"Pernikahan ustadz Ashraf dan Balqis tidak membutuhkan persetujuanmu, Ayra," ungkap Kyai Zulkifli dengan dingin.
Ayra terdiam, tak mampu membalas ucapan sang Kyai. Apalagi sekarang semua pengurus sedang berkumpul, rasanya dia tak dapat berkutik.
"Jadi semuanya harap menerima. Demi ketentraman pesantren Al-fatah. Ustadz Ashraf dan Balqis sudah menyetujui untuk menikah," sambung Kyai Zulkifli.
Ayra melirik Balqis dengan sinis, seakan membenci Balqis teramat dalam. Dan juga menatap Ashraf tak suka.
Sementara Balqis hanya terdiam, begitupun Ashraf yang tampak dingin seperti biasa.
***
"Kamu hanya buat malu keluarga, mau ditaruh dimana muka Mama sama papa mu ini, Balqis," ujar Amira- Mama Balqis.
"Iya, Papa malu banget punya anak seperti kamu. Bukannya jadi santri yang berprestasi malah harus dinikahkan secara tiba-tiba seperti ini," David ikut menimpali ucapan sang istri.
Kedua orang tua Balqis hadir di pernikahan Balqis dan Ashraf. Mengucap secara terang-terangan di hadapan Balqis sebelum akad dilaksanakan.
Balqis hanya tertunduk malu, tak ada jawaban apapun dari mulutnya. Sementara di hadapannya sana, sudah ada Ashraf bersama kedua orang tuanya yang ikut hadir.
"Maaf Ummi, maaf Abi. Ashraf belum bisa menjadi anak yang membanggakan. Gara-gara kesalahpahaman itu, Ashraf gagal menjadi menantu Kyai Zulkifli," ucap Ashraf mengiba di hadapan kedua orang tuanya.
"Sudahlah, Nak. Semua sudah menjadi ketetapan Allah. Terima dengan lapang dan selalu bersyukur. Ingatlah bahwa rencana Allah. Itu selalu indah," ucap Risma- Ibu dari Ashraf.
"Iya benar kata Ummi kamu. Kami tidak apa-apa kalau kamu gagal menjadi keturunan Kyai Zulkifli. Setidaknya keputusan kamu ini sudah yang terbaik menurut kamu. Kami selalu mendukung, Nak," ucap Lukman- Ayah dari Ashraf itu dengan menepuk pundak sang anak dengan pelan.
Balqis mendengar dengan jelas ucapan orang tua Ashraf, ada rasa iri yang muncul. Dimana dia tidak mendapat dukungan dari kedua orang tuanya. Hanya sebuah celaan dan selalu disalahkan.
Sementara Ashraf, tak ada respon apapun dengan perlakuan kedua orang tua Balqis. Ashraf hanya fokus dengan akad yang akan dilaksanakan sebentar lagi.
Acara akad itu tampak sangat sederhana, hanya ada beberapa perwakilan pengasuh dan juga pengurus. Dan beberapa teman Ashraf dan juga Balqis ikut hadir.
Dilaksanakan di dalam aula yang tak terlalu besar. Lalu terlihat Kyai Zulkifli datang bersama dengan Istrinya dan juga Gus Rohman, sementara Ning Ayra tak terlihat hadir.
"Baiklah, acara akan segera dimulai," ucap salah satu pengurus putra yang juga teman dari Ashraf.
Tampak sekali kegugupan Ashraf saat menggenggam tangan Kyai Zulkifli. Impian Ashraf terwujud untuk dinikahkan secara langsung oleh Kyai Zulkifli.
Tapi hanya calonnya saja yang berbeda, bukan bersama Ning Ayra. Ashraf menatap sekilas kepada Balqis yang sedari tadi menunduk.
"Sah!" semua orang yang hadir tampak serempak mengucap kata sakral itu. Dilanjut dengan Kyai Zulkifli membacakan doa untuk pernikahan Ashraf dan Balqis.
Tangis pecah dari Ibunda Ashraf, tak menyangka jika sang Putra sudah menikah. Sementara kedua orang tua Balqis hanya terlihat biasa saja menanggapinya.
"Sekarang kalian berdua sudah menjadi suami istri, sudah menjadi pasangan halal. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warohmah. Selamat untuk Ustadz Ashraf dan Balqis," tutur Kyai Zulkifli dengan penuh ramah.
Sementara Ashraf hanya mengangguk patuh. Dan Balqis pun juga seperti itu. Lalu Balqis mencium tangan Ashraf.
Jantungnya berdetak kencang, disaat perempuan lain penuh kebahagiaan saat pernikahannya. Namun Balqis sangat ketakutan melihat dinginnya Ashraf tanpa senyum.
