"Tapi Mas, dia kan sahabat aku dan aku sudah maafin semua kesalahan dia," ucap Balqis dengan nada yang bergetar. Setulus itu Balqis pada Anggi meskipun tingkat kesalahan yang Anggi lakukan padanya sudah sangat keterlaluan."Humairah, jangan mulai lagi. Tolong, lebih baik kamu persiapan dulu. Barang-barang yang mau dibawa, dipersiapkan sekarang karena kita akan berangkat besok pagi," usul Ashraf memegang bahu Balqis. Balqis pun mengangguk patuh dan memberi kabar lagi kepada Anggi bahwa Anggi tak diperkenankan ikut. Tapi siapa yang gak tau sikap Anggi yang keinginannya tak mau siapapun untuk melarang.Balqis langsung memulai packing untuk liburan besok sampai lima hari kedepan. Baju-baju yang mau dipakai saat liburan dan beberapa barang keperluan dirinya dengan Ashraf. Semua Balqis masukan ke koper, total barang bawaannya dua koper dan dua tas berukuran sedang. Ashraf pun ukut membantu meskipun hanya melipat beberapa baju saja."Ya sudah, berarti sudah siap. Sekarang kita kumpul sama Ab
"Lumayan ya tempatnya sejuk," ucap Ayra mendekati Ashraf dan Balqis. Diikuti oleh Ridho yang berada di belakangnya.Lalu Anggi juga ikut mendekat ke arah mereka. "Hai Balqis, apa kabar? Kamu liburannya ternyata juga disini ya," sapa Anggi dengan senyum manisnya.Balqis melihat Ashraf sebelum menbalas sapaan Anggi dan Ayra yang terlihat tidak menyukai kedatangan Anggi juga. Ashraf malah semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Balqis. Itu membuat ketiga orang yang baru datang itu sinis dalam melihatnya."Mau apa kalian?" tanya Ashraf dengan tatapan mematikan. Lalu Fakih juga ikut berdiri di samping Ashraf. Tatapannya malah lebih tajam dari Ashraf apalagi saat melihat Anggi yang tersenyum tanpa merasa bersalah kepada Balqis."Liburan," jawab Ridho dengan santai. Bersandar di mobilnya. Lalu satu orang perempuan keluar dari mobil Ridho dari kursi belakang. Perempuan yang seumuran dengan Balqis. Tidak lain adalah Aulia. Perempuan yang juga tak menyukai Balqis. Lalu Aulia berdiri di sam
Fakih dan Gibran pun menyusun rencana yang snagat detail. Setelah adzan Maghrib berkumandang. Lalu keduanya pun masuk ke dalam untuk menunaikan sholat Maghrib dan isya secara berjamaah dengan Ashraf dan juga Abi Lukman.Setelah selesai melaksanakan seluruh rangkaian ibadah. Semuanya berkumpul untuk makan malam. Sudah ada pak Karyo yang menyiapkan makan malam dibantu juga oleh umi Risma dan Balqis. "Waah, enak banget nih," ucap Gibran sambil mencomot beberapa gorengan khas bandung. Ada beberapa jenis per acian yang dibidangkan masih dalam keadaan hangat."Silahkan dhahar, den Gibran," kata pak Karyo selaku penjaga milik Villa keluarga Abi Lukman."Iya pak, makasih ya," ucap Gibran lalu menyantap Cireng. Makanan khas dari bandung itu dari bahan Aci yang digoreng kalau disandingkan dengan bubuk cabe dan juga saos pedas. Dihidangkan dalam keadaan hangat dan langsung disantap itu sangat nikmat."Sami-sami den," kata oam Karyo lalu dia izin untuk ke belakang melanjutkan pekerjaannya.Semua
