Satu tahun kemudian, Gibran lulus madrasah Aliyah dan dia berhasil mendaftar kuliah di universitas luar negeri. Yaitu Universitas Cairo, Mesir. Dengan mengambil jurusan Tafsir Hadits. Perasaan terharu oleh kelas sebelas PK A. Saat ini mereka sedang merayakan kelulusannya di asrama putra. Setelah acara resmi kelulusan mereka oleh pesantren Al Fatah.“Bye bro, setelah ini kamu akan merindukan aku,” kata Andre dengan menyalami satu per satu temannya. Semuanya pun tertawa ngakak karena ekspresi Andre yang hampir mau menangis.“Sampai bertemu di waktu lain, bro,” ucap Gibran pada Andre sambil menepuk bahu Andre berkali-kali.“Siap bro, kamu semoga sukses ya,” kata Andre pada Gibran. Mereka semua melakukan pelukan persahabatan. Acara sederhana di kantin asrama putra itu. Mereka makan bersama sambil merencanakan rencana yang akan mereka lakukan setelah lulus. Lalu Ashraf datang bersama dengan Fakih. Sudah agak lama Ashraf tak berkunjung ke Al Fatah. Paling hanya kalau mau ketemu Gibran atau
Setelah empat tahun semenjak kelahiran ketiga anak kembar Balqis dan Ashraf. Akhirnya Ashraf mampu membuat pesantren sendiri. Bermodalkan dari usahanya yang sukses semakin berkembang besar dan jerih payahnya atas dakwahnya yang berhasil membuat banyak orang mengenalnya. Dari sanalah, Ashraf membangun relasi yang banyak dan kuat. Pesantren Al Muhajirin yang bertepatan di kota Semarang. Pesantren yang masih memiliki beberapa ratus santri. Karena memang baru berdiri sekitar dua tahunan. Merupakan pencapaian terbesar untuk Ashraf dan Balqis.“Kyai Ashraf, tamunya sudah datang. Beliau sedang menunggu di Masjid,” ucap seorang pengurus putra menemui Ashraf di ruang khusus tempat Ashraf beribadah.“Setelah ini saya kesana,” kata Ashraf menyudahi dzikirnya. Lalu segera menuju ke rumah yang berada di ujung pertengahan antara asrama putra dan asrama putri.“Humairah,” panggil Ashraf memasuki kamarnya. Pandangan pertama yang dilihat ialah ketiga putranya yang sedang belajar menulis bahasa arab d
"Ustadz kok bisa ada disini?" ucap Balqis menatap sekitar."Ini kamar saya," jawab Ashraf. Tatapannya tajam dan dingin."Hah, aku kok bisa ada disini," lirih Balqis kebingungan. Dia melihat setiap sudut tempat itu yang sangat asing."Keluar kamu sekarang! Bisa-bisanya ada di kamar saya." Gertak Ashraf dengan nada tinggi."Ba-baik ustadz, permisi," Tapi sebelum Balqis keluar, tiba-tiba ada beberapa teman Ashraf yang memasuki kamar Ashraf."Astaghfirullah, Ustadz Ashraf membawa santriwati ke kamarnya?" ucap seorang Ustadz yang merupakan teman dekat Ashraf. juga beberapa orang yang melihat kegaduhan itu."Saya tidak menyangka Ustadz Ashraf begini, bagaimana nanti jika Ning Ayra tahu." "Ustadz, ini bukan Ustadz Ashraf yang saya kenal."Ashraf tak ada jawaban saat beberapa ustadz bertanya kepadanya. Tentang Balqis yang sudah ada di kamar Ashraf."Maaf semuanya, tapi jangan salah paham dulu. Saya juga tidak tahu kenapa ada dia di kamar saya?" beo Ashraf tak ingin terjadi kesalahpahaman di
"Astaghfirullah Balqis, kamu jahat banget.""Kamu membuat pertunangan Ning Ayra dan Ustadz Ashraf gagal. Parah sih.""Harusnya kamu sudah dikeluarkan dari pesantren ini. Aib banget disini.""Nyusahin saja!"Saat Balqis keluar dari ruangan tadi, beberapa santri perempuan lain mengerumuninya. Bahkan tanpa ada rasa belas kasih, melontarkan perkataan yang menyakitkan serta tuduhan berbagai tuduhan.Balqis tak dapat membalas, dia langsung menerobos kerumunan itu dan langsung pergi. Belum sembuh rasa sakit dari tamparan Ayra, sekarang dia harus disudutkan kembali."Sudah diam semua, ini kan masih tuduhan sementara. Takutnya jadi fitnah kalau tuduhannya salah," ucap ustadzah Ifa melerai kegaduhan beberapa santri itu. Sementara di dalam ruangan khusus keluarga, Ayra sedang di hadapan keluarganya. Ada Abah Zulkifli juga yang langsung kembali saat mengetahui sikap dari Ayra."Siapa yang mengajarkan kamu untuk bermain fisik, Ayra?" tanya Kyai Zulkifli tatapannya mengintimidasi.Semuanya terdiam
