Hari terus berganti dengan hari. Kini, sudah dua minggu lamanya Kevin belajar mengaji. Dengan begitu telatennya sang Ustadz mengajari anak didiknya yang sudah berusia dewasa itu."Nak Kevin sudah lancar baca iqra 1 sampai 6. Mulai besok, kita belajar baca al-qur'an," titah sang Ustadz yang dibalas anggukan oleh Kevin. Sungguh ... di dalam lubuk hatinya, Kevin merasa begitu puas dengan peningkatan yang ia lalui dalam proses belajar mengaji itu. Tak ada kendala yang berati, meskipun terkadang ia masih dilanda oleh rasa bingung. Seiring berjalannya waktu, Kevin merasa benar-benar ingin belajar karena ingin lebih dekat dengan-Nya. Akan tetapi, meskipun begitu, nama Sintya masih terpahat dengan sempurna di dalam hatinya."Baik, Pak Ustadz," sahut Kevin sembari kepala mengangguk paham. Beberapa menit terjadilah perbincangan di antara mereka. Hingga setelahnya, sang Ustadz pun berpamitan untuk pulang. Kevin mengantarkan sang Ustadz sampai ke depan pintu gerbang rumahnya. Sebenarnya ia
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 122"Terimakasih, ya. Kamu boleh kembali bekerja."Sintya pun mengangguk, setelahnya, ia pun kembali ke meja kerjanya sendiri. Melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.***"Bu, jadi aku boleh kan kalau mau kembali lagi sama Raya?" Ucapan David menggema di telinga Arita. Terus saja terngiang-ngiang apa yang David katakan padanya. Sejatinya sih Arita juga menginginkan David kembali lagi sama Raya. Akan tetapi, apakah namanya mereka sungguh tidak tahu diri? Sudah menyakit, sudah memaki dan kini meminta kembali? Huft, Arita menghembuskan napas menghilangkan sesak di dadanya. Ingatannya kembali saat dirinya masih menjadi mertua sari Raya. Raya anak sahabat bayinya berwatak mirip sekali dengan Nania. Keras kepala namun lemah lembut dan penyayang. Itulah sebabnya Arita pun menyayangi Raya. Pilihan David benar-benar membuat hidupnya berubah 180°. Yah, meskipun kini kondisi Arita sudah tidaklah semenyedihkan dulu tapi tetap saja kehidupan saat masih m
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 123Raya sengaja menunjukkan raut wajah tidak sukanya agar Devid tahu jika dirinya tidak menginginkan kehadiran lelaki yang pernah menorehkan luka itu. "Mau apa kamu ke sini!?" tanya Raya masih dengan nada yang menghentak. Namun, David mencoba menenangkan pikirannya. 'Sabar, semua butuh perjuangan. Kalau mau mengambil hati Raya haruslah sabar, setidaknya jika dia luluh dan mau rujuk kembali aku tidak akan hidup susah lagi' batin David. "Raya, gimana kabarmu?" Raya mengernyitkan dahi sebab David terlihat sangat aneh. Lagian Raya juga tidak berminat beramah-tamah ria dengan David. Saat ini di hati dan otak janda cantik itu sudah tidak ada lagi nama dan sosok David yang tertancap dalam ingatannya. "Sepetti yang kamu lihat. Aku sangat baik-baik saja, sudah kan itu saja? Kalau tidak ada yang penting lagi sebaiknya pulang karena aku sedang sibuk!" ketus Raya lagi. Wajahnya benar-benar tidak bersahabat. David masih berusaha tersenyum tidak terlalu ingin