"Wedeww, adik Naila. Sudah dari kapan datang kesini?" tanya Fakih terlihat senang dengan kehadiran Naila."Alhamdulillah nyampeknya tadi sore kak, kak Fakih kok disini. Katanya gak bisa ikut liburan, soalnya liburan sama sahabat," ungkap Naila penuh tanya."Ouh, tak kira kalian kesini dua hari lagi. Soalnya kata Om juga dua hari lagi, eh iya, disini liburan sama sahabat tapi di lain Villa," kata Fakih sambil menyenggol Gibran yang masih bingung dengan percakapan kedua orang itu."Ouhh, iya kak iya. Iya aslinya kan emang dua hari lagi, tapi ternyata nenek maksa liburannya hari ini. Jadi papa mutusin buat hari ini," jawab Naila dengan tersenyum ramah.Fakih tak tega melihat Gibran yang masih sangat kebingungan itu. "Kenapa Gib?" tanya Fakih."Naila, kamu kenal sama Ustadz Fakih?" tanya Gibran malah tak peduli dengan pertanyaan dari Fakih."Dia kan kakak sepupu aku, pemilik Villa ini," jawab Naila dengan lugunya.Gibran memukul pelan lengan Fakih. Fakih hanya tertawa sumbang. "Gila Lo Ba
Ashraf berdiri dengan rahang yang sudah mengeras. "Balqis sudah menjadi istri saya, lupakan dia dan bunuh rasa itu!" peringat Ashraf yang sudah tersulut emosinya."Setiap orang bebas untuk menyukai dan mencintai siapapun, Ustadz Ashraf," jawab Ridho santai. Tak mau untuk permintaan Ashraf."Kamu …," tunjuk Ashraf. Namun Fakih segera berdiri dan menenangkan sang sahabat yang kesabarannya setipis tisu dibelah dua dan masih disobek menjadi empat."Raf, sabar bro, ayo duduk. Ini cuma permainan," kata Fakih menepuk pelan kedua bahu Ashraf. Balqis khawatir dengan sang suami. Lalu Ashraf duduk dan langsung Balqis pegang kedua tangannya. Balqis mencoba menanangkan Ashraf dengan menggesekkan tanganya kepada tangan Ashraf. Ashraf pun tersenyum samar mendapat perlakuan seperti itu dari istrinya.Ayra dan Anggi terlihat tidak suka dengan pemandangan itu. Meskipun tadi mereka sempat senang saat Ridho berbicara seperti itu dan Ashraf terlihat sangat marah."Ya sudah, ayo lanjut," ucap Fakih lalu ke
Semuanya bersorak menggoda Gibran yang sudah salah tingkah dan juga malu karena ucapannya yang salah menyebut nama. "Maksud saya bukan itu, tapi Risma Utami Anastasya," jawab Gibran membenarkan ucapannya."Cie cie, Ehem, nama Umi Risma bukan seperti itu loh," sindir Fakih menyikut pelan bahu Gibran. Gibran hanya tersenyum dambilymenggaruh kepalanya yang tak gatal."Cie, Naila, wajahnya kok merah seperti itu," sindir Anggi juga menunjuk Naila yang sedari tadi menunduk semakin dalam.Semuanya bersorak menggoda Gibran dan juga Naila. Gibran kehabisan alasan, lalu Gibran melihat Naila yang juga sama saltingnya."Ah, udahlah bang, udah Ustadzah, lanjutin aja permainannya," kata Gibran tersenyum ramah. Fakih menarik nafas pelan. "Gimana, masih mau dilanjut?" tanya Fakih."Dah capek," jawab Ayra dan diangguku oleh Aulia dan juga Anggi. Ridho hanya mengedikkan kedua bahunya acuh. Tak menahu lagi."Ya sudah, permainan ini selesai," kata Fakih mengambil botolnya kembali. Sesekali sebelum beran
Siang ini semuanya sudah sampai di rumah masing-masing. Lima hari liburan di Villa Bogor dan berkumpul bersama keluarga untuk menambah ikatan silaturahim. Dan hari ini tgl 1 Januari di tahun baru. Kegiatan pesantren akan mulai kembali aktif mulai besok hari. Dan semua santri dan santriwati diutamakan untuk kembali sore hari nanti. Gibran pun setelah sampai rumah langsung menyiapkan barang-barang yang akan dibawanya. Dibantu oleh umi Risma, Gibran dengan cepat menyiapkan barang-barangnya.Sementara Ashraf memilih untuk beristirahat bersama Balqis di kamarnya. Keduanya saling baring bersama. Setelah lelahnya perjalanan dari Bogor ke Jakarta Timur yang memakan beberapa jam untuk sampai. Apalagi keadaan macet di kota yang membuat perjalanan semakin lama."Besok sudah mulai ngajar lagi, kamu gak apa-apa disini sama Umi, kan? Soalnya saya gak bisa jaga kamu dua puluh empat jam," tanya Ashraf menoleh ke Balqis yang matanya belum terlelap.Balqis menggelengkan kepalanya agar Ashraf tak khawat
