“Apa phobiamu sudah sembuh?” tanya Danu.
Arum terkejut dengan pertanyaan Danu. Dia sendiri heran, mengapa tubuhnya tidak bereaksi saat Danu menggenggam tangannya begitu lama. Perlahan Arum menarik tangannya dan menepis tangan Danu menjauh.
Danu hanya diam mengawasi Arum dengan mata elangnya. Seakan tahu menjadi pusat perhatian, Arum membuka suara.
“Sudah kubilang, aku sudah lebih baik sekarang.”
Danu menarik napas panjang sambil menganggukkan kepala.
“Jadi selama lima tahun terakhir ini kamu terapi terus ke Dokter Sandy?”
Arum tidak menjawab, tapi kepalanya sudah mengangguk mengiyakan pertanyaan Danu. Terlihat reaksi di raut tampan Danu. Wajah pria tampan itu sontak muram usai melihat jawaban Arum. Padahal Danu pikir mantan istrinya tidak berhubungan lagi dengan Dokter Sandy selama lima tahun ini.
Danu menghela napas panjang sambil melirik Arum yang kembali sibuk dengan laptopnya.
“Jadi
“APA!!! Kamu sedang bercanda kan, Mas?” seru Arum.Wanita cantik berambut hitam itu terkejut saat mendengar ucapan Danu. Ia sudah menarik tangannya dan berdiri dari kursi menjauh dari Danu. Danu hanya diam memperhatikan Arum dengan mata elangnya nan tajam.“Apa aku terlihat bercanda saat mengatakannya tadi?” Danu malah balik bertanya.Arum terdiam, menelan saliva berulang sambil sibuk mengatur debaran dadanya yang berloncatan. Arum tidak tahu bagaimana perasaannya saat ini. Namun, yang pasti pembicaraan Danu dan Nadia beberapa waktu yang lalu tentang tujuan Danu memanggilnya ke perusahaan ini dan keinginannya rujuk terekam ulang di benak Arum. Danu punya maksud tertentu, apalagi kalau tidak menyelamatkan posisinya di perusahaan ini.Arum menarik napas panjang sambil tersenyum masam. Danu memperhatikan reaksi Arum dan hanya diam bergeming.“Mungkin lima tahun yang lalu, aku akan percaya ucapanmu. Namun, tidak untuk seka
“Masuk ke mana? Aku sudah tidak punya kuncinya. Kamu yang membuatku seperti ini,” jawab Arum.Danu terdiam. Wajahnya menunjukkan kekecewaan dan tak bisa ditutupinya. Mereka berdiri saling berhadapan di bawah penerangan lampu jalan yang temaram. Entah mengapa suasana malam ini lebih tenang dari pada biasanya. Hanya mereka berdua yang kini berdiri di trotoar tanpa terinterupsi oleh lalu lalang orang. Cukup lama mereka saling terdiam hingga akhirnya Danu yang membuka suara lebih dulu.“Aku tahu … aku yang salah. Namun, aku mohon beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, Arum.”Arum berdecak menggelengkan kepala sambil menatap Danu dengan tajam.“Sekarang aku tahu, sebenarnya tujuanmu bekerja sama dengan Nona Anjani adalah untuk ini, kan?”Mata elang Danu berkilatan menatap Arum saat wanita cantik itu berkata. Danu sontak menggeleng.“Enggak. Tujuanku kerja sama dengan Nona Anjani murni urus
“Kamu ke mana saja sih, Mas? Untung aku bisa merayu Pak Sudibyo agar tidak pergi,” ujar Nadia menyambut Danu.Danu tidak menjawab. Ia terus melangkah menghampiri pria berkepala plontos yang sedang duduk di tengah resto. Danu langsung membungkukkan badan sambil tersenyum.“Maaf, Pak. Saya ada keperluan tadi, jadi sedikit terlambat,” Danu memberi alasan.Pak Sudibyo hanya manggut-manggut sambil tersenyum. “Tidak masalah, Tuan. Untung saja ada Nadia yang menemani saya. Kalau tidak, saya pasti akan merasa bosan di sini.”Danu hanya tersenyum meringis sambil menganggukkan kepala. Sebenarnya Danu malas sekali melakukan kerja sama dengan Pak Sudibyo. Pria paruh baya yang usianya sebaya dengan Tuan Prada ini masih suka dengan wanita muda. Bahkan hampir tak terhitung wanita yang ia nikahi di bawah tangan. Hanya saja ada kerja sama yang menguntungkan membuat Danu terpaksa menemuinya malam ini.“Saya dengar Anda melak
