Siang ini semuanya sudah sampai di rumah masing-masing. Lima hari liburan di Villa Bogor dan berkumpul bersama keluarga untuk menambah ikatan silaturahim. Dan hari ini tgl 1 Januari di tahun baru. Kegiatan pesantren akan mulai kembali aktif mulai besok hari. Dan semua santri dan santriwati diutamakan untuk kembali sore hari nanti. Gibran pun setelah sampai rumah langsung menyiapkan barang-barang yang akan dibawanya. Dibantu oleh umi Risma, Gibran dengan cepat menyiapkan barang-barangnya.Sementara Ashraf memilih untuk beristirahat bersama Balqis di kamarnya. Keduanya saling baring bersama. Setelah lelahnya perjalanan dari Bogor ke Jakarta Timur yang memakan beberapa jam untuk sampai. Apalagi keadaan macet di kota yang membuat perjalanan semakin lama."Besok sudah mulai ngajar lagi, kamu gak apa-apa disini sama Umi, kan? Soalnya saya gak bisa jaga kamu dua puluh empat jam," tanya Ashraf menoleh ke Balqis yang matanya belum terlelap.Balqis menggelengkan kepalanya agar Ashraf tak khawat
Gibran memilih untuk menunduk. Semua temannya bertanya-tanya kenapa Gibran malah tidak mau ikut lomba. Padahal perlombaan kemarin di pesantren Gibran malah menjuarai beberapa bidang perlombaan."Gibran ikut, data saja," kata Ashraf seolah mengetahui perasaan Gibran yang gengsi."Baik, semua santri yang sudah terdata. Harap nanti siang berkumpul di aula pusat," kata Naila sambil membacakan kembali nama-nama santri yang sudah di data.Lalu Naila dan temannya itu pamit kepada Ashraf. Karena sudah selesai mendata dan wkatunya juga habis. Sebab Ashraf memang tidak suka membuang-buang waktu apalagi mengganggu jam mata pelajarannya.Setelah itu pelajaran pun dilanjut. Sampai jam ketiga, lalu Ashraf meninggalkan kelas PK A dan melanjutkan mengajarnya di kelas lain dengan materi pembelajaran yang sama.***"Balqis," panggil Anggi saat melihat Balqis sedang berbelanja bulanan di market khusus pembelian sembako."Anggi," jawab Balqis. Keduanya sempat ragu untuk berpelukan. Seperti kembali asing
Anggi menoleh ke beberapa arah. Untung saja keadaan kedai kopi itu setiap sore tak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pengunjung, itu pun sibuk dengan kegiatannya masing-masing."Apa sih, Ustadz Fakih ini, gak lucu bercandanya!" peringat Anggi memelototi Fakih yang senyam senyum dengan sikap Anggi yang terlihat grogi mendengar ajakan Fakih."Saya serius, jika kamu serius juga," ungkap Fakih dengan santainya. Padahal Anggi sudah mulai cenat cenut dengan ajakan Fakih yang berhasil membuat jantungnya berdetak kencang.Anggi memilih diam. Bingung harus mengatakan apa, sedangkan dirinya sadar kalau jauh dari kata orang baik. Dirinya terlalu egois dengan keinginannya yang jauh dari kebenaran.***Balqis sedang membereskan ruang tengah. Sementara Ashraf masih pergi mengajar dan di rumah hanya ada Balqis. Abi Lukman dan umi Risma sedang berada di pesantren untuk menjenguk Gibran. Karena pembelajaran telah berjalan selama satu Minggu dan setiap Minggu biasanya Gibran dijenguk. Sedangkan Ashraf