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 124Sudahlah aku sangat tahu siapa kamu dan bagaimana kami. Dulu kamu begitu mencintaiku jadi tak akan semudah itu kamu melupakanku bukan? Aku tahu hatimu hanyalah untukku.""Pulanglah! Kamu tidak diterima di sini! Bahkan seandainya di dunia ini hanya ada satu pria yaitu kamu. Aku jauh lebih memilih tidak akan menikah daripada harus kembali hidup dengan manusia seperti kamu!" Raya berbalik badan dan berniat ingin meninggalkan David. Namun, saat Raya berniat menutup pintu, David mencekal tangan itu dan ia mencengkramnya erat. Mata David sudah memerah. Sungguh David merasa ucapan Raya tadi adalah sebuah penghinaan baginya. "Kau harus menerimaku, apa pun alasannya. Kau adalah milikku dan akan tetap jadi milikku," desis David dengan rahang yang mengeras. Raya berusaha melepaskan genggaman tangan David pada tangannya tapi cengkraman itu sungguh kuat. "David lepas! Kau pikir kau siapa bisa memaksaku ha! Sampai kapan pun kau tidak akan bisa memaksaku un
Hari terus berganti dengan hari, tak terasa waktu berjalan dengan begitu cepatnya. Kini dua bulan telah berlalu, sudah dua bulan pula Kevin belajar mengaji secara private. Kemajuan berkembang dengan pesat pada diri Kevin. Lelaki yang sebelumnya hanya bisa mengenali huruf hijaiyah satu per satu, kini sudah bisa membaca huruf-huruf itu yang terangkai. Ya, Kevin berhasil menyelesaikan tantangan yang diberikan oleh sosok lelaki yang tak lain dan tak bukan adalah calon ayah mertuanya. Meskipun ia belum terlalu fasih dalam membacanya, tapi Kevin sudah bisa melantunkan ayat demi ayat secara lancar. Sang ustadz yang merupakan sang guru pun mengacungkan jempolnya saat melihat perjuangan dan semangatnya dalam belajar. "Alhamdulillah, Nak Kevin sudah lancar membaca al-qur'an. Jangan lupa, setiao hari selalu luangkan waktu untuk melantunkan ayat-ayat-Nya ya, Nak Kevin," tutur Sang Ustadz setelah menyimak Kevin yang membaca alqur'an yang saat ini masih ada di hadapannya. "Iya, Pak Ustadz,"
Tak bisa dipungkiri, degup jantung yang sempat normal itu kembali terasa berdebar. Hal itu tak hanya dirasakan oleh Kevin, Sintya yang saat ini duduk dengan kepala menunduk itu pun tak kalah berdebar. Hanya saja, Sintya memainkan ke sepuluh jemarinya untuk menyamarkan rasa gugupnya saya ini. Sang abah pun kembali membuka suara. "Sintya, ambilkan al-qur'an," pinta sang Abah. "Baik, Abah." Sintya bangkit dari tempat duduknya, sedangkan Kevin diantar oleh sang umi untuk mengambil air wudhu. Kevin mulai membuka sampul al-quran dan mencari surah Ar-Rahman yang diminta oleh calon mertuanya itu. Kevin mulai membaca bismillah, setelahnya ayat pertama surah tersebut mulai dilantunkan. Sang abah pun cukup puas dengan cara baca alqur'an Kevin. Memang belum sempurna, akan tetapi, lelaki tua itu cukup salut dengan semangat dalam diri Kevin dalam berusaha memenuhi persyaratan yang diberikan olehnya. Terlebih ia tahu betul kalau Kevin sama sekali tak bisa membaca al-qur'an, hanya mengenal seb
Ada rasa tak enak sebenarnya meminta tenggat waktu yang lumayan lama yang Kevin rasakan. Tapi apa boleh buat, bagaimana pun juga Kevin merasa kalau restu dari ibunda angkat juga ia perlukan. "Baiklah kalau begitu. Abah kasih waktu dua bulan. Nanti, sekiranya Nak Kevin sudah mendapatkan restu dari ibunya, baru membahas soal tanggal pernikahan itu. Bagaimana?" Untuk ke sekian kalinya Kevin bernapas lega. "Baik, Abah. Secepatnya saya akan urus cuti dan pulang dan segera menyelesaikan urusan saya. Terima kasih atas kebesaran hati Abah." Sang abah pun menganggukkan kepala. ****Kevin menarik kopernya yang telah terisi penuh oleh pakaian dan perlengkapan pribadinya keluar dari rumah. Setelah memastikan pintu rumah sudah terkunci dengan sempurna, bergegas Kevin melangkah menuju ke arah di mana mobil taksi yang telah ia pesan untuk mengantarkannya ke bandara telah menunggu.Ya, Kevin akan pulang untuk mencari di mana keberadaan Arita. Ia hanya ingin meminta restu dari seseorang yang tel
