“Kamu apa-apaan sih, Mas!!” sergah Arum marah.
Ia langsung mengibaskan tangan Danu hingga lepas dari cekalannya. Untung saja mereka sudah di dalam ruangan Danu sehingga Nadia dan Citra tidak melihat reaksi Arum ini. Danu menghela napas panjang kemudian berjalan menuju meja, membuka laci lalu mengeluarkan sebuah hand sanitizer semprot.
“Aku tadi udah cuci tangan sebelum memegangmu, tapi kalau kamu gak percaya. Nih, pakai!!” Danu mengulurkan hand sanitizer itu ke arah Arum.
Arum terdiam beberapa saat. Sepertinya Danu masih ingat dengan phobianya sehingga langsung memberikan hand sanitizer padanya. Perlahan Arum menerima hand sanitizer tersebut. Mungkin lima tahun yang lalu, Arum akan gugup, ketakutan dan bisa saja kejadian tadi memicu jantungnya berdetak lebih cepat.
Namun, kini dia sudah baik-baik saja. Arum sudah melalui fase tersebut dengan cukup baik. Meski kadang dia belum bisa berinteraksi dekat dengan orang lain, tapi entah me
“CUKUP!!!” seru Arum.Tangannya kini menangkap tangan Nadia yang melayang di udara hendak menamparnya. Nadia terkesima melihat ulah Arum. Dia tidak menduga Arum akan melakukan hal ini. Padahal setahu Nadia, Arum yang dulu penakut, introvert dan tak berani membalas.“Jangan pernah berani menamparku, kalau tidak ... aku akan membalasnya balik, Nadia.”Nadia mendengus kesal sambil menarik tangannya dari cekalan Arum.“Coba saja kalau berani. Memang kamu pikir kamu siapa. Mas Danu pasti lebih percaya padaku daripada kamu.”Arum mengangguk mengiyakan ucapan Nadia. “Ya, Mas Danu mungkin percaya dengan ucapanmu. Namun, apa dia akan menyangkal jika CCTV melihat hal yang lain. Kamu lupa banyak CCTV di kantor ini?”Nadia terkejut dan terlihat semakin dongkol. Wajahnya merah padam dengan rahang menegang dan gigi yang saling gemelatuk menahan amarah.“Kamu memang sialan, Arum. Penipu ulung. Ak
“Nikah? Dengan siapa?” tanya Arum spontan.Tentu saja pertanyaannya itu kini membuat Danu terkejut. Pria tampan itu tersenyum sambil menatap Arum dengan tajam. Arum lupa kalau kali ini dia berperan sebagai Anjani, tapi meski ia berperan sebagai dirinya sendiri. Tidak seharusnya dia bertanya seperti itu.“Maaf … saya gak bermaksud ingin tahu. Hanya saja ---”“Gak papa. Saya gak marah dengan pertanyaan Anda.” Danu sudah menyahut lebih dulu sebelum Arum menyelesaikan kalimatnya.“Tentu saja saya menikah dengan tunangan saya. Jangan khawatir, Anda pasti saya undang.”Arum tersenyum hambar dan tentu saja Danu tidak bisa melihatnya. Ia sedang mengenakan masker kali ini. Namun, entah mengapa kabar pernikahan Danu kali ini tiba-tiba membuat sesak dada Arum. Dia kembali teringat ucapan Nadia tadi siang dan tanpa sengaja memori lima tahun yang silam terlintas di benaknya.“Apa ini saatnya Ma
“Saya rasa Anda salah. Dia tidak memanggil saya,” jawab Arum.Danu hanya diam, tapi mata elangnya masih berkilatan memperhatikan Arum dengan tajam. Mungkin dulu Arum akan menghindari mata itu, tapi tidak sekarang. Wanita cantik itu membalas tatapan Danu tak kalah tajam.Sementara itu Dokter Sandy sudah berhenti di depan mereka dan tampak terkejut saat melihat ada Danu di sebelah Arum. Dokter Sandy tampak serba salah.“Akh … maaf, saya pikir saya melihat Arum tadi.” Dokter Sandy meralat ucapannya, tapi sepertinya Danu tidak puas dengan kata-katanya.“Kenapa Anda mencari mantan istri saya? Apa ada masalah dengannya?”Dokter Sandy semakin bingung mendengar pertanyaan Danu. Sedangkan Arum terlihat kesal dengan Danu. Kenapa juga mantan suaminya tiba-tiba memberi perhatian banyak tentangnya? Ini bukan Danu yang ia kenal dan Arum yakin suaminya sedang merencanakan sesuatu untuknya.“Tidak. Tidak ada
“Apa phobiamu sudah sembuh?” tanya Danu.Arum terkejut dengan pertanyaan Danu. Dia sendiri heran, mengapa tubuhnya tidak bereaksi saat Danu menggenggam tangannya begitu lama. Perlahan Arum menarik tangannya dan menepis tangan Danu menjauh.Danu hanya diam mengawasi Arum dengan mata elangnya. Seakan tahu menjadi pusat perhatian, Arum membuka suara.“Sudah kubilang, aku sudah lebih baik sekarang.”Danu menarik napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Jadi selama lima tahun terakhir ini kamu terapi terus ke Dokter Sandy?”Arum tidak menjawab, tapi kepalanya sudah mengangguk mengiyakan pertanyaan Danu. Terlihat reaksi di raut tampan Danu. Wajah pria tampan itu sontak muram usai melihat jawaban Arum. Padahal Danu pikir mantan istrinya tidak berhubungan lagi dengan Dokter Sandy selama lima tahun ini.Danu menghela napas panjang sambil melirik Arum yang kembali sibuk dengan laptopnya.“Jadi