Umi Risma terlewat khawatir karena dia tau jika kedua orang tua Balqis sangat terlihat tak peduli dan selalu menganggap Balqis rendah."Umi, tolong tenang dulu, setelah ini kami ceritakan," ucap Ashraf memegang bahu uminya untuk tenang. Sementara Abi Lukman langsung menyapa keduanya dan saling bersalaman.Umi Risma baru tersadar dengan sikapnya yang berlebihan lalu ikut menyapa kedua orang tua Balqis juga. Lalu Balqis dan Ashraf menceritakan semuanya yang telah terjadi. Kedua orang tua Balqis merasa tak enak dengan kehadirannya takut menganggu ketentraman keluarga Ashraf."Astaghfirullah, saya turut bersedih. Insya Allah. Saya akan membantu kalian, karena kita kan juga keluarga," kata Abi Lukman dengan tersenyum hangat."Iya, Bu, Pak. Maafkan saya juga yang tadinya sempat curiga dengan kalian berdua. Semnajk Balqis hamil, saya sedikit sensitif dengan beberapa orang yang dulunya bermasalah dengan Balqis," ucap Umi Risma sungkan mwrada tak enak hati."Sudahlah, bapak, Ibu. Kami yang seh
Fakih melihat jam di tangan kanannya. "Pengurus pusat masih ada di aula pusat atau sudah di ruang pengurus?" tanya Fakih mengubah topik pembicaraannya.Anggi yang masih mencoba berpikir keras sedikit kesal dengan Fakih yang malah mengubah topiknya. "Saya gak tau, ini saya juga mencari pengurus pusat," kata Anggi cemberut. Fakih tersenyum samar melihat tingkah laku Anggi. Lalu segera masuk ke dalam. Diikuti Anggi yang masih sebal dengan Fakih yang malah tak menggubris jawabannya.'nyebelin Ustadz Fakih, padahal kan udah mau jawab. Malah cari topik yang lain.' gumam Anggi dalam hati. Sesampainya di dalam mereka mengurus urusan masing-masing. Setelah selesai Anggi keluar dulu berniat ingin cepat-cepat menghindari Fakih. Namun masih sampai di di depan pintu uatama. Fakih memanggil Anggi kembali."Anggi, berkas kamu ada yang ketinggalan," panggil Fakih. Anggipun lalu membalikkan badan lagi sebab masih kesal."Udah, lanjut nanti sore mengenai pembahasan itu. Di kedai kopi, jam empat. Jangan
Fakih sudah datang terlebih dahulu sebelum pukul empat. Dia sengaja datang lebih awal dari Anggi. Sementara Anggi masih berada di jalan. Dengan keadaan jalan yang cukup ramai, masih sangat macet karena ini jam pulang kerja.Sementara faqih sudah menyiapkan tempat duduk khusus untuk dirinya dan juga anggi. Faqih juga sudah memesan minuman kopi kesukaan anggi yang di mana minumannya juga sama dengan kesukaan dirinya. Faqih menunggu anggi dengan duduk bersantai di ruang pojok kedai kopi di mana ini sudah tiga kali pertemuan mereka dan saat ini pertemuan yang direncanakan.Anggi datang dengan pakaian yang begitu sopan dan tidak seperti biasanya kali ini dirinya terlihat cukup pendiam dan sedikit berbicara. “Maaf ustad Faqih, sudah lama yah menunggu, maaf barusan di jalan macet banget jadi waktunya keteteran,” ungkap Anggi namun Fakih hanya menampilkan senyuman khasnya.“Tidak apa-apa, saya paham kok, ya sudah kamu duduk saja. Ini sudah saya pesankan minuman kesukaan kamu,” ungkap Fakih me
Dengan malu-malu Anggi langsung memasuki mobilnya, dia meninggalkan Fakih yang berada di luar. Namun Fakih tak tinggal diam, dia juga ikut masuk ke dalam mobil Anggi.“Kesepakatannya kemarin, kamu kalau serius berubah, saya akan menseriusi kamu, sanggup?” sindir Fakih menagan lengan Anggi yang mau menghidupkan monilnya.Anggi tak jadi melajukan mobilnya gara-gara ucapan Fakih. “Kan udah dijawab, barusan, Ustadz Fakih,” kata Anggi dengan wajah cemberut. Masih terlihat jelas wajah Anggi yang memerah sebab menahan malu. Anggi salting brutal gara-gara sikap Fakih itu.“Ouhh, okelah, awas aja masih macem-macem, tak nikahin langsung nanti!” ancam Fakih lalu mencolek dagu Anggi pelan hingga wajah Anggi menghadap tepat ke Fakih. Namun Fakih malah menoleh ke tempat lain. “Ya sudah sana pulang, hati-hati,” peringat Fakih lalu langsung turun dari mobil Anggi. Anggi pun geregetan dengan sikap Fakih yang terkadang aneh. Sering berubah-ubah. Sebelum melajukan mobilnya, Anggi masih memperbaiki deg