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 128"Gimana melamar Raya kembali? Berhasil?" tanya Arita melihat David puoanh. Namun, David berdecak kesal karena pertanyaan Arira terdengar seperti ejekan. "Ibu ngejek aku?""Kok ngejek? Ibu kan cuma tanya apa ada yang salah?" "Ya pertanyaan Ibu terdengar seperti ejekan," ujar David sedikit ketus. Ia mendaratkan bokongnya di atas karpet tipis seharga 30 ribuan itu yang sengaja digelar di ruang tamu. "Kamu ini aneh, orang bertanya kok di kata ngejek. Tapi dari nada bicaramu yang terlihat kesal tebakan Ibu pasti kamu gagal kan?" "Ck, si Raya itu sangat sombong sekali. Mentang-mentang hidupnya enak dan aku blangsak begini dia seperti jijik saat melihat kedatanganku tadi." Arita menggelengkan kepalanya melihat tingkah sang anak. "Ya wajar kalau Raya begitu sama kamu. Luka yang sudah kita torehkan padanya itu sangat fatal. Mungkin kalau Ibu ada di posisi dia Ibu bakal melakukan yang lebih dari sekedar menatap jijik. Mungkin Ibu akan menyirammu dengan
Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
Bab 307Nora tersentak saat menyadari ada seseorang yang menangkap tubuhnya. Ia berusaha meronta-ronta, dan meminta untuk dilepaskan. "Lepas! Lepas, nggak!" Nora berteriak keras tatkala menyadari kalau tubuhnya ditarik oleh seseorang.Mata wanita itu membola saat membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang melakukannya itu. Ia terbelalak, dan seketika rasa panik menggelayuti hatinya. Dia melihat ada delapan orang pria yang sudah mengerubunginya. Bau alkohol yang sangat menyengat langsung terhidu di hidungnya. Ya, orang-orang itu sedang mabuk rupanya. Dan, saat ini Nora adalah mangsa empuk dan lezat bagi mereka.Nora tak bisa membayangkan kalau malam ini dia akan menjadi pemuas nafsu bagi para lelaki mabuk itu. Ia tak pernah membayangkan akan digangbang masal oleh mereka."Pergi! Pergi kalian dari sini!" Nora berteriak setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Namun, teriakannya itu sama sekali tak berpengaruh pada mereka. Mereka hanya tertawa saja menanggapi teriakan Nora ya
Bab 306Bryan melangkahkan kaki memasuki beranda rumahnya. Lelaki itu meletakkan kunci mobilnya pada meja hias yang terletak di bawah televisi kemudian melepaskan jaket kulitnya yang berwarna hitam.Kepalanya melihat ke arah lorong yang berjejer pintu-pintu kamar. “Nora,” panggilnya karena ingin segera melihat wajah wanita itu, lelaki itu merasa bosan seharian di luar dan dirinya ingin mendapat pelayanan dari Nora malam ini.Tak ada sahutan saat Bryan memanggil nama wanita itu. “Nora?” panggil Bryan lagi sambil berjalan menuju kamar wanita itu. “Nora? Kenapa dia tidak menjawab?” herannya mengetuk pintu kamar.Tok tok tok …Bryan mengetuk pintu itu sekali lagi dan memanggil-manggil nama wanita pemuas nafsunya itu. Karena lelaki itu tak kunjung mendapatkan sahutan, Bryan pun akhirnya membuka pintu kamar itu dengan paksa.Ketika pintu dibuka, Bryan mendapati ruangan kamar yang kosong tak ada orang. Barang-barang Nora tampak berceceran dan satu hal yang membuat kening Bryan mengkerut. “Pa
