"Lumayan ya tempatnya sejuk," ucap Ayra mendekati Ashraf dan Balqis. Diikuti oleh Ridho yang berada di belakangnya.Lalu Anggi juga ikut mendekat ke arah mereka. "Hai Balqis, apa kabar? Kamu liburannya ternyata juga disini ya," sapa Anggi dengan senyum manisnya.Balqis melihat Ashraf sebelum menbalas sapaan Anggi dan Ayra yang terlihat tidak menyukai kedatangan Anggi juga. Ashraf malah semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Balqis. Itu membuat ketiga orang yang baru datang itu sinis dalam melihatnya."Mau apa kalian?" tanya Ashraf dengan tatapan mematikan. Lalu Fakih juga ikut berdiri di samping Ashraf. Tatapannya malah lebih tajam dari Ashraf apalagi saat melihat Anggi yang tersenyum tanpa merasa bersalah kepada Balqis."Liburan," jawab Ridho dengan santai. Bersandar di mobilnya. Lalu satu orang perempuan keluar dari mobil Ridho dari kursi belakang. Perempuan yang seumuran dengan Balqis. Tidak lain adalah Aulia. Perempuan yang juga tak menyukai Balqis. Lalu Aulia berdiri di sam
Fakih dan Gibran pun menyusun rencana yang snagat detail. Setelah adzan Maghrib berkumandang. Lalu keduanya pun masuk ke dalam untuk menunaikan sholat Maghrib dan isya secara berjamaah dengan Ashraf dan juga Abi Lukman.Setelah selesai melaksanakan seluruh rangkaian ibadah. Semuanya berkumpul untuk makan malam. Sudah ada pak Karyo yang menyiapkan makan malam dibantu juga oleh umi Risma dan Balqis. "Waah, enak banget nih," ucap Gibran sambil mencomot beberapa gorengan khas bandung. Ada beberapa jenis per acian yang dibidangkan masih dalam keadaan hangat."Silahkan dhahar, den Gibran," kata pak Karyo selaku penjaga milik Villa keluarga Abi Lukman."Iya pak, makasih ya," ucap Gibran lalu menyantap Cireng. Makanan khas dari bandung itu dari bahan Aci yang digoreng kalau disandingkan dengan bubuk cabe dan juga saos pedas. Dihidangkan dalam keadaan hangat dan langsung disantap itu sangat nikmat."Sami-sami den," kata oam Karyo lalu dia izin untuk ke belakang melanjutkan pekerjaannya.Semua
"Wedeww, adik Naila. Sudah dari kapan datang kesini?" tanya Fakih terlihat senang dengan kehadiran Naila."Alhamdulillah nyampeknya tadi sore kak, kak Fakih kok disini. Katanya gak bisa ikut liburan, soalnya liburan sama sahabat," ungkap Naila penuh tanya."Ouh, tak kira kalian kesini dua hari lagi. Soalnya kata Om juga dua hari lagi, eh iya, disini liburan sama sahabat tapi di lain Villa," kata Fakih sambil menyenggol Gibran yang masih bingung dengan percakapan kedua orang itu."Ouhh, iya kak iya. Iya aslinya kan emang dua hari lagi, tapi ternyata nenek maksa liburannya hari ini. Jadi papa mutusin buat hari ini," jawab Naila dengan tersenyum ramah.Fakih tak tega melihat Gibran yang masih sangat kebingungan itu. "Kenapa Gib?" tanya Fakih."Naila, kamu kenal sama Ustadz Fakih?" tanya Gibran malah tak peduli dengan pertanyaan dari Fakih."Dia kan kakak sepupu aku, pemilik Villa ini," jawab Naila dengan lugunya.Gibran memukul pelan lengan Fakih. Fakih hanya tertawa sumbang. "Gila Lo Ba
Ashraf berdiri dengan rahang yang sudah mengeras. "Balqis sudah menjadi istri saya, lupakan dia dan bunuh rasa itu!" peringat Ashraf yang sudah tersulut emosinya."Setiap orang bebas untuk menyukai dan mencintai siapapun, Ustadz Ashraf," jawab Ridho santai. Tak mau untuk permintaan Ashraf."Kamu …," tunjuk Ashraf. Namun Fakih segera berdiri dan menenangkan sang sahabat yang kesabarannya setipis tisu dibelah dua dan masih disobek menjadi empat."Raf, sabar bro, ayo duduk. Ini cuma permainan," kata Fakih menepuk pelan kedua bahu Ashraf. Balqis khawatir dengan sang suami. Lalu Ashraf duduk dan langsung Balqis pegang kedua tangannya. Balqis mencoba menanangkan Ashraf dengan menggesekkan tanganya kepada tangan Ashraf. Ashraf pun tersenyum samar mendapat perlakuan seperti itu dari istrinya.Ayra dan Anggi terlihat tidak suka dengan pemandangan itu. Meskipun tadi mereka sempat senang saat Ridho berbicara seperti itu dan Ashraf terlihat sangat marah."Ya sudah, ayo lanjut," ucap Fakih lalu ke
