SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 130"Apakah selama ini Ibu tinggal di sini?" gumam Kevin lirih. Setelah yakin kalau rumah sangat sederhana sekali itu adalah rumah ibu tirinya, Kevin bergegas turun dari dalam mobil yang ia tumpangi. Tai lupa ia membayar ongkos taksi online yang sudah ia ajak berkeliling sejak tadi tentunya dengan bayaran yang sesuai. "Pak ini ongkosnya," ucap Kevin seraya memberikan lima lembar merah pada supir taksi tersebut. "Waduh, Pak, saya tidak ada kembaliannya. Tarifnya cuma dua ratus ribu saja.""Itu buat Bapak.""Kebanyakan ini, Pak.""Gak apa-apa, anggap saja rezeki buat Bapak hari iji," ucap Kevin sembari mengulas senyum. "Alhamdulillah, terima kasih, Pak, semoga rezekinya berkah. Makin lancar dengan segala urusannya.""Terima kasih, Pak." Kevin membuka pintu mobio tersebut dan ia menurunkan kedua kakinya. Setelah ia kembali menutup pintu itu, mobil tersebut pun segera memutar balik dan pergi meninggalkan Kevin yang fokus melihat ke arah warung kecil
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 131"Ck, lebay banget sih. Pada tangis-tangisan begitu. Dikira lagi pada main sinetron apa."Ucapan David tentu saja membuat suasana yang mengharu biru bagi Kevin dan Arita menjadi terganggu. Kevin menatap David dengan tatapan datar sedangkan Arita melotot ke arah David. Namun, David acuh, ia sama sekali tidak mempedulikan arti tatapan ibunya itu. "Heh mana uang yang kamu janjikan buruan sini aku mau keliling lagi nih!" todong David pada Kevin mengenai uang tiga juta yang Kebin janjikan padanya setelah sampai ke alamat di mana Arita tinggal. Arita yang belum tahu tentang perjanjian Kevin dan David mengerutkan dahi dan sorot matanya pada Kevin seolah-olah penuh tanya tentang apa yang keduanya bicarakan. "Kalian ngomongin apa sih? Uang apa?" tanya Arita. "Mas David minta uang sama aku kalau aku mau tahu alamat di mana Ibu tinggal," jawab Kevin dengan entengnya. David tentu saja melotot ke arah nya karena tidak menyangka jika Kebin akan memberitahuka
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 107Kevin mengusap lembut bahu sang ibu sembari merangkulnya. Tiba-tiba saja wajah Arita berubah murung. Tentu saja hal itu membuat Kevin heran. "Ibu kenapa?" tanya Kevin dengan pandangan melekat pada Arita. "Ibu merasa sangat menyesal karena dulu sudah berbuat sangat jahat padamu. Ibu tega mempertaruhkan masa depanmu demi ambisi Ibu yang sangat tidak masuk akal itu. Bahkan kamu rela menukar harga dirimu demi kesenangan Ibu dan juga David. Sungguh Ibu merasa diri ini sudah banyak dosa dan tidak pantas mendapatkan maaf darimu secara cuma-cuma seperti ini." Kembali Arita menitikan air mata itu. Kevin dengan sigap mengusap lembut air mata yang jatuh membasahi pipi Arita. Dengan penuh kasih sayang Kevin menuntun sang ibu untuk duduk di atas karpet tipis yang tidak pernah digulung itu. "Bu, sudahlah, Kevin sudah melupakan semuanya. Yang terpenting sekarang adalah Ibu sudah menyadari semua kesalahan Ibu dan Ibu sudah menyayangiku itu sudah cukup bagiku.