"Tetapi sebelum itu, mungkin aku harus membersihkan diri dulu," gumam Nora saat menyadari tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Tak ingin semakin membuang waktu, wanita itu pun segera mengambil handuknya yang masih tergantung di balik pintu kamar untuk kemudian melenggang memasuki kamar mandi.Sejenak Nora mengeluarkan senandungnya. Lalu, netra wanita itu tampak berkaca menanti kebebasan yang mungkin sebentar lagi akan dia rasakan."Seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Aku benar-benar menyesal karena telah menghabiskan waktu dengan hal penuh dosa ini. Ya Tuhan, masih berkenan kah Engkau memberikan maaf padaku?" gumam Nora yang kini tengah berdiri tepat di bawah guyuran air showernya. Nora benar-benar tak sabar untuk memulai hidup baru yang akan dia isi dengan banyak hal-hal positif.Selesai melakukan ritual mandinya, Nora pun segera bergegas menuju ranjang tidur kemudian pakaian bersihnya untuk kemudian dia kenakan. Nora menatap ke arah kamarnya sesaat. Ruang berukuran sedang ini
Nora tidak sadrakan diri karena apa yang di lakukan Bryan kepadanya. Karena di tidak tahan dengan perlakuan Bryan yang membabi buta kepada Nora, membuat wanita itu berontak, akibatnya kepalanya terbentung kepala ranjang.Bryan langsung meninggalkan Nora begitu saja dan menyuruh anak buahnya untuk memanggilkan tenaga medis untuk menangani Nora. Sedangkan Bryan sendiri pergi entah kemana. Setelah puas melampiaskan hasratnya kepada Nora, lelaki itu merasa fresh dan siap menjalankan aktivitasnya.Sebenarnya Bryan juga sedikit heran dengan dirinya sendiri, entah sejak kapan dia sangat menikmati rasa sakit Nora, apalagi ketika gadis itu berteriak-teriak meminta berhenti dan menyudari permainan mereka, Bryan malah merasa terpacu dan tidak ingin berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa.Keesokan harinya Nora siuman dalam keadaan tidak bisa berjalan, dia juga merasa tenaganya habis terkuras serasa habis berlari ratusan kilometer.“Aku di mana? Apa yang terjadi padaku?” batin Nora sem
Malam ini, Nora tampil cantik dengan pakaian ketat dan belahan dada rendah. Dia menggunakan lipstik merah merona yang melapisi bibirnya, kalung cantik yang berkilauan, dan sepatu hak tinggi kulit hitam yang membuat kakinya terlihat berjenjang luar biasa.Rambutnya yang gelap dan tebal jatuh hingga ke tengah punggungnya. Sebatang rokok tergantung bebas dari antara bibirnya, sementara dia berjalan dengan sedikit berlenggak-lenggok. Ketika Nora melangkah memenuhi panggilan Brian, pinggulnya bergoyang sangat menawan.Sang Germo itu memandangnya seolah Nora berjalan dalam gerakan lambat. Nora memanglah sangat cantik dan tidak ada yang akan tahu tentang fakta bahwa dia adalah seorang wanita penghibur yang sebenarnya, jika mereka tidak melihatnya di tempat prostitusi.Seorang pelanggan dengan ekspresi wajah terlalu sumringah datang."Selamat malam, Pak?" sapa Brian tak kalah cerianya.Tentu saja dia menyambut dengan ramah sosok pria yang sudah pasti akan menyumbangkan pundi-pundi yang cukup
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de