Semuanya bersorak menggoda Gibran yang sudah salah tingkah dan juga malu karena ucapannya yang salah menyebut nama. "Maksud saya bukan itu, tapi Risma Utami Anastasya," jawab Gibran membenarkan ucapannya."Cie cie, Ehem, nama Umi Risma bukan seperti itu loh," sindir Fakih menyikut pelan bahu Gibran. Gibran hanya tersenyum dambilymenggaruh kepalanya yang tak gatal."Cie, Naila, wajahnya kok merah seperti itu," sindir Anggi juga menunjuk Naila yang sedari tadi menunduk semakin dalam.Semuanya bersorak menggoda Gibran dan juga Naila. Gibran kehabisan alasan, lalu Gibran melihat Naila yang juga sama saltingnya."Ah, udahlah bang, udah Ustadzah, lanjutin aja permainannya," kata Gibran tersenyum ramah. Fakih menarik nafas pelan. "Gimana, masih mau dilanjut?" tanya Fakih."Dah capek," jawab Ayra dan diangguku oleh Aulia dan juga Anggi. Ridho hanya mengedikkan kedua bahunya acuh. Tak menahu lagi."Ya sudah, permainan ini selesai," kata Fakih mengambil botolnya kembali. Sesekali sebelum beran
Siang ini semuanya sudah sampai di rumah masing-masing. Lima hari liburan di Villa Bogor dan berkumpul bersama keluarga untuk menambah ikatan silaturahim. Dan hari ini tgl 1 Januari di tahun baru. Kegiatan pesantren akan mulai kembali aktif mulai besok hari. Dan semua santri dan santriwati diutamakan untuk kembali sore hari nanti. Gibran pun setelah sampai rumah langsung menyiapkan barang-barang yang akan dibawanya. Dibantu oleh umi Risma, Gibran dengan cepat menyiapkan barang-barangnya.Sementara Ashraf memilih untuk beristirahat bersama Balqis di kamarnya. Keduanya saling baring bersama. Setelah lelahnya perjalanan dari Bogor ke Jakarta Timur yang memakan beberapa jam untuk sampai. Apalagi keadaan macet di kota yang membuat perjalanan semakin lama."Besok sudah mulai ngajar lagi, kamu gak apa-apa disini sama Umi, kan? Soalnya saya gak bisa jaga kamu dua puluh empat jam," tanya Ashraf menoleh ke Balqis yang matanya belum terlelap.Balqis menggelengkan kepalanya agar Ashraf tak khawat
Gibran memilih untuk menunduk. Semua temannya bertanya-tanya kenapa Gibran malah tidak mau ikut lomba. Padahal perlombaan kemarin di pesantren Gibran malah menjuarai beberapa bidang perlombaan."Gibran ikut, data saja," kata Ashraf seolah mengetahui perasaan Gibran yang gengsi."Baik, semua santri yang sudah terdata. Harap nanti siang berkumpul di aula pusat," kata Naila sambil membacakan kembali nama-nama santri yang sudah di data.Lalu Naila dan temannya itu pamit kepada Ashraf. Karena sudah selesai mendata dan wkatunya juga habis. Sebab Ashraf memang tidak suka membuang-buang waktu apalagi mengganggu jam mata pelajarannya.Setelah itu pelajaran pun dilanjut. Sampai jam ketiga, lalu Ashraf meninggalkan kelas PK A dan melanjutkan mengajarnya di kelas lain dengan materi pembelajaran yang sama.***"Balqis," panggil Anggi saat melihat Balqis sedang berbelanja bulanan di market khusus pembelian sembako."Anggi," jawab Balqis. Keduanya sempat ragu untuk berpelukan. Seperti kembali asing
Anggi menoleh ke beberapa arah. Untung saja keadaan kedai kopi itu setiap sore tak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pengunjung, itu pun sibuk dengan kegiatannya masing-masing."Apa sih, Ustadz Fakih ini, gak lucu bercandanya!" peringat Anggi memelototi Fakih yang senyam senyum dengan sikap Anggi yang terlihat grogi mendengar ajakan Fakih."Saya serius, jika kamu serius juga," ungkap Fakih dengan santainya. Padahal Anggi sudah mulai cenat cenut dengan ajakan Fakih yang berhasil membuat jantungnya berdetak kencang.Anggi memilih diam. Bingung harus mengatakan apa, sedangkan dirinya sadar kalau jauh dari kata orang baik. Dirinya terlalu egois dengan keinginannya yang jauh dari kebenaran.***Balqis sedang membereskan ruang tengah. Sementara Ashraf masih pergi mengajar dan di rumah hanya ada Balqis. Abi Lukman dan umi Risma sedang berada di pesantren untuk menjenguk Gibran. Karena pembelajaran telah berjalan selama satu Minggu dan setiap Minggu biasanya Gibran dijenguk. Sedangkan Ashraf