"Selamat ya Nak, semoga pernikahan kalian selalu diberikan kebahagiaan. Dan kalian selalu dilindungi," Risma memeluk Balqis. Kedua perempuan itu sama-sama berderai air mata.
Balqis tak menyangka jika orang tua Ashraf akan sebaik itu kepadanya. Dan ayah Ashraf pun juga ikut mengucap kata selamat.
Berbeda dengan kedua orang tua Balqis yang tampak mengucapkan sepatah kata pun. Selesai dari akad malah langsung meninggalkan tempat.
Balqis hanya mengelus dadanya sendiri saat diperlukan seperti itu. "Maaf ya Tante dan Om, jika orang tua Balqis bersikap seperti itu," ucap Balqis tak enak.
"Gak apa-apa kok, Nak. Eh kamu ini, jangan panggil Tante sama Om lah. Panggil kami Ummi dan Abi ya, sayang," Risma memperlakukan Balqis dengan baik.
Mengelus kepalanya dan sesekali memeluk Balqis dengan penuh kasih sayang.
***
"Kesepakatan kita kemarin kan pisah kamar, tapi berhubung saya belum punya rumah sendiri jadi kita sekamar. Beda kasur!" Ashraf menekan dua kata terakhirnya.
Balqis hanya menelan Saliva mendegar ucapan Ashraf yang begitu cuek dan dingin. "Iya Ustadz," Jawab Balqis dengan kikuk.
"Kalau lagi ada orang lain panggil Mas saja," kata Ashraf lalu memasuki kamar mandi.
Balqis tersenyum tipis. "Mas?" kata Balqis mengulang ucapan Ashraf. Dia seakan merasa lucu dengan panggilan itu.
"Mas Ashraf yang dingin," ucap Balqis dengan pelan saat Ashraf sudah benar-benar berada di kamar mandi.
Mereka berdua sedang berada di kamar Ashraf. Karena permintaan kedua orang tua Ashraf untuk tinggal dirumahnya beberapa hari.
Ashraf sebenarnya ingin menatap dan tinggal di pesantren, namun dia juga tak mampu menolak permintaan kedua orang tuanya.
Sementara Balqis hanya mengeluarkan barang bawaannya. Raut sedih selalu terpancar dari wajah Balqis.
Rasa takut selalu hadir dan rasa ketidakpercayaan diri. Tanpa sadar dirinya sudah menjadi istri seorang ustadz dari pesantren yang sama.
Sebuah kemustahilan, karena seorang Balqis adalah salah satu santriwati yang tak selalu taat akan peraturan pesantren.
"Ini seperti mimpi. Berada disini hanyalah mimpi," Balqis bermonolog seorang diri, merenungi nasibnya yang seakan tak pernah bahagia.
"Ini nyata, cepat mandi dan setelah ini kita kumpul dengan keluarga saya," perintah Ashraf saat keluar dari kamar mandi dengan pakaian rapi.
Balqis mengangguk patuh dan lalu menuju ke kamar mandi membawa beberapa alat mandi dan juga pakaiannya.
***
"Nak Balqis kan baru lulus SMA, setelah ini rencana mau lanjut kuliah atau jadi istri aja?" tanya Risma dengan mengembangkan senyum.
Balqis bingung mau menjawab apa, mendengar kata istri saja membuatnya geli. "Belum tau masih, Umi," menjawab seadanya adalah saran terbaik.
"Loh, harus dipikirkan nak. Nanti bilang sama Ashraf, mau lanjut kuliah atau gimana. Atau mau langsung program hamil juga boleh. Umi dan Abi sudah gak sabar gendong cucu." goda Risma.
Ashraf yang mendengar itu langsung terbatuk-batuk, sementara Balqis langsung mengambilkan air. "Ashraf aja juga gak sabar," goda Risma terus-menerus.
"Apa sih, Umi, kita kan masih baru juga akad," lirih Ashraf.
"Iya deh, doa terbaik buat kalian," ucap Risma akhirnya.
Setelah makan mereka berdua langsung ke kamar Ashraf.
"Saya tidur di karpet bawah, jangan berharap kita tidur seranjang."
