SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 124Sudahlah aku sangat tahu siapa kamu dan bagaimana kami. Dulu kamu begitu mencintaiku jadi tak akan semudah itu kamu melupakanku bukan? Aku tahu hatimu hanyalah untukku.""Pulanglah! Kamu tidak diterima di sini! Bahkan seandainya di dunia ini hanya ada satu pria yaitu kamu. Aku jauh lebih memilih tidak akan menikah daripada harus kembali hidup dengan manusia seperti kamu!" Raya berbalik badan dan berniat ingin meninggalkan David. Namun, saat Raya berniat menutup pintu, David mencekal tangan itu dan ia mencengkramnya erat. Mata David sudah memerah. Sungguh David merasa ucapan Raya tadi adalah sebuah penghinaan baginya. "Kau harus menerimaku, apa pun alasannya. Kau adalah milikku dan akan tetap jadi milikku," desis David dengan rahang yang mengeras. Raya berusaha melepaskan genggaman tangan David pada tangannya tapi cengkraman itu sungguh kuat. "David lepas! Kau pikir kau siapa bisa memaksaku ha! Sampai kapan pun kau tidak akan bisa memaksaku un
Hari terus berganti dengan hari, tak terasa waktu berjalan dengan begitu cepatnya. Kini dua bulan telah berlalu, sudah dua bulan pula Kevin belajar mengaji secara private. Kemajuan berkembang dengan pesat pada diri Kevin. Lelaki yang sebelumnya hanya bisa mengenali huruf hijaiyah satu per satu, kini sudah bisa membaca huruf-huruf itu yang terangkai. Ya, Kevin berhasil menyelesaikan tantangan yang diberikan oleh sosok lelaki yang tak lain dan tak bukan adalah calon ayah mertuanya. Meskipun ia belum terlalu fasih dalam membacanya, tapi Kevin sudah bisa melantunkan ayat demi ayat secara lancar. Sang ustadz yang merupakan sang guru pun mengacungkan jempolnya saat melihat perjuangan dan semangatnya dalam belajar. "Alhamdulillah, Nak Kevin sudah lancar membaca al-qur'an. Jangan lupa, setiao hari selalu luangkan waktu untuk melantunkan ayat-ayat-Nya ya, Nak Kevin," tutur Sang Ustadz setelah menyimak Kevin yang membaca alqur'an yang saat ini masih ada di hadapannya. "Iya, Pak Ustadz,"
Tak bisa dipungkiri, degup jantung yang sempat normal itu kembali terasa berdebar. Hal itu tak hanya dirasakan oleh Kevin, Sintya yang saat ini duduk dengan kepala menunduk itu pun tak kalah berdebar. Hanya saja, Sintya memainkan ke sepuluh jemarinya untuk menyamarkan rasa gugupnya saya ini. Sang abah pun kembali membuka suara. "Sintya, ambilkan al-qur'an," pinta sang Abah. "Baik, Abah." Sintya bangkit dari tempat duduknya, sedangkan Kevin diantar oleh sang umi untuk mengambil air wudhu. Kevin mulai membuka sampul al-quran dan mencari surah Ar-Rahman yang diminta oleh calon mertuanya itu. Kevin mulai membaca bismillah, setelahnya ayat pertama surah tersebut mulai dilantunkan. Sang abah pun cukup puas dengan cara baca alqur'an Kevin. Memang belum sempurna, akan tetapi, lelaki tua itu cukup salut dengan semangat dalam diri Kevin dalam berusaha memenuhi persyaratan yang diberikan olehnya. Terlebih ia tahu betul kalau Kevin sama sekali tak bisa membaca al-qur'an, hanya mengenal seb
Ada rasa tak enak sebenarnya meminta tenggat waktu yang lumayan lama yang Kevin rasakan. Tapi apa boleh buat, bagaimana pun juga Kevin merasa kalau restu dari ibunda angkat juga ia perlukan. "Baiklah kalau begitu. Abah kasih waktu dua bulan. Nanti, sekiranya Nak Kevin sudah mendapatkan restu dari ibunya, baru membahas soal tanggal pernikahan itu. Bagaimana?" Untuk ke sekian kalinya Kevin bernapas lega. "Baik, Abah. Secepatnya saya akan urus cuti dan pulang dan segera menyelesaikan urusan saya. Terima kasih atas kebesaran hati Abah." Sang abah pun menganggukkan kepala. ****Kevin menarik kopernya yang telah terisi penuh oleh pakaian dan perlengkapan pribadinya keluar dari rumah. Setelah memastikan pintu rumah sudah terkunci dengan sempurna, bergegas Kevin melangkah menuju ke arah di mana mobil taksi yang telah ia pesan untuk mengantarkannya ke bandara telah menunggu.Ya, Kevin akan pulang untuk mencari di mana keberadaan Arita. Ia hanya ingin meminta restu dari seseorang yang tel
