SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 226 Cukup sudah aku membiarkanmu berada di atas angin. Kini saatnya kamu kembali ke dalam sel tahanan tempat di mana kamu dulu berada." Kevin menatap tajam kedua manik mata milik David. "Kevin! Aku ini kakakmu! Seharusnya kau membelaku ketimbanh istri jalangmu itu!"Bugh …. Kevin meninju rahang David hingga membuat pria itu hampir saja terjungkal kalau tidak dipegangi oleh petugas keamanan. "Tutup mulutmu bangsat! Dulu aku memang menganggapmu kakakku tapi setelah apa yang kau lakukan padaku juga istriku kini aku hanya menganggapmu tidak lebih dari seorang benalu! Lebih baik aku membunuhmu daripada aku harus membelamu yang sudah melecehkan istriku. Wanita solehah yang telah kau nodai hanya karena nafsu bejatmu itu! Demi Tuhan aku tidak pernah dan tidak akan memaafkanmu sampai kapanpun dasar sialan! Istrikulah yang akan menemaniku hingga tua bukan kau!" Kilatan amarah tercetak jelas di kedua netra Kevin. Dada yang terlihat naik turun dan deru napas
Napas Raya tersengal-sengal. Emosinya benar-benar tak bisa dikendalikan. Perbuatan David benar-benar di luar batas kewajaran. Raya tak habis pikir, bagaimana bisa mantan suaminya itu berniat mencelakai seluruh keluarganya. Deru napas Raya terasa begitu memburu, seiring luapan emosi yang telah meledak. Bergegas Ravi mempercepat langkahnya, setelahnya ia langsung memeluk tubuh Raya untuk masuk ke dalam dekapannya. Ravi mengusap pucuk kepala sang istri penuh kelembutan dan kasih sayang sembari berkata,"Dia akan mendapatkan balasan yang setimpal, Sayang." Nada suara Ravi terdengar begitu yakin. Raya yang sedang berada di dalam rengkuhan sang suami pun hanya menatap tajam ke arah David yang sedang berdiri menatap ke arahnya."Harus! Bahkan, tuntut dia dan berikan hukuman mati sekali pun!"David yang mendengar ucapan itu pun lantas menelan saliva dengan begitu susah payah. Bagaimana jika hal itu akan benar-benar terjadi? Mungkinkah ia akan menghabiskan umurnya dan membusuk di dalam penja
"Mas?" Suara Raya terdengar, membuat sang suami yang tengah terfokus dengan jalanan yang ada di depan sekilas menolehkan kepala ke arah sang istri lalu kembali terfokus ke arah depan. Sesekali tangannya menekan klakson mobil saat ada kendaraan yang ia rasa ada sebuah kendaraan yang menghalangi laju kendaraannya. "Ada apa, Sayang?" Kepala Ravi kembali menoleh, sebab sang istri tak kunjung memberikan respon. "Bagaimana jika apa yang dikatakan oleh dia tadi benar?" Kening Ravi berkerut sembari sekilas menatap ke arah Raya. "Siapa maksud kamu? David?" Raya mengangguk cepat. Ravi yang melihat kerisauan pada wajah sang istri, bergegas ia langsung menepikan kendaraan roda empatnya lalu memutar kunci mobil, hingga akhirnya suara deru mesin tak terdengar lagi. Ravi menatap lembut ke arah Raya."Kamu percaya sama lelaki itu?"Raya langsung mengalihkan pandangannya ke arah depan. Helaan napasnya terdengar dengan jelas saat menelusup ke gendang telinga milik Ravi. Tangan Ravi terulur, me
Wajah Raya semakin memucat membuat Ravu, Nania dan Guntur merasa sangat khawatir. Mereka bertiga saling berpandangan kemudian Nania menunduk.“Ray, gimana kalau kita ke rumah sakit, kondisimu sepertinya tidak terlalu baik deh,” ucap Nania hati-hati. Dia tahu kalau anaknya itu sangat keras kepala, apalagi jika menyangkut masalah kesehatannya.“Tidak mau Ma, aku baik-baik saja, mungkin aku hanya kecapekan saja, lagian semalam aku kurang tidur,” jawab Raya berusaha santai.Sebenarnya Raya merasakan kalau badannya sangat lemas, dia juga merasakan perutnya sangat tidak nyaman, antara mual, nyeri hingga punggungnya.Tapi dia tidak sampai hati jika membuat orang tuanya panik, lagi pula saat ini ada Ravi jadi dia tidak enak kalau membuat kehebohan. Dia tidak ingin tampil manja, sakit sedikit sudah mengeluh.“Dengarkan kata mamamu itu Ray, sebaiknya memang kamu ke rumah sakit, jadi dokter bisa memeriksa kesehatanmu, jika cuman karena kelelehan ada baiknya minta vitamin dari dokter, jangan mem