[Mas, bisa kita ketemu?]Pesan itu ditulis oleh Nora untuk Dirga. Nora terus menatap layar ponsel itu, berharap segera ada balasan yang masuk dari sang kekasih. Sebenarnya terlalu kejam yang dilakukan oleh David pada Nora. Ia menceraikan sang istri dalam keadaan mengandung darah dagingnya. Tapi apa boleh buat. Nora telah menorehkan luka dengan begitu dalamnya di hati David. Jika ditelisik, kurang cinta apa David pada Nora? Ia rela menduakan sang istri yang jauh lebih dari segala-galanya dibandingkan diri Nora. Dan lebih parahnya, David lebih memilih hidup dengan Nora dibandingkan Arita yang telah mengandung dan melahirkannya. Ponsel bergetar, ada satu pesan masuk. [Kapan? Apa kau merindukan sentuhanku lagi?]Balasan singkat yang dikirim oleh David membuat Nora tersenyum. [Tentu, dong! Sekarang, ya. Kita ketemu di cafe dulu, sekalian makan siang.] Bibir seksi itu mengulas senyum. Apalagi bayangan saat ia sedang melakukan olahraga di atas ranjang pun memenuhi isi kepalanya. [Ok. D
"Begini, Mas. Aku sudah diceraikan oleh Mas David setelah kejadian kemarin. Dan sekarang aku mau kasih kabar gembira sama kamu, kalau sekarang aku sudah bebas, jadi bisa nikah sama kamu ...." Nora mengatakan kalimat itu dengan senyum terkembang. Berbanding terbalik dengan Dirga. Lelaki itu tersentak kaget, jantungnya pun seperti berhenti berdetak kala mendengar kalimat yang sebenarnya sama sekali tidak ia inginkan itu. Tangan kekar yang semula menyentuh wajah cantik itu tertarik dengan cepat lalu ia letakkan di atas meja. Pias. Wajah Dirga terlihat begitu pias. Menyadari perubahan seraut wajah itu tentu membuat perasaan Nora menjadi tak enak. "Mas? Kamu baik-baik saja kan?" Kini berganti tangan Nora yang terulur dan menggenggam tangan milik Dirga. Lelaki itu langsung melepaskan tangan Nora begitu saja, ia tarik tangannya dan kemudian ia letakkan di atas paha.Kening Nora mengernyit. Kenapa dengan Mas Dirga? Batin Nora berbicara. "Maaf, aku nggak bisa menikahimu!" Bagai dihan
"Mbak, maaf, belum bayar tagihan makannya," ucap salah satu pelayan yang saat ini telah berdiri di belakang Nora. Perempuan itu menghela napas dalam-dalam.Nora yang saat itu sedang berdiri menatap ke arah gerbang kafe itu pun lantas menolehkan kapala. "Apa sih, Mbak?!" pekik Nora menatap salah satu pelayan yang memasang wajah takut-takut. "Mbak belum bayar tagihan makannya," ucap sang pelayan masih dengan nada takut. "Timbang gitu doang pakek ditagih segala, mau aku obrak-abrik cafe itu, ha?!" Nora menghembuskan napas kasar. "Tas saya masih di dalam! Takut sekali aku kabur?! Timbang makanan gitu doang aku bisa bayar! Bahkan, membeli cafe itu aku sanggup!" Nora menghentakkan kakinya lalu ia melangkah masuk kembali ke dalam cafe. Langkahnya tertuju pada tempat duduk yang tadi sempat ia singgahi. Nora meraih tas lalu berjalan kembali menuju kasir. "Berapa semuanya?" ketus Nora."Seratus tiga puluh lima ribu, Mbak." Nora memberikan selembar uang pecahan seratus ribuan dan selemba
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 136"Kenapa dia bisa ada di sini??!" batin Dirga. Dirga pun kembali meluruskan pandangannya, setelahnya ia langsung melangkah pergi. Tak dipedulikannya Nora yang terus berteriak memanggil namanya."Mas tunggu!" pekik Nora sembari berjalan berniat menyusul langkah Dirga yang semakin masuk ke dalam kantornya. Seorang security menahan Nora yang akan menyusul Dirga tentu saja Dirga tersenyum sinis saat melihat Nora ditahan oleh security. Dirga semakin mempercepat langkahnya menuju ke ruangan yang membuatnya nyaman dalam bekerja. Akan tetapi, sebelumnya Dirga berpesan terlebih dahulu pada resepsionis. "Dara, tolong kalau perempuan gila di depan sana itu mencariku atau membuat onar di sini. Segera usir saja atau kalau perlu dan dia ngotot segera panggil polisi." "Baik, Pak," jawab Dara sembari sesekali matanya melihat ke arah Nora yang masih ditahan oleh security. Setelahnya Dirga kembali berjalan memasuki lift yang kini ada di hadapannya. Dirga mene
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 112Yanto yang tidak siap tentu saja hampir terjatuh karena gerakan yang Nora buat. "Perkenalkan, saya Nora, saya adalah calon istri Mas Dirga."Tiara membelalak mendengar ucapan Nora. Lantas, setelahnya Tiara tertawa terbahak yang membuat Nora awalnya menyunggingkan senyum kini merubah kondisi wajah itu. "Kenapa tertawa? Memangnya ada yang lucu?" tanya Nora dengan kening berlipat. Tiara mengakhiri gelak tawanya dan ia menatap Nora dengan tatapan mengejek. "Bukan hanya satu dua orang perempuan yang mendatangiku dan mengaku kalau mereka adalah calon istri Mas Dirga." Tiara menghentikan ucapannya sejenak. Ia menatap Nora dan melihat reaksi dari perempuan yang baru saja mengaku calon istri dari suaminya. "Kau adalah wanita ke delapan yang mengatakan itu padaku. Tapi sayangnya aku tidak percaya. Aku ini wanita logis yang mengedepankan logika. Jika tidak ada bukti maka ucapanmu hanya akan kuanggap angin lalu saja," sambung Tiara lagi. Ia tersenyum sin