Akhirnya setelah mengirim email kembali kalau email kontrak kerjanya terhapus. Dan sekarang dikirim lagi oleh pihak penerbit. Beruntungnya Balqis ditangani oleh admin yang baik hati dan tidak sombong. Kalau tidak, pasti Balqis sudah terkena semprot oleh adminnya.“Alhamdulillah, akhirnya sudah selesai juga,” ucao Balqis menutup laptonya. Langsung berselonjoran sambil mengelus pelan perutnya yang semakin membesar.Lalu tiba-tiba Ashraf masuk ke kamar sambil mengucap salam. Balqis pun berdiri dan mencium tangan suaminya, tak lupa Ashraf juga mendaratkan bibirnya ke dahi Balqis.“Sudah pulang, Mas,” ucap Balqis menerima tas kerja milik suaminya itu.“Iya, Alhamdulillah sudah selesai hari ini. Kamu gimana, lancar?” tanya Ashraf penasaran dengan sang istri yang senyum-senyum sendiri pada saat dirinya masuk ke kamarnya tadi.“Alhamdulillah, Mas, lancar. Karya aku keterima,” ujar Balqis begitu senang laku memeluk suaminya dengan erat.Ashraf membalas pelukan Balqis sesama eratnya. “Pantes, t
Setelah empat tahun semenjak kelahiran ketiga anak kembar Balqis dan Ashraf. Akhirnya Ashraf mampu membuat pesantren sendiri. Bermodalkan dari usahanya yang sukses semakin berkembang besar dan jerih payahnya atas dakwahnya yang berhasil membuat banyak orang mengenalnya. Dari sanalah, Ashraf membangun relasi yang banyak dan kuat. Pesantren Al Muhajirin yang bertepatan di kota Semarang. Pesantren yang masih memiliki beberapa ratus santri. Karena memang baru berdiri sekitar dua tahunan. Merupakan pencapaian terbesar untuk Ashraf dan Balqis.“Kyai Ashraf, tamunya sudah datang. Beliau sedang menunggu di Masjid,” ucap seorang pengurus putra menemui Ashraf di ruang khusus tempat Ashraf beribadah.“Setelah ini saya kesana,” kata Ashraf menyudahi dzikirnya. Lalu segera menuju ke rumah yang berada di ujung pertengahan antara asrama putra dan asrama putri.“Humairah,” panggil Ashraf memasuki kamarnya. Pandangan pertama yang dilihat ialah ketiga putranya yang sedang belajar menulis bahasa arab d
Satu tahun kemudian, Gibran lulus madrasah Aliyah dan dia berhasil mendaftar kuliah di universitas luar negeri. Yaitu Universitas Cairo, Mesir. Dengan mengambil jurusan Tafsir Hadits. Perasaan terharu oleh kelas sebelas PK A. Saat ini mereka sedang merayakan kelulusannya di asrama putra. Setelah acara resmi kelulusan mereka oleh pesantren Al Fatah.“Bye bro, setelah ini kamu akan merindukan aku,” kata Andre dengan menyalami satu per satu temannya. Semuanya pun tertawa ngakak karena ekspresi Andre yang hampir mau menangis.“Sampai bertemu di waktu lain, bro,” ucap Gibran pada Andre sambil menepuk bahu Andre berkali-kali.“Siap bro, kamu semoga sukses ya,” kata Andre pada Gibran. Mereka semua melakukan pelukan persahabatan. Acara sederhana di kantin asrama putra itu. Mereka makan bersama sambil merencanakan rencana yang akan mereka lakukan setelah lulus. Lalu Ashraf datang bersama dengan Fakih. Sudah agak lama Ashraf tak berkunjung ke Al Fatah. Paling hanya kalau mau ketemu Gibran atau