“APA!!! Kamu sedang bercanda kan, Mas?” seru Arum.Wanita cantik berambut hitam itu terkejut saat mendengar ucapan Danu. Ia sudah menarik tangannya dan berdiri dari kursi menjauh dari Danu. Danu hanya diam memperhatikan Arum dengan mata elangnya nan tajam.“Apa aku terlihat bercanda saat mengatakannya tadi?” Danu malah balik bertanya.Arum terdiam, menelan saliva berulang sambil sibuk mengatur debaran dadanya yang berloncatan. Arum tidak tahu bagaimana perasaannya saat ini. Namun, yang pasti pembicaraan Danu dan Nadia beberapa waktu yang lalu tentang tujuan Danu memanggilnya ke perusahaan ini dan keinginannya rujuk terekam ulang di benak Arum. Danu punya maksud tertentu, apalagi kalau tidak menyelamatkan posisinya di perusahaan ini.Arum menarik napas panjang sambil tersenyum masam. Danu memperhatikan reaksi Arum dan hanya diam bergeming.“Mungkin lima tahun yang lalu, aku akan percaya ucapanmu. Namun, tidak untuk seka
“Masuk ke mana? Aku sudah tidak punya kuncinya. Kamu yang membuatku seperti ini,” jawab Arum.Danu terdiam. Wajahnya menunjukkan kekecewaan dan tak bisa ditutupinya. Mereka berdiri saling berhadapan di bawah penerangan lampu jalan yang temaram. Entah mengapa suasana malam ini lebih tenang dari pada biasanya. Hanya mereka berdua yang kini berdiri di trotoar tanpa terinterupsi oleh lalu lalang orang. Cukup lama mereka saling terdiam hingga akhirnya Danu yang membuka suara lebih dulu.“Aku tahu … aku yang salah. Namun, aku mohon beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, Arum.”Arum berdecak menggelengkan kepala sambil menatap Danu dengan tajam.“Sekarang aku tahu, sebenarnya tujuanmu bekerja sama dengan Nona Anjani adalah untuk ini, kan?”Mata elang Danu berkilatan menatap Arum saat wanita cantik itu berkata. Danu sontak menggeleng.“Enggak. Tujuanku kerja sama dengan Nona Anjani murni urus
“Kamu ke mana saja sih, Mas? Untung aku bisa merayu Pak Sudibyo agar tidak pergi,” ujar Nadia menyambut Danu.Danu tidak menjawab. Ia terus melangkah menghampiri pria berkepala plontos yang sedang duduk di tengah resto. Danu langsung membungkukkan badan sambil tersenyum.“Maaf, Pak. Saya ada keperluan tadi, jadi sedikit terlambat,” Danu memberi alasan.Pak Sudibyo hanya manggut-manggut sambil tersenyum. “Tidak masalah, Tuan. Untung saja ada Nadia yang menemani saya. Kalau tidak, saya pasti akan merasa bosan di sini.”Danu hanya tersenyum meringis sambil menganggukkan kepala. Sebenarnya Danu malas sekali melakukan kerja sama dengan Pak Sudibyo. Pria paruh baya yang usianya sebaya dengan Tuan Prada ini masih suka dengan wanita muda. Bahkan hampir tak terhitung wanita yang ia nikahi di bawah tangan. Hanya saja ada kerja sama yang menguntungkan membuat Danu terpaksa menemuinya malam ini.“Saya dengar Anda melak
“MAS!! Kok kamu bertanya tentang hal itu sekarang?” ucap Nadia.Danu berdecak sambil menggelengkan kepala.“Jawab saja pertanyaanku!! Benar atau tidak?”Nadia terdiam, bergeming di tempatnya sambil menatap Danu dengan takut. Sementara Danu tidak melepas tatapannya sedikit pun dari Nadia. Dia sudah bosan mendengar hal tentang anak melulu keluar dari mulut Arum setiap mereka bersitegang. Salah dia sendiri juga tidak menyelesaikan hal itu saat lima tahun yang lalu.“JAWAB, NADIA!!!” Danu menaikkan beberapa oktaf suaranya dan itu membuat Nadia terkejut.Nadia menghela napas panjang sambil mengangkat dagu hingga matanya bertemu dengan mata elang Danu.“Apa kamu lupa kalau kamu sudah menyepakati hal itu, Mas?”Danu terdiam. Matanya terlihat kebingungan dengan kedua alis yang terangkat.“Kamu sudah berjanji untuk membantuku saat itu. Kamu juga janji akan melakukan apa saja untuk me