"Mbak, maaf, belum bayar tagihan makannya," ucap salah satu pelayan yang saat ini telah berdiri di belakang Nora. Perempuan itu menghela napas dalam-dalam.Nora yang saat itu sedang berdiri menatap ke arah gerbang kafe itu pun lantas menolehkan kapala. "Apa sih, Mbak?!" pekik Nora menatap salah satu pelayan yang memasang wajah takut-takut. "Mbak belum bayar tagihan makannya," ucap sang pelayan masih dengan nada takut. "Timbang gitu doang pakek ditagih segala, mau aku obrak-abrik cafe itu, ha?!" Nora menghembuskan napas kasar. "Tas saya masih di dalam! Takut sekali aku kabur?! Timbang makanan gitu doang aku bisa bayar! Bahkan, membeli cafe itu aku sanggup!" Nora menghentakkan kakinya lalu ia melangkah masuk kembali ke dalam cafe. Langkahnya tertuju pada tempat duduk yang tadi sempat ia singgahi. Nora meraih tas lalu berjalan kembali menuju kasir. "Berapa semuanya?" ketus Nora."Seratus tiga puluh lima ribu, Mbak." Nora memberikan selembar uang pecahan seratus ribuan dan selemba
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 136"Kenapa dia bisa ada di sini??!" batin Dirga. Dirga pun kembali meluruskan pandangannya, setelahnya ia langsung melangkah pergi. Tak dipedulikannya Nora yang terus berteriak memanggil namanya."Mas tunggu!" pekik Nora sembari berjalan berniat menyusul langkah Dirga yang semakin masuk ke dalam kantornya. Seorang security menahan Nora yang akan menyusul Dirga tentu saja Dirga tersenyum sinis saat melihat Nora ditahan oleh security. Dirga semakin mempercepat langkahnya menuju ke ruangan yang membuatnya nyaman dalam bekerja. Akan tetapi, sebelumnya Dirga berpesan terlebih dahulu pada resepsionis. "Dara, tolong kalau perempuan gila di depan sana itu mencariku atau membuat onar di sini. Segera usir saja atau kalau perlu dan dia ngotot segera panggil polisi." "Baik, Pak," jawab Dara sembari sesekali matanya melihat ke arah Nora yang masih ditahan oleh security. Setelahnya Dirga kembali berjalan memasuki lift yang kini ada di hadapannya. Dirga mene
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 112Yanto yang tidak siap tentu saja hampir terjatuh karena gerakan yang Nora buat. "Perkenalkan, saya Nora, saya adalah calon istri Mas Dirga."Tiara membelalak mendengar ucapan Nora. Lantas, setelahnya Tiara tertawa terbahak yang membuat Nora awalnya menyunggingkan senyum kini merubah kondisi wajah itu. "Kenapa tertawa? Memangnya ada yang lucu?" tanya Nora dengan kening berlipat. Tiara mengakhiri gelak tawanya dan ia menatap Nora dengan tatapan mengejek. "Bukan hanya satu dua orang perempuan yang mendatangiku dan mengaku kalau mereka adalah calon istri Mas Dirga." Tiara menghentikan ucapannya sejenak. Ia menatap Nora dan melihat reaksi dari perempuan yang baru saja mengaku calon istri dari suaminya. "Kau adalah wanita ke delapan yang mengatakan itu padaku. Tapi sayangnya aku tidak percaya. Aku ini wanita logis yang mengedepankan logika. Jika tidak ada bukti maka ucapanmu hanya akan kuanggap angin lalu saja," sambung Tiara lagi. Ia tersenyum sin
Belum genap satu menit Tiara membela sang suami di depan Nora, ternyata kali ini Tiara disuguhkan dengan pemandangan yang berhasil membuat perutnya terasa mual. Ya, pintu yang sebelumnya hanya tertutup tanpa terkunci itu pun dibuka oleh Tiara. Hingga terpampanglah aksi sang suami yang sangat ia percaya menjamah tubuh perempuan lain. Tak bisa dipungkiri, Tiara merasa seperti tak percaya, akan tetapi, pemandangan di depan mata mampu mengikis rasa percaya yang ia berikan pada suaminya itu. Gemuruh dada Tiara saat melihat adegan demi adegan yang dilakukan oleh sang suami. Terlihat dengan jelas di kedua iris hitam itu kala wajah sang suami seperti tengah menikmati dan bergairah bersama wanita selingkuhannya. Saat suara rintihan semakin terdengar menelusup gendang telinganya, Tiara membuka lebih lebar lagi pintu tersebut, setelahnya ia pun melangkah masuk dan diikuti oleh sang bodyguard, sembari kedua telapak tangan yang bertepuk. Pintu kembali ditutup dan dikunci oleh sang bodyguard–