Ashraf membawa Balqis di suatu tempat tak jauh dari gang komplek rumahnya. Mereka berdua pergi dengan menggunakan motor. Terlihat begitu mesra saat Balqis memeluk Ashraf dari belakang. Ashraf pun terlihat memperlakukan Balqis dengan sebaik mungkin. Memasangkan helm dan juga membantu Balqis naik dan turun dari motor.Setelah sampai di gedung yang tak seberapa besar itu. Mereka pun sama-sama turun. Memasuki gedung itu sambil bergandengan tangan. Tak ada yang berniat untuk melepas gandengan tangan keduanya. Disana mereka sudah disambut dengan beberapa orang. Ada Fakih dan Bagas dan beberapa ibu-ibu yang memakai baju yang seragam warnanya. Mereka semua tersenyum menyambut kedatangan Ashraf dan Balqis.Lalu mereka berkumpul di satu ruangan yang sama. Ada beberapa bapak-bapak yang juga cukup berumur.“Hari ini adalah pembukaan untuk bisnis kuliner kering, ini Ashraf selamu owner. Semoga bisnis kita lancar,” ucap Fakih membuka pembicaraan. Semuanya tampak memperhatikan dengan baik setiap pes
Ayra memutuskan untuk mempunyai hobi baru dan memilih untuk hidup lebih mandiri lagi. Semenjak hari itu Ayra benar-benar memikirkan nasibnya lagi. Mencoba untuk melupakan semua kenangannya dengan Ashraf. Bahkan semua hal tentang Ashraf, Ayra sudah buang jauh-jauh. Seperti hari ini Atra memilih untuk ke pentas seni lukisan di sekitar Jakarta Timur. Sebab Ayra memang punya hobby yang pernah dia tekuni yaitu suka melukis.Tampilan beberapa seni lukis yang di pajang di lorong-lorong menuju ruangan bazar seni lukis itu. Ada banyak tampilan lukisan dari berbagai penulis besar. Banyak orang yang hadir termasuk para penikmat lukis dan juga beberapa orang yang ingin belajar khusus di seni lukis.“Ning Ayra,” sapa seorang laki-laki dengan pakaian khas santri. Para santri Al Fatah memang se konsisten itu tentang pakaian ke santriannya. Baik itu masih menjadi santri maupun sudah menjadi alumni santri.Ayra menoleh dan melihat laki-laki itu dengan cermat. Namun Ayra sedikit lupa laki-laki itu siap
Balqis menepuk-nepuk punggung putranya dengan bergantian. Sebab salah satu menangis maka keduanya juga ikut menangis. Karena mereka sedang tertidur jadi bangun karena salah satunya ramai karena menangis.“Cup cup cup, ayo anak ibu, diemnya jagoan. Ibu lagi sendirian soalnya, ayah lagi ada urusan. Ayo mana anak Sholeh kok cengeng sih, ayo diam, kalian kenapa sih nak? Mas Ashraf, angkat dong,” ucap Balqis seorang diri sambil menenangkan ketiga buah hatinya. Dan juga sambil berusaha menghubungi Ashraf. Karena panggilannya tak diangkat sudah beberapa kali.Lalu Ashraf tiba-tiba masuk ke kamar dengan terburu-buru dan langsung menggendong satu per satu putranya. “ Maaf Humairah, tadi hpnya ke silent, jadi ga kedengaran waktu kamu nelfon. Maaf ya anak-anak ayah, ayah telat datengnya. Sekarang tenang ya, kasian ibu kamu pasti capek,” kata Ashraf sambil menggendong anaknya. Satu per satu dan sampai mereka semuanya tenang. Baru Ashraf taruh kembali ke ranjang tempat tidurnya.“Gak apa-apa kok M
Balqis memberikan asi pada ketiga putranya. Dengan sangat pelan dan bergantian, putranya pun terlihat sangat menikmati. “Mas, liat anak-anak kita, dia semakin gembul ya,” ujar Balqis menunjukan salah satu putranya pada Ashraf yang sedang berkutat dengan laptopnya.“Iya Humairah, mirip kamu ya kalau gembul gini,” kata Ashraf sambil menoel-noel pipi putra-putranya. Anak pertama dipanggil Adam anak kedua dipanggil Idris dan anak ketiga dipanggil Ibrohim. Semua itu nama-nama yang diberikan oleh Ashraf. Karena memang dari jauh-jauh hari mereka mempersiapkannya. Ashraf sangat senang dengan pemberian nama itu kepada ketiga putranya. Sebab dia tak menyangka kalau akan dikarunia langsung tiga putra yang sangat menggemaskan. Sementara Balqis memang menyerahkan nama-nama untuk anaknya kepada sang suami.“Humairah, saya izin mau bertemu dengan teman saya. Mau bahas seputar bisnis, boleh?” tanya Ashraf meminta izin untuk pergi keluar.Balqis meletakkan bayinya di ranjangnya. “Iya Mas, hati-hati y