Gibran memilih untuk menunduk. Semua temannya bertanya-tanya kenapa Gibran malah tidak mau ikut lomba. Padahal perlombaan kemarin di pesantren Gibran malah menjuarai beberapa bidang perlombaan."Gibran ikut, data saja," kata Ashraf seolah mengetahui perasaan Gibran yang gengsi."Baik, semua santri yang sudah terdata. Harap nanti siang berkumpul di aula pusat," kata Naila sambil membacakan kembali nama-nama santri yang sudah di data.Lalu Naila dan temannya itu pamit kepada Ashraf. Karena sudah selesai mendata dan wkatunya juga habis. Sebab Ashraf memang tidak suka membuang-buang waktu apalagi mengganggu jam mata pelajarannya.Setelah itu pelajaran pun dilanjut. Sampai jam ketiga, lalu Ashraf meninggalkan kelas PK A dan melanjutkan mengajarnya di kelas lain dengan materi pembelajaran yang sama.***"Balqis," panggil Anggi saat melihat Balqis sedang berbelanja bulanan di market khusus pembelian sembako."Anggi," jawab Balqis. Keduanya sempat ragu untuk berpelukan. Seperti kembali asing
Setelah empat tahun semenjak kelahiran ketiga anak kembar Balqis dan Ashraf. Akhirnya Ashraf mampu membuat pesantren sendiri. Bermodalkan dari usahanya yang sukses semakin berkembang besar dan jerih payahnya atas dakwahnya yang berhasil membuat banyak orang mengenalnya. Dari sanalah, Ashraf membangun relasi yang banyak dan kuat. Pesantren Al Muhajirin yang bertepatan di kota Semarang. Pesantren yang masih memiliki beberapa ratus santri. Karena memang baru berdiri sekitar dua tahunan. Merupakan pencapaian terbesar untuk Ashraf dan Balqis.“Kyai Ashraf, tamunya sudah datang. Beliau sedang menunggu di Masjid,” ucap seorang pengurus putra menemui Ashraf di ruang khusus tempat Ashraf beribadah.“Setelah ini saya kesana,” kata Ashraf menyudahi dzikirnya. Lalu segera menuju ke rumah yang berada di ujung pertengahan antara asrama putra dan asrama putri.“Humairah,” panggil Ashraf memasuki kamarnya. Pandangan pertama yang dilihat ialah ketiga putranya yang sedang belajar menulis bahasa arab d
Satu tahun kemudian, Gibran lulus madrasah Aliyah dan dia berhasil mendaftar kuliah di universitas luar negeri. Yaitu Universitas Cairo, Mesir. Dengan mengambil jurusan Tafsir Hadits. Perasaan terharu oleh kelas sebelas PK A. Saat ini mereka sedang merayakan kelulusannya di asrama putra. Setelah acara resmi kelulusan mereka oleh pesantren Al Fatah.“Bye bro, setelah ini kamu akan merindukan aku,” kata Andre dengan menyalami satu per satu temannya. Semuanya pun tertawa ngakak karena ekspresi Andre yang hampir mau menangis.“Sampai bertemu di waktu lain, bro,” ucap Gibran pada Andre sambil menepuk bahu Andre berkali-kali.“Siap bro, kamu semoga sukses ya,” kata Andre pada Gibran. Mereka semua melakukan pelukan persahabatan. Acara sederhana di kantin asrama putra itu. Mereka makan bersama sambil merencanakan rencana yang akan mereka lakukan setelah lulus. Lalu Ashraf datang bersama dengan Fakih. Sudah agak lama Ashraf tak berkunjung ke Al Fatah. Paling hanya kalau mau ketemu Gibran atau