“MAS!! Kok kamu bertanya tentang hal itu sekarang?” ucap Nadia.Danu berdecak sambil menggelengkan kepala.“Jawab saja pertanyaanku!! Benar atau tidak?”Nadia terdiam, bergeming di tempatnya sambil menatap Danu dengan takut. Sementara Danu tidak melepas tatapannya sedikit pun dari Nadia. Dia sudah bosan mendengar hal tentang anak melulu keluar dari mulut Arum setiap mereka bersitegang. Salah dia sendiri juga tidak menyelesaikan hal itu saat lima tahun yang lalu.“JAWAB, NADIA!!!” Danu menaikkan beberapa oktaf suaranya dan itu membuat Nadia terkejut.Nadia menghela napas panjang sambil mengangkat dagu hingga matanya bertemu dengan mata elang Danu.“Apa kamu lupa kalau kamu sudah menyepakati hal itu, Mas?”Danu terdiam. Matanya terlihat kebingungan dengan kedua alis yang terangkat.“Kamu sudah berjanji untuk membantuku saat itu. Kamu juga janji akan melakukan apa saja untuk me
“Apa maksudmu, Lisa?” tanya Arum dengan alis mengernyit.Ia sudah mengalihkan perhatian ke Lisa kali ini dan menyimpan ponselnya. Lisa tampak ketakutan dan menatap Arum dengan gugup.“Tadi Tuan Danu menelepon dan bilang ingin bertemu Nona. Saya bilang kalau Nona di sini bertemu Bu Fatma dan beliau bersikeras ke sini juga,” terang Lisa.Arum berdecak sambil menatap Lisa dengan sebal. Padahal Arum sengaja mengurangi pertemuannya dengan Danu. Bahkan ia sengaja mengalihkan panggilan Danu ke ponsel Lisa. Namun, pada akhirnya dia harus bertemu juga.Belum sempat Arum berkomentar, tiba-tiba Danu sudah berdiri di samping mobilnya dan mengetuk jendela mobil Arum. Untung saja Arum masih mengenakan masker sehingga dia tidak perlu kebingungan kali ini. Perlahan Arum membuka kaca jendela dan melihat ke arah Danu.“Bisa kita bicara sebentar?” pinta Danu.Arum terdiam sejenak, menarik napas panjang. “Saya sibuk, Tu
“Kamu pasti salah dengar, Lisa,” ujar Arum.Lisa hanya diam sambil melihat Arum dengan sudut matanya. Padahal Lisa yakin dengan pendengarannya dan tidak salah sama sekali. Hanya saja kenapa kini Arum malah berkata seperti itu. Lisa memaklumi dan tidak mau bertanya lebih lanjut.Mobil mereka masih melaju membelah kepadatan lalu lintas siang ini. Sepanjang perjalanan Arum terus melamun. Entah mengapa ulah Danu belakangan ini berhasil mengintimidasinya. Padahal kalau mau jujur, Arum malas memikirkannya.Dua minggu waktu yang ditentukan oleh Danu tiba. Hari ini, hari penentuan pemilihan desain milik Arum atau Citra yang dipakai untuk proyek pertama PH milik Danu. Ada Firman, beserta anggota tim yang lain ditambah klien mereka sedang berada di ruang meeting.“Oke, kita mulai saja. Silakan kamu duluan yang presentasi, Citra,” ujar Danu membuka suara.Citra tersenyum lebar berdiri di depan sambil menyiapkan presentasinya. Tidak lup
