SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 225"Berikut surat perintah penangkapanya." Seorang polisi itu menyerahkan sebuah map ke arah Arita. Arita hanya diam membeku, setelahnya dengan tangan gemetar, ia mengambil alih map yang diulurkan oleh petugas keamanan."Pelapor atas nama Raya? Pak ini gak salah kan? Yang melaporkan anak saya itu Raya dan Ravi?" tanya Arita sekali lagi memastikan apa yang dilihatnya. "Yah benar, Bapak Ravi dan Ibu Raya memang melaporkan perbuatan David pada kami pagi tadi karena sudah mencoba membakar rumah orang tua Ibu Raya." Arita menutup mulut dengan kedua tangannya. Matanya melebar seiring dengan degup jantungnya yang semakin berdetak tak karuan. "I-ini gak salah kan pak? Gak mungkin anak saya berbuat kriminal begitu. Apa Bapak ada buktinya kalau anak saya yang melakukan itu semua?" tanya Arita lagi. Dia benar-benar ingin memastikan kalau anak kandungnya benar-benar melakukan hal itu ataukah tidak. "Bu Raya menemukan sebuah ponsel yang di dalamnya terdapat f
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 226 Cukup sudah aku membiarkanmu berada di atas angin. Kini saatnya kamu kembali ke dalam sel tahanan tempat di mana kamu dulu berada." Kevin menatap tajam kedua manik mata milik David. "Kevin! Aku ini kakakmu! Seharusnya kau membelaku ketimbanh istri jalangmu itu!"Bugh …. Kevin meninju rahang David hingga membuat pria itu hampir saja terjungkal kalau tidak dipegangi oleh petugas keamanan. "Tutup mulutmu bangsat! Dulu aku memang menganggapmu kakakku tapi setelah apa yang kau lakukan padaku juga istriku kini aku hanya menganggapmu tidak lebih dari seorang benalu! Lebih baik aku membunuhmu daripada aku harus membelamu yang sudah melecehkan istriku. Wanita solehah yang telah kau nodai hanya karena nafsu bejatmu itu! Demi Tuhan aku tidak pernah dan tidak akan memaafkanmu sampai kapanpun dasar sialan! Istrikulah yang akan menemaniku hingga tua bukan kau!" Kilatan amarah tercetak jelas di kedua netra Kevin. Dada yang terlihat naik turun dan deru napas
Napas Raya tersengal-sengal. Emosinya benar-benar tak bisa dikendalikan. Perbuatan David benar-benar di luar batas kewajaran. Raya tak habis pikir, bagaimana bisa mantan suaminya itu berniat mencelakai seluruh keluarganya. Deru napas Raya terasa begitu memburu, seiring luapan emosi yang telah meledak. Bergegas Ravi mempercepat langkahnya, setelahnya ia langsung memeluk tubuh Raya untuk masuk ke dalam dekapannya. Ravi mengusap pucuk kepala sang istri penuh kelembutan dan kasih sayang sembari berkata,"Dia akan mendapatkan balasan yang setimpal, Sayang." Nada suara Ravi terdengar begitu yakin. Raya yang sedang berada di dalam rengkuhan sang suami pun hanya menatap tajam ke arah David yang sedang berdiri menatap ke arahnya."Harus! Bahkan, tuntut dia dan berikan hukuman mati sekali pun!"David yang mendengar ucapan itu pun lantas menelan saliva dengan begitu susah payah. Bagaimana jika hal itu akan benar-benar terjadi? Mungkinkah ia akan menghabiskan umurnya dan membusuk di dalam penja