Ashraf membawa Balqis di suatu tempat tak jauh dari gang komplek rumahnya. Mereka berdua pergi dengan menggunakan motor. Terlihat begitu mesra saat Balqis memeluk Ashraf dari belakang. Ashraf pun terlihat memperlakukan Balqis dengan sebaik mungkin. Memasangkan helm dan juga membantu Balqis naik dan turun dari motor.Setelah sampai di gedung yang tak seberapa besar itu. Mereka pun sama-sama turun. Memasuki gedung itu sambil bergandengan tangan. Tak ada yang berniat untuk melepas gandengan tangan keduanya. Disana mereka sudah disambut dengan beberapa orang. Ada Fakih dan Bagas dan beberapa ibu-ibu yang memakai baju yang seragam warnanya. Mereka semua tersenyum menyambut kedatangan Ashraf dan Balqis.Lalu mereka berkumpul di satu ruangan yang sama. Ada beberapa bapak-bapak yang juga cukup berumur.“Hari ini adalah pembukaan untuk bisnis kuliner kering, ini Ashraf selamu owner. Semoga bisnis kita lancar,” ucap Fakih membuka pembicaraan. Semuanya tampak memperhatikan dengan baik setiap pes
Ayra memutuskan untuk mempunyai hobi baru dan memilih untuk hidup lebih mandiri lagi. Semenjak hari itu Ayra benar-benar memikirkan nasibnya lagi. Mencoba untuk melupakan semua kenangannya dengan Ashraf. Bahkan semua hal tentang Ashraf, Ayra sudah buang jauh-jauh. Seperti hari ini Atra memilih untuk ke pentas seni lukisan di sekitar Jakarta Timur. Sebab Ayra memang punya hobby yang pernah dia tekuni yaitu suka melukis.Tampilan beberapa seni lukis yang di pajang di lorong-lorong menuju ruangan bazar seni lukis itu. Ada banyak tampilan lukisan dari berbagai penulis besar. Banyak orang yang hadir termasuk para penikmat lukis dan juga beberapa orang yang ingin belajar khusus di seni lukis.“Ning Ayra,” sapa seorang laki-laki dengan pakaian khas santri. Para santri Al Fatah memang se konsisten itu tentang pakaian ke santriannya. Baik itu masih menjadi santri maupun sudah menjadi alumni santri.Ayra menoleh dan melihat laki-laki itu dengan cermat. Namun Ayra sedikit lupa laki-laki itu siap
Balqis menepuk-nepuk punggung putranya dengan bergantian. Sebab salah satu menangis maka keduanya juga ikut menangis. Karena mereka sedang tertidur jadi bangun karena salah satunya ramai karena menangis.“Cup cup cup, ayo anak ibu, diemnya jagoan. Ibu lagi sendirian soalnya, ayah lagi ada urusan. Ayo mana anak Sholeh kok cengeng sih, ayo diam, kalian kenapa sih nak? Mas Ashraf, angkat dong,” ucap Balqis seorang diri sambil menenangkan ketiga buah hatinya. Dan juga sambil berusaha menghubungi Ashraf. Karena panggilannya tak diangkat sudah beberapa kali.Lalu Ashraf tiba-tiba masuk ke kamar dengan terburu-buru dan langsung menggendong satu per satu putranya. “ Maaf Humairah, tadi hpnya ke silent, jadi ga kedengaran waktu kamu nelfon. Maaf ya anak-anak ayah, ayah telat datengnya. Sekarang tenang ya, kasian ibu kamu pasti capek,” kata Ashraf sambil menggendong anaknya. Satu per satu dan sampai mereka semuanya tenang. Baru Ashraf taruh kembali ke ranjang tempat tidurnya.“Gak apa-apa kok M
Balqis memberikan asi pada ketiga putranya. Dengan sangat pelan dan bergantian, putranya pun terlihat sangat menikmati. “Mas, liat anak-anak kita, dia semakin gembul ya,” ujar Balqis menunjukan salah satu putranya pada Ashraf yang sedang berkutat dengan laptopnya.“Iya Humairah, mirip kamu ya kalau gembul gini,” kata Ashraf sambil menoel-noel pipi putra-putranya. Anak pertama dipanggil Adam anak kedua dipanggil Idris dan anak ketiga dipanggil Ibrohim. Semua itu nama-nama yang diberikan oleh Ashraf. Karena memang dari jauh-jauh hari mereka mempersiapkannya. Ashraf sangat senang dengan pemberian nama itu kepada ketiga putranya. Sebab dia tak menyangka kalau akan dikarunia langsung tiga putra yang sangat menggemaskan. Sementara Balqis memang menyerahkan nama-nama untuk anaknya kepada sang suami.“Humairah, saya izin mau bertemu dengan teman saya. Mau bahas seputar bisnis, boleh?” tanya Ashraf meminta izin untuk pergi keluar.Balqis meletakkan bayinya di ranjangnya. “Iya Mas, hati-hati y