“Jadi kamu masih membenciku, Arum?” tanya Danu.Arum tidak menjawab malah melengos dan pura-pura menyalakan laptop. Budi yang ada di ruangan itu tampak serba salah. Dengan hati-hati, dia berjalan menuju pintu dan keluar dari sana.“Kamu tidak menjawab pertanyaanku?” Danu kembali bertanya.Arum berdecak, mengangkat kepala sambil menatap Danu penuh kebencian.“CUKUP, Mas!! Berhenti bersikap manis padaku. Ini bukan kamu dan aku tidak suka!!!”Danu tercengang mendengar ucapan Arum. Mata pria itu membola dan semakin tajam menatap Arum. Perlahan ia berjalan mendekat dan berhenti di depan meja Arum.“Jadi kamu pikir aku pura-pura melakukannya, begitu? Kamu suka aku yang bagaimana, Arum?”Arum tidak menjawab hanya mengendikkan bahu sambil menggeleng.“Kamu sedang menginginkan aku menjadi alatmu, kan? Itu sebabnya kamu bersikap manis padaku. Asal kamu tahu, aku gak mempan dengan tipu
“Ehm … Anda wangi sekali, Nona,” lirih Pak Sudibyo berbisik di telinga Arum.Arum mengerjapkan mata saat bibir pria itu menempel di telinganya. Ia berusaha sebisa mungkin mengembalikan kesadarannya. Sungguh, keadaan ini adalah hal yang paling ditakutkan Arum. Semua tubuhnya seakan tidak bisa digerakkan jika dia kembali teringat dengan kejadian memilukan sahabatnya itu.Kaki Arum seakan terpasung, lidahnya kelu tak bisa bersuara, bahkan untuk bernapas saja ia merasa tersenggal. Trauma itu benar-benar membuat Arum lemah. Perlahan Arum memejamkan mata sambil mengolah udara di dadanya. Kemudian dengan helaan napas berat, Arum mendorong tubuh Pak Sudibyo menjauh.Ia bangkit dari kursi lalu dengan gontai Arum berjalan menuju pintu. Pak Sudibyo yang didorong Arum dengan sepenuh tenaga terjungkal ke lantai dan butuh waktu untuk berdiri.“TUNGGU!! Tunggu Nona Anjani!!”Arum tidak mau dengar. Ia langsung berlari ke toilet, dala
“Kamu baik-baik saja, Sayang?” tanya Danu. Arum tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sudah hampir tujuh bulan berselang sejak kejadian itu. Semua pelaku kejahatan satu persatu mendapat balasan atas ulahnya. Hubungan Arum dan Tuan Arya kini pun semakin dekat. Bahkan sering kali Arum dan Danu menginap di rumah Tuan Arya seperti hari ini. “Iya, Mas. Aku baik-baik saja, hanya sekarang aku semakin engap,” jawab Arum. Ia berkata sambil mengelus perutnya yang membesar. Danu mengulum senyum sambil menatap penuh cinta ke Arum. Saat ini usia kandungan Arum sudah memasuki sembilan bulan dan tinggal menunggu hari persalinan. Danu mendekat duduk di tepi kasur dan membantu Arum untuk bangkit. Alih-alih bangun dari tempat tidur, Arum malah memeluk Danu dengan erat sembari mendekatkan wajahnya tak berjarak. “Kok malah meluk, lagi pengen?” Danu bersuara sambil mengerlingkan mata. Arum tersenyum, menjentik hidung Danu dengan gemas. “Enggak, cuman seneng aja liat kamu. Ganteng banget.” Danu son
“Berhubungan denganku? Berhubungan dalam hal apa?” tanya Tuan Arya. Tuan Simon mengulum senyum dan reaksinya membuat Tuan Arya semakin penasaran. “Asal kamu tahu, salah satu anak panti itu mempunyai hubungan darah denganmu.” Mata Tuan Arya membola, tidak hanya Tuan Arya saja yang terkejut kali ini. Danu, Arum dan Tuan Prada juga ikut kaget. “Maksud Anda … berhubungan darah itu apa? Anak atau kerabat, begitu?” Danu menimpali. Tuan Simon mengangguk. “Iya, tepat sekali. Anakmu tidak mati, Arya. Dia hidup dan tinggal di panti itu.” Tuan Arya terperanjat dan menatap Tuan Simon tampak kedip. Tuan Prada yang mendengar ikut terkejut. “Mana mungkin? Roweina meninggal di tempat dalam kecelakaan itu. Tidak mungkin dia melahirkan,” elak Tuan Arya. Tuan Simon menarik napas panjang dan menggelengkan kepala. “Tidak. Saat kecelakaan, dia tidak langsung meninggal di tempat. Roweina sempat melahirkan dan ada seseorang yang menolongnya lalu meletakkan bayi tersebut ke panti. Sayangnya saat oran