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 128"Gimana melamar Raya kembali? Berhasil?" tanya Arita melihat David puoanh. Namun, David berdecak kesal karena pertanyaan Arira terdengar seperti ejekan. "Ibu ngejek aku?""Kok ngejek? Ibu kan cuma tanya apa ada yang salah?" "Ya pertanyaan Ibu terdengar seperti ejekan," ujar David sedikit ketus. Ia mendaratkan bokongnya di atas karpet tipis seharga 30 ribuan itu yang sengaja digelar di ruang tamu. "Kamu ini aneh, orang bertanya kok di kata ngejek. Tapi dari nada bicaramu yang terlihat kesal tebakan Ibu pasti kamu gagal kan?" "Ck, si Raya itu sangat sombong sekali. Mentang-mentang hidupnya enak dan aku blangsak begini dia seperti jijik saat melihat kedatanganku tadi." Arita menggelengkan kepalanya melihat tingkah sang anak. "Ya wajar kalau Raya begitu sama kamu. Luka yang sudah kita torehkan padanya itu sangat fatal. Mungkin kalau Ibu ada di posisi dia Ibu bakal melakukan yang lebih dari sekedar menatap jijik. Mungkin Ibu akan menyirammu dengan
Tentu saja hal itu membuat dada Kevin bergemuruh. Bahkan, tangannya sudah mengepal erat. Namun, Kevin mencoba menahan rasa kesabarannya karena tujuannya datang jauh-jauh ke kota kelahirannya bukanlah untuk mencari keributan melainkan untuk meminta doa restu. "Terserah Mas mau bilang apa yang penting aku minta alamat di mana Ibu tinggal.""Kalau aku gak mau kasih tau gimana?"Kevin bungkam dan belum menjawab ucapan David. Ingin sekali rasanya dia meninju wajah sok penting David. Kalau saja Kevin tidak ingat akan tujuannya. "Hahahaha tenang saja gak usah marah. Aku hanya bercanda, aku akan beritahu tapi ada syaratnya.""Apa?" tanya Kevin yang kini sudah bernada datar. Ekspresinya pun terkesan dingin. "Beri aku uang tiga juta maka akan aku berikan alamat di mana Ibu tinggal." Kevin kembali mengepalkan tangannya erat karena David yang mencoba memerasnya. "Sebegitu menyedihkannya kah kehidupan kamu sekarang ini, Mas? Sampai-sampai hanya uang tiga juta saja kau menggunakan Ibu untuk me
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 130"Apakah selama ini Ibu tinggal di sini?" gumam Kevin lirih. Setelah yakin kalau rumah sangat sederhana sekali itu adalah rumah ibu tirinya, Kevin bergegas turun dari dalam mobil yang ia tumpangi. Tai lupa ia membayar ongkos taksi online yang sudah ia ajak berkeliling sejak tadi tentunya dengan bayaran yang sesuai. "Pak ini ongkosnya," ucap Kevin seraya memberikan lima lembar merah pada supir taksi tersebut. "Waduh, Pak, saya tidak ada kembaliannya. Tarifnya cuma dua ratus ribu saja.""Itu buat Bapak.""Kebanyakan ini, Pak.""Gak apa-apa, anggap saja rezeki buat Bapak hari iji," ucap Kevin sembari mengulas senyum. "Alhamdulillah, terima kasih, Pak, semoga rezekinya berkah. Makin lancar dengan segala urusannya.""Terima kasih, Pak." Kevin membuka pintu mobio tersebut dan ia menurunkan kedua kakinya. Setelah ia kembali menutup pintu itu, mobil tersebut pun segera memutar balik dan pergi meninggalkan Kevin yang fokus melihat ke arah warung kecil
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 131"Ck, lebay banget sih. Pada tangis-tangisan begitu. Dikira lagi pada main sinetron apa."Ucapan David tentu saja membuat suasana yang mengharu biru bagi Kevin dan Arita menjadi terganggu. Kevin menatap David dengan tatapan datar sedangkan Arita melotot ke arah David. Namun, David acuh, ia sama sekali tidak mempedulikan arti tatapan ibunya itu. "Heh mana uang yang kamu janjikan buruan sini aku mau keliling lagi nih!" todong David pada Kevin mengenai uang tiga juta yang Kebin janjikan padanya setelah sampai ke alamat di mana Arita tinggal. Arita yang belum tahu tentang perjanjian Kevin dan David mengerutkan dahi dan sorot matanya pada Kevin seolah-olah penuh tanya tentang apa yang keduanya bicarakan. "Kalian ngomongin apa sih? Uang apa?" tanya Arita. "Mas David minta uang sama aku kalau aku mau tahu alamat di mana Ibu tinggal," jawab Kevin dengan entengnya. David tentu saja melotot ke arah nya karena tidak menyangka jika Kebin akan memberitahuka