Abi Lukman tertawa melihat Ashraf yang sangat antusias saat pembahasan tentang pembuatan pesantren. “Raf, sebegitunya pengen buat pesantren? Tapi kan anak-anakmu masih sangat kecil, kamu juga masih terlalu muda. Apa kamu sanggup untuk menanggung semua itu?” tanya Abi Lukman.Ashraf menggaruk kepalanya, sedikit tak yakin dengan keinginannya sendiri untuk langsung membangun pesantren. “Ashraf pengen, Abi, tapi Ashraf belum tau apa sanggup untuk melakukan semuanya itu. Menurut abi, Ashraf harus gimana?” ucap Ashraf tak mampu menentukan pilihannya sendiri.“Begini nak, kamu cari pekerjaan dulu, cari pekerjaan yang sesuai yang sekiranya tak menganggu waktu, sebab anak kamu masih kecil. Sebenarnya yang kata Abi itu bisa buat pesantrennya, itu mau Abi bantu modal. Tapi kan kamu pasti gak mau buat dibantu secara permodalan, ya sudah kamu usaha dulu, anak-anakmu masih kecil dan butuh biaya yang cukup besar. Butuh nutrisi dan perawatan yang bagus,” kata Abi Lukman.Ashraf mengangguk setuju. “Ba
Abi Lukman meminta keamanan untuk memisahkan Fakih dengan Dzaki yang belum juga menyelesaikan perdebatannya. Keduanya dipisah dan dijauhkan. Lalu keadaan kembali normal. Meskipun beberapa orang masih menyinggung ucapan tadi. Namun Ashraf dan Balqis tetap bersikap tenang. Tak ingin keadaan semakin kacau.“Urusan kita belum selesai, tunggu pembalasanku,” ucap Dzaki di luar halaman sedang bersama Fakih. Mereka berdua tetap berdebat di luar halaman rumah Ashraf.“Ouhh, ngancem ceritanya nih, ya jangan nyesel aja kalau nanti kalah sendiri. Tapi ingat ya, Dzaki, kamu gak berhak ikut campur urusan Ashraf, awas saja kalau sampai seperti tadi. Akan ku buat kamu menyesal seumur hidup!” ancam Fakih karena kesabarannya sudah habis.Dzaki tak menjawab, amarahnya juga sama memuncak. Lalu Ashraf datang seorang diri menghampiri Dzaki dan Fakih yang belum selesai juga. “Ustadz Dzaki, jangan berbuat seperti itu lagi. Saya tau maksud anda, anda iri dengki kan sama saya, tapi itu kan sudah hal masa lalu
Ashraf tersadar dari tidurnya karena benturan tadi cukup keras. Ashraf berdiri dan merasakan nyeri di lengan dan dengkulnya sendiri. “Astaghfirullah, kenapa bisa jatuh, aduh, luka nih,” keluh Ashraf sambil mengusap lengannya.“Kasian, xixixi,” sindir dari seorang perempuan yang duduk di atas tempat dirinya dirawat.Ashraf menoleh pada suara itu. Ashraf langsung berdiri dan matanya sampai melotot tajam. Ashraf seperti tak percaya melihat perempuan di depannya itu. Pemandangan yang sangat ingin Ashraf lihat.“Ini pasti mimpi,” ucap Ashraf mengucek kedua matanya. Sambil lalu tak memperhatikan kehadiran perempuan itu.“Mas Ashraf, sakit ya?” tanya perempuan itu sambil memberikan ASI-nya pada salah satu bayi mungil.“Ya Allah. Hamba memang belum ikhlas, tapi kenapa ini sangat nyata,” ucap Ashraf memijit pelipisnya sambil mondar mandir tak mau melihat perempuan itu.“Mas, ada apa sih? Gak kangen gitu sama aku, ini loh, anaknya lagi minum asi. Lucu kan?” ucap perempuan itu masih sambil terse