"Mas! Bangun, Mas!" Perempuan yang menemani Dirga itu menepuk-nepuk pelan pipi sang kekasih saat kedua kelopak mata itu terpejam. Hanya suara rintihan kesakitan lah yang keluar dari bibir yang telah dialiri oleh cairan berwarna merah. Perempuan bernama Yessi itu memindahkan kepala yang sedari tadi ada di pangkuannya, setelahnya ia pun langsung berlari ke luar ruangan untuk mencari pertolongan. Yessi kembali ke ruangan Dirga saat sudah ada security yang akan membantu Dirga untuk ke rumah sakit. Kendaraan roda empat itu melesat membelah jalan raya menuju rumah sakit terdekat, hingga sesampainya di sana, Dirga langsung disambut oleh beberapa petugas rumah sakit itu. ****Malam menyapa, sampai detik ini Dirga tak kunjung sadar juga. Hanya Yessi seorang lah yang menemani. Tiara? Jangan harap ia menjenguk atau bahkan menanyakan kabarnya, Tiara telah merasakan sakit hati yang luar biasa akibat tikaman pengkhinatan yang dilakukan oleh sang suami tercinta. Bagi Tiara, tak ada kata maaf u
Beberapa hari menginap di rumah sakit, akhirnya Dirga sudah diperbolehkan pulang. Dan benar saja, selama tiga hari menginap di rumah sakit akibat pukulan bertubi-tubi menghantam wajahnya. Untung saja tak ada tulang di wajah atau bagian tubuhnya lain yang patah. Ada rasa sesak yang dirasakan oleh Dirga selama dirawat di rumah sakit. Sang istri sama sekali tak mengunjunginya. Dia benar-benar seorang diri, pun juga dengan Yessi. Semenjak Dirga sadar, ia pergi dan tak datang kembali. Berkali-kali Dirga menelepon sang istri, tapi tak ada jawaban. Jangankan sudi mengangkat teleponnya, sekedar membalas pesannya saja enggan. Pesan yang sejak dari kemarin dikirim oleh Dirga hanya centang dua biru, yang artinya hanya dibaca saja oleh Tiara. Sungguh ... selama dirawat, perasaan Dirga benar-benar tak tenang. Rasa takut menguasai dirinya. Takut jika sang istri akan mencampakkannya. Dirga sudah membayangkan, jika hal itu benar-benar terjadi, maka ia akan kehilangan segalanya. Istri yang sempurna
"Bagaimana pun Bapak pernah menjadi majikan saya, Bapak begitu saya hormati. Maka dari itu, jangan minta saya untuk memukuli Bapak lagi," lirih Tian saat Tiara sudah masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rapat-rapat. "Kau tahu kalau aku ini majikan kamu, lalu kenapa kau mau mengusirku?! Lepaskan!" pekik Dirga saat tubuhnya digelandang oleh Tian menuju ke pintu gerbang. "Sekali lagi saya minta maaf, sebab saya bekerja dengan Bu Tiara."Tian melepaskan cekalan kedua tangannya di pundak Dirga begitu mereka sampai di depan pintu gerbang. Berkali-kali Dirga menghembuskan napas berat, sebab ia sudah memberi penawaran pada bodyguard istrinya itu, bahkan Dirga juga sudah mengiming-imingi uang jutaan rupiah pada Tian agar ia memperbolehkan dirinya untuk masuk. Akan tetapi, Tian benar-benar tak tertarik sama sekali. Lebih parahnya lagi, Tian benar-benar merampas apapun yang Dirga bawa. Ponsel, dompet beserta kartu-kartu lainnya. Dirga berusaha mempertahankan barangnya itu, akan tetapi san
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 142"Kau pikir aku anak Smp yang bisa kau rayu dengan ucapan sampah seperti itu?! Lebih baik aku dengan lelaki buruk rupa tapi kaya, dibandingkan dengan laki-laki tampan tapi miskin seperti dirimu itu!" Nora menatap sinis seraya tersenyum mengejek ke arah Dirga. Para pemuda yang menyaksikan perdebatan kedua insan berbeda jenis itu pun saling berpandangan sebab mereka sangat penasaran atas apa yang terjadi pada keduanya. Terutama si tonggos, dia yang paling semangat lihat pertikaian antara Nora dan pria yang mengaku kekasihnya yakni, Dirga. "Ayolah Nora, bukankah kemarin kau merengek-rengek agar aku menikahimu? Lantas kenapa sekarang kau malah berubah seperti ini? Katanya kamu cinta sama aku?" hiba Dirga pada Nora. Akan tetapi, hati Nora telah mati lebih tepatnya memang sejak awal Nora tidaklah tulis mencintai Dirha. Nora mau menyerahkan tubuh dan hidupnya pada pria itu karena pada awalnya Nora mengira jika Dirga adalah pria kaya. Namun, pada faktan