"Mas?" Suara Raya terdengar, membuat sang suami yang tengah terfokus dengan jalanan yang ada di depan sekilas menolehkan kepala ke arah sang istri lalu kembali terfokus ke arah depan. Sesekali tangannya menekan klakson mobil saat ada kendaraan yang ia rasa ada sebuah kendaraan yang menghalangi laju kendaraannya. "Ada apa, Sayang?" Kepala Ravi kembali menoleh, sebab sang istri tak kunjung memberikan respon. "Bagaimana jika apa yang dikatakan oleh dia tadi benar?" Kening Ravi berkerut sembari sekilas menatap ke arah Raya. "Siapa maksud kamu? David?" Raya mengangguk cepat. Ravi yang melihat kerisauan pada wajah sang istri, bergegas ia langsung menepikan kendaraan roda empatnya lalu memutar kunci mobil, hingga akhirnya suara deru mesin tak terdengar lagi. Ravi menatap lembut ke arah Raya."Kamu percaya sama lelaki itu?"Raya langsung mengalihkan pandangannya ke arah depan. Helaan napasnya terdengar dengan jelas saat menelusup ke gendang telinga milik Ravi. Tangan Ravi terulur, me
Wajah Raya semakin memucat membuat Ravu, Nania dan Guntur merasa sangat khawatir. Mereka bertiga saling berpandangan kemudian Nania menunduk.“Ray, gimana kalau kita ke rumah sakit, kondisimu sepertinya tidak terlalu baik deh,” ucap Nania hati-hati. Dia tahu kalau anaknya itu sangat keras kepala, apalagi jika menyangkut masalah kesehatannya.“Tidak mau Ma, aku baik-baik saja, mungkin aku hanya kecapekan saja, lagian semalam aku kurang tidur,” jawab Raya berusaha santai.Sebenarnya Raya merasakan kalau badannya sangat lemas, dia juga merasakan perutnya sangat tidak nyaman, antara mual, nyeri hingga punggungnya.Tapi dia tidak sampai hati jika membuat orang tuanya panik, lagi pula saat ini ada Ravi jadi dia tidak enak kalau membuat kehebohan. Dia tidak ingin tampil manja, sakit sedikit sudah mengeluh.“Dengarkan kata mamamu itu Ray, sebaiknya memang kamu ke rumah sakit, jadi dokter bisa memeriksa kesehatanmu, jika cuman karena kelelehan ada baiknya minta vitamin dari dokter, jangan mem
Nania tak sabar, kedua tangannya terkepal dengan raut wajah menampakkan kecemasan yang teramat dalam.Ekspresi wajah Ravi pun tampak murung, lelaki itu beberapa kali menghela napas panjang seakan-akan terjadi sesuatu pada Raya di dalam sana.Sedangkan Guntur, ia mencoba sedikit lebih tenang, mengontrol perasaannya dan meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. Dengan sebelah tangan yang terus mengelus bahu istrinya.Lalu Ravi mengangkat kepalanya dan mulai berkata, "Ma, Pa ... Raya-""Iya Raya kenapa? Apa kata dokter?" desak Nania dengan sedikit menaikkan nada bicaranya."Raya ... Hamil."Hening ....Nania terdiam sesaat, dengan kedua alis yang terangkat bahkan membulatkan bola matanya.Betapa terkejutnya wanita itu tat kala mendengar penjelasan yang disampaikan oleh menantunya, Ravi.Tak kalah pula dengan Guntur, kedua orng tua itu tampak sangat terkejut mendapati bahwa anak mereka tengah mengandung."B-benarkah itu, Ravi!? Raya ... Anakku, dia benar-benar hamil?" tanya Nani
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 231Raya merasa sangat senang karena kabar yang ia dengar kali ini membuatnya merasa sedang menyelami alam mimpi. Di mana saat orang-orang sering menganggap remeh dirinya yang tak kunjung mengandung sang buah hati, kini ... waktu yang begitu ia nantikan akhirnya benar-benar tiba.Tanpa sadar Raya meneteskan air matanya. Haru, bahagia, dan masih begitu tak percaya. Bahkan tubuhnya sampai gemetar. Ravi melihat hal itu memeluk sang istri. Ravi mengarahkan jemari besarnya mengusap lembut perut Raya yang masih tertutup pakaian khas pasien. Kemudian sesekali memberikan kecupan lembut di sana."Hei, kenapa menangis seperti itu, Sayang." Mendongakkan kepala, Ravi segera kembali menegapkan duduknya dan mengusap pipi Raya yang sudah begitu tergenang air mata."Aku hanya masih tidak percaya jika akhirnya aku benar-benar hamil, Mas. Aku ... aku bahagia sekali mendengarnya, Mas," tutur Raya membantu Ravi mengusap air matanya."Mas juga sangat bahagia, Sayang. K