“Pelaku kejahatan? Kejahatan apa?” tanya Tuan Simon.Dia sangat penasaran dengan ucapan Danu. Danu tersenyum kemudian menjelaskan apa saja yang dilakukan Nyonya Lani terhadap keluarganya.“Astaga!! Jika Anda punya bukti lengkap, bisa kita seret ke meja hijau, Tuan.”Danu tersenyum sambil mengangguk. “Punya. Saya punya buktinya. Itu sebabnya saya penasaran dan ingin tahu siapa dalang di balik ulah Mama Lani selama ini.”Tuan Simon tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian pria paruh baya itu mengalihkan perhatiannya kepada beberapa anggota polisi yang membawa Pak Sudibyo. Pria berkepala plontos itu tampak marah dan menyeringai ke arah Tuan Simon.“Kamu tidak akan bisa menangkapku, Simon!! Sebentar lagi juga aku akan lepas!” seru Pak Sudibyo.Tuan Simon tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Mungkin dulu kamu bisa berkata seperti itu, tapi tidak sekarang. Bawa dia, Pak!!&rdquo
“Tuan, saya sudah mendapat info tentang siapa yang melindungi Nyonya Lani selama ini,” ujar Beni pagi itu.Danu yang belum berangkat kerja terkejut saat mendengar ucapan anak buahnya. Ia hanya diam sambil menatap Beni dengan penuh tanya. Memang selama ini Beni sering berada di rumah Danu. Danu yang meminta Beni menjaga Arum selama ia tidak ada di rumah.“Siapa orangnya?” Tiba-tiba Tuan Prada menyeruak dari dalam rumah.Usai keluar dari rumah sakit, Danu memang meminta ayahnya tinggal bersama di rumahnya. Selain itu, Tuan Prada juga ingin menjaga Arum. Ia tidak mau terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan menimpa Arum lagi.“Pa, kenapa Papa ke sini?”Selama ini Danu memang menyembunyikan penyelidikannya terhadap Nyonya Lani. Ia ingin memastikan semuanya dulu baru menjelaskan ke Tuan Prada. Namun, sepertinya Tuan Prada sudah tahu ulah Nyonya Lani.“Aku sudah tahu apa yang dilakukan Lani, Danu. Bibi yang
“Masih hidup? Anak Roweina masih hidup?” tanya Tuan Simon.Pria bermata sipit itu terkejut saat mendengar penjelasan Tuan Burhan. Tuan Burhan tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Bagaimana bisa? Kecelakaan itu ---”“Kecelakaan itu direkayasa, Simon. Mereka sudah menyabotase mobil Roweina hingga mengalami kecelakaan. Namun, sayangnya Roweina masih hidup saat itu bahkan gara-gara mengalami kecelakaan dia melahirkan di tempat.”Tuan Simon terbelalak kaget mendengarnya. Dia tidak pernah dengar tentang hal ini sebelumnya. Apa jangan-jangan ada yang menyembunyikan bukti tentang Roweina yang baru saja melahirkan saat itu.“Seseorang membantunya dan mengambil bayinya lalu dititipkan di panti itu. Sayangnya orang-orang yang menyabotase mobil Roweina tahu.”“Tunggu dulu!! Bukannya mobil Roweina terbakar dan dia ikut hangus di dalamnya. Bagaimana mungkin ---”Tuan Burhan berdecak sam