Malam sudah larut namun Balqis tak dapat memejamkan kedua matanya. Rasa gelisah dan takut selalu saja muncul dimanapun. Balqis merubah posisi menjadi duduk. Sementara Ashraf sudah tertidur lelap di karpet bawah.Namun Ashraf terlihat sangat kedinginan, Balqis lalu memberikan selimut yang dia kenakan untuk menutupi tubuh Ashraf. Lalu dia sendiri tetap membuka matanya sampai dini hari menjelang."Disaat orang lain bersenang-senang dengan pasangan, namun aku merasa sepi dan sendirian. Beginikah nasib orang yang suka membuat onar. Atau memang sudah nasibku dari dulu, tak akan pernah bahagia," lirih Balqis.Derai air mata Balqis membasahi kedua pipinya. Seakan mengeluh terhadap takdir yang tak pernah berpihak padanya."Bukankah aku ini rendahan kata mereka? Tak pernah seorang pun merasakan keberadaanku. Tapi aku masih berharap setelah ini bisa menjadi lebih baik lagi," keluh Balqis.Tangis Balqis semakin pecah, tak seharusnya dia menangisi takdirnya. Tapi dia sudah tidak tahan sedari kema
Saat Ashraf tetap menahan tubuh Balqis, tiba-tiba pintu kamar Ashraf terbuka."Waduh, Maaf ya. Umi kira kenapa, tadi ada yang teriak soalnya. Umi ganggu ya," ucap Risma penuh senyum saat melihat kedua insan itu.Balqis dan Ashraf sama terkejutnya, lalu dengan terburu-buru Balqis bangkit dari Ashraf. Ashraf pun langsung berdiri juga."Tidak seperti yang Umi pikiran kok. Tadi ada tikus, jadi Balqis gak sengaja lompat ke Ustadz Ashraf," kilah Balqis."Loh, emangnya kenapa kalau kalian seperti itu. Kalian kan sudah menikah, hal itu wajar kok. Dan kenapa Balqis masih manggil ustadz ke Ashraf?" tanya penuh selidik Risma.Saking groginya, Balqis lupa panggilannya untuk Ashraf. "Udah, Umi. Balqis masih belum terbiasa. Udah ya umi keluar dulu, kami mau siap-siap," ucap Ashraf memegang pindah Risma ke pintu kamarnya."Iya deh iya, yang gak mau dilihat siapapun ini," kekeh Risma lalu meninggalkan mereka berdua di kamar."Ucapan saya tadi lupain. Itu gak benar," lirih Ashraf mendekati Balqis ta
Kini hujan deras itu sudah berganti rintik. Suasana tenang mulai tergambar saat hujan membasahi seisi bumi.Tapi tidak dengan Ashraf dan Risma yang dilanda kekhawatiran. Karena Balqis tadi tidak sadarkan diri waktu di taman."Kenapa dia bisa pingsan, Ashraf?" tanya Risma dengan serius. Sembari terus menerus menggosok tangan Balqis dengan minyak kayu putih."Dia tadi mandi hujan, Umi," jawab Ashraf dengan cemas. Dia baru selesai berganti baju.Balqis dibaringkan di kamar Ashraf. Wajahnya sangat pucat dan terlihat lemah."Astaghfirullah, umi baru ingat. Dia belum makan seharian, katanya mau nunggu kamu datang. Jangan bilang tadi kamu tidak mengajaknya makan?" ucap Risma dengan panik.Ashraf terkejut mendengar pernyataan sang ibunya. "Kami belum sempat makan," lirih Ashraf.Risma hanya menggeleng dengan kelakuan anaknya. Tapi tetap saja panik dengan keadaan sang menantu.Namun setelah itu terlihat tangan Balqis yang bergerak. Dan juga membuka kedua matanya perlahan."Alhamdulillah, kamu
"Aku juga, kita hanya menunggu waktu. Tolong tunggu aku Ayra," ajak Ashraf sambil berbicara di ponselnya. Balqis yang mendengar semua itu hanya tersenyum kecut. Setelah itu ia merasa kecewa, karena Ashraf melihat dirinya tanpa izin. Setelah cukup lama mereka berbincang, akhirnya Ashraf menutup teleponnya. Balqis hanya mendengarkan saja tanpa ingin menegur. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Ashraf ketika ia berbalik dan Balqis sudah berada di depan pintu kamarnya. “Saya ingin meminta penjelasan kepada Ustadz,” jawab Balqis blak-blakan. Kemarahannya sudah meluap sejak tadi. Namun sebisa mungkin dia tahan. "Tentang?" kata Ashraf. “Saya tidak suka dengan cara ustadz. Ustadz menikahi saya hanya untuk menghilangkan rasa malu, tapi ustadz mengganti baju saya sesuka hati tanpa izin,” kata Balqis lirih. “Tidak ada jalan lain, jadi tenang saja. Aku tidak tergoda dengan tubuhmu,” cibir Ashraf lalu duduk di meja belajarnya. Balqis masuk ke dalam kamar, menguncinya dari dalam. "Ini