Nania tak sabar, kedua tangannya terkepal dengan raut wajah menampakkan kecemasan yang teramat dalam.Ekspresi wajah Ravi pun tampak murung, lelaki itu beberapa kali menghela napas panjang seakan-akan terjadi sesuatu pada Raya di dalam sana.Sedangkan Guntur, ia mencoba sedikit lebih tenang, mengontrol perasaannya dan meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. Dengan sebelah tangan yang terus mengelus bahu istrinya.Lalu Ravi mengangkat kepalanya dan mulai berkata, "Ma, Pa ... Raya-""Iya Raya kenapa? Apa kata dokter?" desak Nania dengan sedikit menaikkan nada bicaranya."Raya ... Hamil."Hening ....Nania terdiam sesaat, dengan kedua alis yang terangkat bahkan membulatkan bola matanya.Betapa terkejutnya wanita itu tat kala mendengar penjelasan yang disampaikan oleh menantunya, Ravi.Tak kalah pula dengan Guntur, kedua orng tua itu tampak sangat terkejut mendapati bahwa anak mereka tengah mengandung."B-benarkah itu, Ravi!? Raya ... Anakku, dia benar-benar hamil?" tanya Nani
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 231Raya merasa sangat senang karena kabar yang ia dengar kali ini membuatnya merasa sedang menyelami alam mimpi. Di mana saat orang-orang sering menganggap remeh dirinya yang tak kunjung mengandung sang buah hati, kini ... waktu yang begitu ia nantikan akhirnya benar-benar tiba.Tanpa sadar Raya meneteskan air matanya. Haru, bahagia, dan masih begitu tak percaya. Bahkan tubuhnya sampai gemetar. Ravi melihat hal itu memeluk sang istri. Ravi mengarahkan jemari besarnya mengusap lembut perut Raya yang masih tertutup pakaian khas pasien. Kemudian sesekali memberikan kecupan lembut di sana."Hei, kenapa menangis seperti itu, Sayang." Mendongakkan kepala, Ravi segera kembali menegapkan duduknya dan mengusap pipi Raya yang sudah begitu tergenang air mata."Aku hanya masih tidak percaya jika akhirnya aku benar-benar hamil, Mas. Aku ... aku bahagia sekali mendengarnya, Mas," tutur Raya membantu Ravi mengusap air matanya."Mas juga sangat bahagia, Sayang. K
Mendengar keluarganya itu malah menertawakannya, tentu saja gadis itu jadi makin cemberut. Dia menggembungkan kedua pipinya yang lucu dengan gaya masih bersedekap, tidak mau memandang mereka semua.Namun, Ravi pun segera berjongkok dan mengelus-elus punggung putrinya itu. Tentu saja Cahaya yang merasa sudah sok dewasa itu pun menepis tangan ayahnya dan langsung membuat semua orang pura-pura terkesiap dengan nada seirama, "Ooh ...."Cahaya tidak mengindahkan suara para orang dewasa yang merubungnya itu, tetapi dia hanya peduli pada bundanya, ketika menyeletuk, "Oalah, Sayang ..., kenapa jadi marah-marah begitu? Sekarang kan, yang penting semuanya sudah pada pulang."Raya akhirnya mengikuti posisi suaminya tersebut untuk berjongkok di sisi lain tubuh dari bocah kecil yang sedang merajuk tersebut. Dengan mata berkaca-kaca, Cahaya pun menoleh kepada sang Bunda, "Aku kesal dengan Ayah. Kenapa aku sama sekali tidak ditawari untuk ikut serta saat Bunda pergi ke rumah sakit?"Raya kemudian me
Tak terasa kini hari telah kian berganti. Di mana sang raja mentari telah mengganti tahta langit yang tadinya dikuasai oleh sang rembulan.Tentu saja sinarnya yang cukup menyala dengan sangat terang itu, kini telah menembus lapisan tirai dinding. Hingga membuat sang empunya sepasang netra cantik, harus terganggu atas apa yang terjadi.“Ughh …,” lenguh Raya dengan sangat lirih.Lalu di detik berikutnya, ia pun mulai mengerjapkan bulu matanya yang lentik guna untuk melihat dunia.Sangat terang. Membuat tangannya harus berusaha untuk menghalangi sinar agar tidak terlalu mengganggu matanya.“Sudah siang sepertinya,” gumamnya dengan sendiri.Tentu saja suaranya yang begitu parau, terdengar sangat serak seperti orang yang baru bangun tidur pada umumnya. Tetapi ini terdengar lebih seksi dibanding siapapun!Ia ingat jika selepas subuh tadi, Raya kembali tidur. Padahal sebelum hamil ia tak pernah tidur lagi setelah menyelesaikan sholat shubuh.Tetapi … entahlah. Setelah hamil dan semakin hari