Mendengar keluarganya itu malah menertawakannya, tentu saja gadis itu jadi makin cemberut. Dia menggembungkan kedua pipinya yang lucu dengan gaya masih bersedekap, tidak mau memandang mereka semua.Namun, Ravi pun segera berjongkok dan mengelus-elus punggung putrinya itu. Tentu saja Cahaya yang merasa sudah sok dewasa itu pun menepis tangan ayahnya dan langsung membuat semua orang pura-pura terkesiap dengan nada seirama, "Ooh ...."Cahaya tidak mengindahkan suara para orang dewasa yang merubungnya itu, tetapi dia hanya peduli pada bundanya, ketika menyeletuk, "Oalah, Sayang ..., kenapa jadi marah-marah begitu? Sekarang kan, yang penting semuanya sudah pada pulang."Raya akhirnya mengikuti posisi suaminya tersebut untuk berjongkok di sisi lain tubuh dari bocah kecil yang sedang merajuk tersebut. Dengan mata berkaca-kaca, Cahaya pun menoleh kepada sang Bunda, "Aku kesal dengan Ayah. Kenapa aku sama sekali tidak ditawari untuk ikut serta saat Bunda pergi ke rumah sakit?"Raya kemudian me
Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
Bab 307Nora tersentak saat menyadari ada seseorang yang menangkap tubuhnya. Ia berusaha meronta-ronta, dan meminta untuk dilepaskan. "Lepas! Lepas, nggak!" Nora berteriak keras tatkala menyadari kalau tubuhnya ditarik oleh seseorang.Mata wanita itu membola saat membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang melakukannya itu. Ia terbelalak, dan seketika rasa panik menggelayuti hatinya. Dia melihat ada delapan orang pria yang sudah mengerubunginya. Bau alkohol yang sangat menyengat langsung terhidu di hidungnya. Ya, orang-orang itu sedang mabuk rupanya. Dan, saat ini Nora adalah mangsa empuk dan lezat bagi mereka.Nora tak bisa membayangkan kalau malam ini dia akan menjadi pemuas nafsu bagi para lelaki mabuk itu. Ia tak pernah membayangkan akan digangbang masal oleh mereka."Pergi! Pergi kalian dari sini!" Nora berteriak setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Namun, teriakannya itu sama sekali tak berpengaruh pada mereka. Mereka hanya tertawa saja menanggapi teriakan Nora ya
Bab 306Bryan melangkahkan kaki memasuki beranda rumahnya. Lelaki itu meletakkan kunci mobilnya pada meja hias yang terletak di bawah televisi kemudian melepaskan jaket kulitnya yang berwarna hitam.Kepalanya melihat ke arah lorong yang berjejer pintu-pintu kamar. “Nora,” panggilnya karena ingin segera melihat wajah wanita itu, lelaki itu merasa bosan seharian di luar dan dirinya ingin mendapat pelayanan dari Nora malam ini.Tak ada sahutan saat Bryan memanggil nama wanita itu. “Nora?” panggil Bryan lagi sambil berjalan menuju kamar wanita itu. “Nora? Kenapa dia tidak menjawab?” herannya mengetuk pintu kamar.Tok tok tok …Bryan mengetuk pintu itu sekali lagi dan memanggil-manggil nama wanita pemuas nafsunya itu. Karena lelaki itu tak kunjung mendapatkan sahutan, Bryan pun akhirnya membuka pintu kamar itu dengan paksa.Ketika pintu dibuka, Bryan mendapati ruangan kamar yang kosong tak ada orang. Barang-barang Nora tampak berceceran dan satu hal yang membuat kening Bryan mengkerut. “Pa