Sejak malam kejadian itu, Balqis tak ada obrolan dengan Ashraf. Sudah seminggu lamanya dan Balqis benar-benar menghindari Ashraf.Benar kata orang lain, biasanya orang yang sudah merasa kecewa akan memilih diam. Ketika sudah berat hati untuk menentukan, hanyalah kata menyerah yang ada.Menyerah dengan takdir yang sudah tertulis. Entah takdir Balqis seperti apa, berakhir sedih kah atau sebaliknya."Balqis," sapa Ashraf. Ashraf membuka pembicaraan terlebih dahulu.Mereka sedang berada di mobil Ashraf, dan akan menuju ke pesantren Al Fatah."Hm," jawab Balqis cuek."Perasaan kamu sekarang gimana?" tanya Ashraf sambil melajukan mobilnya secara pelan."Biasa aja," lirih Balqis. Pandangannya lurus ke depan. Sesekali melihat ke luar jendela mobil."Setelah malam itu, kamu masih benci dengan saya?" tanya Ashraf. Dirinya tak fokus menyetir karena sesekali sambil melihat Balqis disebelahnya."Lupakan ustadz. Ustadz sendiri kan yang meminta saya untuk melupakan semua itu. Tolong jangan dibahas l
"Saya tidak mau dan gak akan pernah mengizinkan hal itu terjadi," ucap Balqis lalu melepas pelukan Ashraf dan langsung keluar dari kamar Ashraf.Banyak yang hanya tergoda sesaat lalu meninggalkan. Bukankah pernikahan adalah sebuah perjanjian, untuk selalu bersama dalam keadaan suka dan duka.Balqis mendekati Risma yang sedang memasak. Lalu mendekatinya sembari menghapus air mata yang sedikit luruh."Umi, lagi masak apa?" tanya Balqis.Risma yang sedang mencuci beberapa jenis ikan dan sayur pun menoleh. "Iya nak, ini lagi mau goreng ikan Nila sama buat sayur asam," tukas Risma dengan senyuman hangat."Balqis mau bantu ya Umi," ucap Balqis kegirangan.Benar ya kata orang, bahwa tak semua sifat anak itu turun dari orang tuanya. Buktinya Risma begitu berbanding terbalik dengan Ashraf.Risma yang begitu peduli dan selalu ramah, serta murah senyum. Sementara Ashraf yang dingin dan suka semena-mena terhadap orang lain."Boleh dong, sini buatin mama bumbu buat sayur asam. Sekalian bumbu buat
Kedua orang itu saling diam, setelah beberapa lama tak bertemu. Kini mereka berada di sebuah taman perkotaan tak jauh dari pesantren Al-fatah. "Gimana kabarmu, Balqis?" tanya laki-laki itu dengan sopan. Sedari tadi melihat Balqis yang selalu menunduk. "Aku baik, kamu?" tanya Balqis juga. "Tadinya sih, belum baik. Tapi sekarang setelah bertemu dengan kamu, aku menjadi baik," tutur Ridho- santri putra Al- Fatah. Balqis mendongak, tatapannya tak tenang. Pikirannya seakan kabur. Hari yang paling Balqis takuti, sudah akan dia rasakan. "Maaf, Ridho, " lirih Balqis pelan. Kembali menunduk untuk menyembunyikan rasa bersalahnya. "Maaf untuk?" ucap Ridho penasaran. Rasanya seakan sama. Sejak dua tahun kedekatan mereka dahulu. "Aku sudah menikah, maaf," lirih Balqis. Sedari tadi dia memintal kain gamisnya. Ridho terdiam, tatapannya menjadi kosong. Tubuhnya melemah dan berdiri lagi. "Dengan siapa? Kau tak menungguku, Balqis. Padahal aku selalu mengingatmu," ucap Ridho sambil memijat peli
Dengan suara lantang, Ayra mengusir Balqis. Emosinya sudah tersulut dan sekarang Balqis semakin menguji kesabarannya. "Kalau orang seperti saya aib pesantren. Lantas bagaimana dengan Ning Ayra, yang kata-katanya selalu menyakitkan," timpal Balqis. Berusaha untuk tetap tegar walaupun rasa takut sudah menguasai dirinya. "Balqis, cukup!" bentak Ashraf menghampiri Balqis. Rasa kecewa, rasa sakit hati dan sekarang ditambah rasa terintimidasi. Bukankah di situasi seperti ini Ashraf harus membel Balqis. Atau setidaknya dia mempertahankan harga diri Balqis yang tengah Balqis perjuangkan. "Liat Balqis? Ashraf saja tidak membelamu. Jadi jangan terlalu percaya diri. Cepat kamu tinggalkan pesantren ini sekarang juga!" hardik Ayra. Dengan sorot mata penuh dengan dendam. Ridho yang melihat kejadian itu hanya bisa terdiam. Tidak bisa melakukan apapun untuk Balqis. Suaminya saja tidak membelanya apalagi dia yang bukan siapa-siapa. Balqis menatap Ashraf dan ke semua orang yang ada disana. "Maaf