“Kamu sudah bangun?” tanya Danu.Pria tampan itu tampak sudah berpakaian rapi dan menghampiri Arum yang sedang terbaring di atas kasur. Semalam mereka datang sangat larut bahkan Arum sudah tertidur di dalam mobil sehingga Danu harus menggendongnya masuk ke dalam rumah.Arum menguap sambil menutup mulutnya kemudian memperhatikan Danu dengan seksama.“Kamu mau ke mana, Mas?”Danu tersenyum. Duduk di tepi kasur sambil menatap Arum dengan sendu.“Aku mau menyelesaikan yang tadi malam. Aku harus membuat laporan ke polisi tentang penculikanmu.”Arum terdiam, menunduk sambil menggelengkan kepala. Danu melihat bahu Arum naik turun mengolah udara.“Aku tidak menduga, Mas. Jika Dokter Sandy menyimpan dendam padaku. Aku tidak tahu selama ini.”Danu tersenyum sambil mengelus lengan Arum dengan lembut.“Kamu pasti tidak akan percaya jika kuberitahu siapa pelaku pembunuhan Anjani,
“PAPA!!! Apa yang Papa katakan?” sergah Dokter Sandy.Tuan Simon dan beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu ikut tercengang usai mendengar ucapan Tuan Burhan. Mereka semua terdiam dan menatap Tuan Burhan. Sementara Tuan Burhan kini tampak melihat ke arah Dokter Sandy.“Iya, benar. Bukankah kamu juga tahu jika Papa yang membunuh Anjani. Papa yang merudapaksa dia kemudian tanpa sengaja membunuhnya.”Lagi-lagi semua yang hadir di sana terkesima mendengar pengakuan Tuan Burhan. Sedangkan Dokter Sandy membisu, mengatupkan rapat bibirnya dengan mata berkaca menatap Tuan Burhan.Pria berkacamata itu tidak dapat berkata apa-apa hanya menggelengkan kepala saja. Tuan Simon yang berada dalam ruangan itu perlahan mendekat dan berdiri di samping Tuan Burhan.“Benar yang kamu katakan, Burhan?” tanya Tuan Simon.Tuan Burhan mendongak, mata kelabunya menatap sendu Tuan Simon. Lalu dengan perlahan kepalanya menganggu
“Sial!! Berengsek!!” umpat Dokter Sandy.Ia langsung menyimpan alat suntiknya sambil berjalan tergesa menuju pintu. Arum hanya diam memperhatikannya. Namun, tinggal beberapa langkah menuju pintu Dokter Sandy menghentikan langkahnya dan menoleh ke Arum.Sebuah senyum seringai yang menyeramkan tampil di wajah pria itu. Arum sampai bergidik ketakutan melihatnya.“Aku akan pergi sebentar. Kamu bisa menikmati waktumu, Arum. Namun, setelahnya aku akan mengeksekusimu.”Sebuah tawa menyeramkan sontak bergema mengakhiri kalimat Dokter Sandy. Arum hanya membisu, memeluk lengannya sambil menatap ketakutan pria aneh itu. Pintu sudah kembali tertutup mengiringi kepergian Dokter Sandy.Arum menghela napas panjang sambil mengurut dadanya. Ia tidak tahu berada di mana saat ini, yang pasti Arum berharap Danu segera menemukannya.Selang beberapa saat mobil Dokter Sandy sudah berhenti di depan sebuah rumah tua. Ia melihat banyak mobil terparkir di depan rumahnya. Tidak hanya itu, Dokter Sandy juga melih
“Tuan, saya tidak bisa menemukan Nyonya,” ujar Beni di dalam panggilannya.Danu hanya terdiam dengan telinga yang tegak mendengarkan.“CCTV di kafe tersebut rusak sejak dua hari yang lalu dan saat kejadian tadi tidak terlihat apa yang sedang terjadi,” imbuh Beni.Masih tidak ada jawaban dari Danu hanya giginya yang saling beradu menimbulkan bunyi gemelatuk.“Tuan … .” Suara Beni terdengar menginterupsi lamunan Danu.Terdengar helaan napas panjang dari bibir Danu. Ia tidak tahu harus mencari di mana istrinya. Ponsel Arum bahkan tidak terlacak sama sekali. Bisa jadi Dokter Sandy sudah melepas nomornya dan membuang entah di mana.“Iya, Ben. Aku mendengarnya.” Akhirnya Danu bersuara setelah terdiam beberapa saat.“Saya masih mencoba tanya ke beberapa pelayan. Salah satu dari mereka ada yang melihat mobil box pengiriman datang dan berhenti di bagian belakang kafe dekat toilet. Bi