Sore harinya, aktivitas di pesantren Al-fatah berjalan seperti biasa. Para santri melanjutkan belajar kajian kitab di masing-masing kelas.Tidak termasuk bagi Ashraf dan Balqis, mereka berdua dipanggil kembali menghadap Kyai Zulkifli."Maaf Kyai, ini benar-benar salah paham. Dan saya rasa bukan seperti itu jalan penyelesaiannya," Ashraf menolak permintaan Kyai Zulkifli yang menyarankan untuk menikahi Bilqis."Tapi Ustadz Ashraf, masalah ini sudah sampai ke semua santri dan juga wali santri. Pihak pengasuh sudah berunding akan hal ini, dan kesepakatan yang terbaik dari kami seperti itu," Kyai Zulkifli menatap Ashraf dengan serius."Maaf Kyai, bagaimana dengan Ayra?" Ashraf terlihat bingung, dia salah satu santri yang selalu menuruti permintaan Kyai Zulkifli. Untuk itulah dia dijadikan sebagai menantu."Ayra masih belum pantas untuk menjadi pasangan siapapun, ego dia masih besar. Saya harap ustadz Ashraf mau menuruti permintaan saya ini. Jadikan Balqis sebagai pasanganmu," ucap Kyai Zul
"Pernikahan ustadz Ashraf dan Balqis tidak membutuhkan persetujuanmu, Ayra," ungkap Kyai Zulkifli dengan dingin.Ayra terdiam, tak mampu membalas ucapan sang Kyai. Apalagi sekarang semua pengurus sedang berkumpul, rasanya dia tak dapat berkutik."Jadi semuanya harap menerima. Demi ketentraman pesantren Al-fatah. Ustadz Ashraf dan Balqis sudah menyetujui untuk menikah," sambung Kyai Zulkifli.Ayra melirik Balqis dengan sinis, seakan membenci Balqis teramat dalam. Dan juga menatap Ashraf tak suka. Sementara Balqis hanya terdiam, begitupun Ashraf yang tampak dingin seperti biasa.***"Kamu hanya buat malu keluarga, mau ditaruh dimana muka Mama sama papa mu ini, Balqis," ujar Amira- Mama Balqis."Iya, Papa malu banget punya anak seperti kamu. Bukannya jadi santri yang berprestasi malah harus dinikahkan secara tiba-tiba seperti ini," David ikut menimpali ucapan sang istri.Kedua orang tua Balqis hadir di pernikahan Balqis dan Ashraf. Mengucap secara terang-terangan di hadapan Balqis sebel
Malam sudah larut namun Balqis tak dapat memejamkan kedua matanya. Rasa gelisah dan takut selalu saja muncul dimanapun. Balqis merubah posisi menjadi duduk. Sementara Ashraf sudah tertidur lelap di karpet bawah.Namun Ashraf terlihat sangat kedinginan, Balqis lalu memberikan selimut yang dia kenakan untuk menutupi tubuh Ashraf. Lalu dia sendiri tetap membuka matanya sampai dini hari menjelang."Disaat orang lain bersenang-senang dengan pasangan, namun aku merasa sepi dan sendirian. Beginikah nasib orang yang suka membuat onar. Atau memang sudah nasibku dari dulu, tak akan pernah bahagia," lirih Balqis.Derai air mata Balqis membasahi kedua pipinya. Seakan mengeluh terhadap takdir yang tak pernah berpihak padanya."Bukankah aku ini rendahan kata mereka? Tak pernah seorang pun merasakan keberadaanku. Tapi aku masih berharap setelah ini bisa menjadi lebih baik lagi," keluh Balqis.Tangis Balqis semakin pecah, tak seharusnya dia menangisi takdirnya. Tapi dia sudah tidak tahan sedari kema
Saat Ashraf tetap menahan tubuh Balqis, tiba-tiba pintu kamar Ashraf terbuka."Waduh, Maaf ya. Umi kira kenapa, tadi ada yang teriak soalnya. Umi ganggu ya," ucap Risma penuh senyum saat melihat kedua insan itu.Balqis dan Ashraf sama terkejutnya, lalu dengan terburu-buru Balqis bangkit dari Ashraf. Ashraf pun langsung berdiri juga."Tidak seperti yang Umi pikiran kok. Tadi ada tikus, jadi Balqis gak sengaja lompat ke Ustadz Ashraf," kilah Balqis."Loh, emangnya kenapa kalau kalian seperti itu. Kalian kan sudah menikah, hal itu wajar kok. Dan kenapa Balqis masih manggil ustadz ke Ashraf?" tanya penuh selidik Risma.Saking groginya, Balqis lupa panggilannya untuk Ashraf. "Udah, Umi. Balqis masih belum terbiasa. Udah ya umi keluar dulu, kami mau siap-siap," ucap Ashraf memegang pindah Risma ke pintu kamarnya."Iya deh iya, yang gak mau dilihat siapapun ini," kekeh Risma lalu meninggalkan mereka berdua di kamar."Ucapan saya tadi lupain. Itu gak benar," lirih Ashraf mendekati Balqis ta