"Tetapi sebelum itu, mungkin aku harus membersihkan diri dulu," gumam Nora saat menyadari tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Tak ingin semakin membuang waktu, wanita itu pun segera mengambil handuknya yang masih tergantung di balik pintu kamar untuk kemudian melenggang memasuki kamar mandi.Sejenak Nora mengeluarkan senandungnya. Lalu, netra wanita itu tampak berkaca menanti kebebasan yang mungkin sebentar lagi akan dia rasakan."Seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Aku benar-benar menyesal karena telah menghabiskan waktu dengan hal penuh dosa ini. Ya Tuhan, masih berkenan kah Engkau memberikan maaf padaku?" gumam Nora yang kini tengah berdiri tepat di bawah guyuran air showernya. Nora benar-benar tak sabar untuk memulai hidup baru yang akan dia isi dengan banyak hal-hal positif.Selesai melakukan ritual mandinya, Nora pun segera bergegas menuju ranjang tidur kemudian pakaian bersihnya untuk kemudian dia kenakan. Nora menatap ke arah kamarnya sesaat. Ruang berukuran sedang ini
Nora tidak sadrakan diri karena apa yang di lakukan Bryan kepadanya. Karena di tidak tahan dengan perlakuan Bryan yang membabi buta kepada Nora, membuat wanita itu berontak, akibatnya kepalanya terbentung kepala ranjang.Bryan langsung meninggalkan Nora begitu saja dan menyuruh anak buahnya untuk memanggilkan tenaga medis untuk menangani Nora. Sedangkan Bryan sendiri pergi entah kemana. Setelah puas melampiaskan hasratnya kepada Nora, lelaki itu merasa fresh dan siap menjalankan aktivitasnya.Sebenarnya Bryan juga sedikit heran dengan dirinya sendiri, entah sejak kapan dia sangat menikmati rasa sakit Nora, apalagi ketika gadis itu berteriak-teriak meminta berhenti dan menyudari permainan mereka, Bryan malah merasa terpacu dan tidak ingin berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa.Keesokan harinya Nora siuman dalam keadaan tidak bisa berjalan, dia juga merasa tenaganya habis terkuras serasa habis berlari ratusan kilometer.“Aku di mana? Apa yang terjadi padaku?” batin Nora sem
Malam ini, Nora tampil cantik dengan pakaian ketat dan belahan dada rendah. Dia menggunakan lipstik merah merona yang melapisi bibirnya, kalung cantik yang berkilauan, dan sepatu hak tinggi kulit hitam yang membuat kakinya terlihat berjenjang luar biasa.Rambutnya yang gelap dan tebal jatuh hingga ke tengah punggungnya. Sebatang rokok tergantung bebas dari antara bibirnya, sementara dia berjalan dengan sedikit berlenggak-lenggok. Ketika Nora melangkah memenuhi panggilan Brian, pinggulnya bergoyang sangat menawan.Sang Germo itu memandangnya seolah Nora berjalan dalam gerakan lambat. Nora memanglah sangat cantik dan tidak ada yang akan tahu tentang fakta bahwa dia adalah seorang wanita penghibur yang sebenarnya, jika mereka tidak melihatnya di tempat prostitusi.Seorang pelanggan dengan ekspresi wajah terlalu sumringah datang."Selamat malam, Pak?" sapa Brian tak kalah cerianya.Tentu saja dia menyambut dengan ramah sosok pria yang sudah pasti akan menyumbangkan pundi-pundi yang cukup
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de