Abi Lukman tertawa melihat Ashraf yang sangat antusias saat pembahasan tentang pembuatan pesantren. “Raf, sebegitunya pengen buat pesantren? Tapi kan anak-anakmu masih sangat kecil, kamu juga masih terlalu muda. Apa kamu sanggup untuk menanggung semua itu?” tanya Abi Lukman.Ashraf menggaruk kepalanya, sedikit tak yakin dengan keinginannya sendiri untuk langsung membangun pesantren. “Ashraf pengen, Abi, tapi Ashraf belum tau apa sanggup untuk melakukan semuanya itu. Menurut abi, Ashraf harus gimana?” ucap Ashraf tak mampu menentukan pilihannya sendiri.“Begini nak, kamu cari pekerjaan dulu, cari pekerjaan yang sesuai yang sekiranya tak menganggu waktu, sebab anak kamu masih kecil. Sebenarnya yang kata Abi itu bisa buat pesantrennya, itu mau Abi bantu modal. Tapi kan kamu pasti gak mau buat dibantu secara permodalan, ya sudah kamu usaha dulu, anak-anakmu masih kecil dan butuh biaya yang cukup besar. Butuh nutrisi dan perawatan yang bagus,” kata Abi Lukman.Ashraf mengangguk setuju. “Ba
Abi Lukman meminta keamanan untuk memisahkan Fakih dengan Dzaki yang belum juga menyelesaikan perdebatannya. Keduanya dipisah dan dijauhkan. Lalu keadaan kembali normal. Meskipun beberapa orang masih menyinggung ucapan tadi. Namun Ashraf dan Balqis tetap bersikap tenang. Tak ingin keadaan semakin kacau.“Urusan kita belum selesai, tunggu pembalasanku,” ucap Dzaki di luar halaman sedang bersama Fakih. Mereka berdua tetap berdebat di luar halaman rumah Ashraf.“Ouhh, ngancem ceritanya nih, ya jangan nyesel aja kalau nanti kalah sendiri. Tapi ingat ya, Dzaki, kamu gak berhak ikut campur urusan Ashraf, awas saja kalau sampai seperti tadi. Akan ku buat kamu menyesal seumur hidup!” ancam Fakih karena kesabarannya sudah habis.Dzaki tak menjawab, amarahnya juga sama memuncak. Lalu Ashraf datang seorang diri menghampiri Dzaki dan Fakih yang belum selesai juga. “Ustadz Dzaki, jangan berbuat seperti itu lagi. Saya tau maksud anda, anda iri dengki kan sama saya, tapi itu kan sudah hal masa lalu
Ashraf tersadar dari tidurnya karena benturan tadi cukup keras. Ashraf berdiri dan merasakan nyeri di lengan dan dengkulnya sendiri. “Astaghfirullah, kenapa bisa jatuh, aduh, luka nih,” keluh Ashraf sambil mengusap lengannya.“Kasian, xixixi,” sindir dari seorang perempuan yang duduk di atas tempat dirinya dirawat.Ashraf menoleh pada suara itu. Ashraf langsung berdiri dan matanya sampai melotot tajam. Ashraf seperti tak percaya melihat perempuan di depannya itu. Pemandangan yang sangat ingin Ashraf lihat.“Ini pasti mimpi,” ucap Ashraf mengucek kedua matanya. Sambil lalu tak memperhatikan kehadiran perempuan itu.“Mas Ashraf, sakit ya?” tanya perempuan itu sambil memberikan ASI-nya pada salah satu bayi mungil.“Ya Allah. Hamba memang belum ikhlas, tapi kenapa ini sangat nyata,” ucap Ashraf memijit pelipisnya sambil mondar mandir tak mau melihat perempuan itu.“Mas, ada apa sih? Gak kangen gitu sama aku, ini loh, anaknya lagi minum asi. Lucu kan?” ucap perempuan itu masih sambil terse