seperti cucunya sendiri. Hal itu tentu juga dirasakan oleh semua orang yang ada di kediaman ini.Mereka semua ikut bahagia melihat nyonya besar di rumah ini juga sangat bahagia karena kehadiran Cahaya.Tetapi ....Tidak semua orang merasakan kebahagian itu. Setidaknya ada satu orang yang sangat tidak menyukai kebahagian, lebih tepatnya kedekatan, antara Nania dan juga Cahaya."Sri! Kenapa kamu melamun aja, sih?"Seketika bentakan yang tak terlalu keras itu, langsung membuyarkan lamunan Bik Sri. Bukan hanya melamun, tetapi Bik Sri sedang mengamati interaksi menyebalkan antara Nania dan juga Cahaya."Kamu itu