"Astaghfirullah Balqis, kamu jahat banget."
"Kamu membuat pertunangan Ning Ayra dan Ustadz Ashraf gagal. Parah sih."
"Harusnya kamu sudah dikeluarkan dari pesantren ini. Aib banget disini."
"Nyusahin saja!"
Saat Balqis keluar dari ruangan tadi, beberapa santri perempuan lain mengerumuninya. Bahkan tanpa ada rasa belas kasih, melontarkan perkataan yang menyakitkan serta tuduhan berbagai tuduhan.
Balqis tak dapat membalas, dia langsung menerobos kerumunan itu dan langsung pergi. Belum sembuh rasa sakit dari tamparan Ayra, sekarang dia harus disudutkan kembali.
"Sudah diam semua, ini kan masih tuduhan sementara. Takutnya jadi fitnah kalau tuduhannya salah," ucap ustadzah Ifa melerai kegaduhan beberapa santri itu.
Sementara di dalam ruangan khusus keluarga, Ayra sedang di hadapan keluarganya. Ada Abah Zulkifli juga yang langsung kembali saat mengetahui sikap dari Ayra.
"Siapa yang mengajarkan kamu untuk bermain fisik, Ayra?" tanya Kyai Zulkifli tatapannya mengintimidasi.
Semuanya terdiam, suasana serius sedang mereka rasakan. Tatkala Kyai Zulkifli menyidak sang putri bungsunya.
"Dia sangat pantas untuk menerimanya, Abah," cetus Ayra tatapannya begitu kosong.
Sementara Nyai Asma hanya mengelus lengah Kyai Zulkifli. Nyai Asma tak mau terlalu kasar dengan sang putri, namun dia juga tidak menyetujui tindakan putrinya barusan.
"Kamu bukan Tuhan yang pantas untuk menghukum, Ayra. Itu sama sekali tidak mencerminkan sebagai seorang santri," sentak Kyai Zulkifli dengan menekan ucapan terakhirnya.
"Tapi Abah, dia sudah melakukan dua kesalahan. Yang pertama dia menggoda Ashraf, dan itu sangat merugikan untuk Ashraf. Lalu dia juga membuat pertunangan Ayra dan Ashraf gagal, itu merugikan kami berdua."
Papar Ayra, tetap mempertahankan pendapatnya dan juga semakin membenarkan tindakannya.
"Ayra! Jadi ini yang sudah kamu dapat selama menuntut ilmu di pesantren? Melawan abahmu ini dan bertindak seenaknya. Abah semakin yakin, kalau pembatalan pertunangan kalian itu sangatlah benar. Karena sejak bertunangan dengan Ashraf, kamu semakin berulah. Semakin egois, semakin semena-mena, dan bahkan melawan abahmu sendiri."
"Sudah, keputusan Abah sudah bulat. Pertunangan kamu dan Ashraf resmi batal. Dan satu lagi, minta maaf sama Balqis atas tindakan kamu barusan. Jika kamu mau mendapat maaf dari Abah," sambung Kyai Zulkifli lalu meninggalkan ruangan itu dengan perasaan kecewa. Tak disangka putri kesayangannya berbuat seperti itu.
"Abah tidak adil, ini tidak adil buat Ayra dan juga Ashraf. Ummah, Abah tidak adil," Ayra menangis keras dan mengeluh kepada ibunya.
"Sudah Ayra, ini bukan Ayra yang Ummah kenal. Segera bertaubat, Nak. Ini semua sudah takdir Allah. Minta maaflah kepada Balqis, dan Abahmu juga akan memaafkanmu," ujar Nyai Asma.
Tak ada yang bisa dilakukan Nyai Asma, hanya mencoba menenangkan sang putri dan mencoba memberi saran terbaiknya. Semua terdiam, bahkan Gus Rohman juga bungkam.
"Tidak mau Ummah, ini bukan salah Ayra. Ini salah Balqis," elak Ayra. Tangisannya pecah dipelukan sang Ibu.
***
Ashraf mencoba mengejar Balqis yang sedang menghindar. Lalu Balqis berhenti di lapangan belakang pesantren.
Terduduk lemas di bawah terik matahari. Tak peduli dengan panas yang menyengat, rasa sakit di hatinya terlebih dari itu.
Ashraf mendekati Balqis, mengikis jarak dengannya. Lalu mencoba membicarakan hal tadi dengan Balqis.
"Balqis, coba ceritakan pada saya. Kenapa kamu tiba-tiba ada di kamar saya," ucap Ashraf mencoba mencari kebenaran.
Balqis mendongak, lalu menunduk kembali. Tak ingin menatap Ashraf yang sedang berada tepat di hadapannya.
"Maaf Ustadz, saya juga tidak tahu kenapa bisa ada di kamar Ustadz. Seingat saya terakhir, saya bertengkar dengan santriwati lain," terang Balqis.
Dahi Ashraf mengernyit lalu duduk di sebelah Balqis. "Bertengkar? Bisa dijelaskan lebih lengkap lagi. Soalnya saya gak mau kalau sampai pertunangan saya dengan Ning Ayra batal," kata Ashraf dengan mantab.
"Tapi, setelah itu saya lupa. Beneran saya lupa kejadiannya, tiba-tiba saja sudah ada di kamar Ustadz Ashraf," papar Balqis akhirnya menyerah untuk mengingat lebih jelas lagi.
"Astaghfirullah, kamu berniat mau menjebak saya hah?" ucap Ashraf dengan lantang.
"Sedari tadi saya menjaga ucapan saya agar tidak keras, tapi kamu semakin mempermainkan saya sepertinya. Maumu sebenarnya apa?" sambung Ashraf kesabarannya mulai habis.
"Tidak ada, saya tidak mau apa-apa. Kalau memang Ustadz menyalahkan seutuhnya kepada saya, baik kalau begitu. Saya akan keluar dari pesantren ini, dan ustadz bisa melanjutkan pertunangan ustadz dengan Ning Ayra," Balqis bangkit menatap ke depan lapangan yang cukup luas.
"Tidak semudah itu. Kamu nyadar gak sih? Kalau sekarang kita ini difitnah. Tolong bantu saya keluar dari fitnah ini," Ashraf ikut berdiri, mencoba tetap membujuk Balqis.
"Saya gak bisa, walaupun berusaha menjelaskan, tetap saya yang dapat jeleknya. Tetap saya yang dituduh menggoda ustadz. Permisi," Balqis lalu meninggalkan Ashraf.
Wajah Ashraf memerah, rahangnya mengeras. Tangannya mencengkram kuat, tatapannya tajam.
"Dasar santri gak tau diri!" umpat Ashraf. Balqis yang masih belum jauh masih bisa mendengar umpatan itu. Namun Balqis tak menghiraukannya, dia tetap berjalan lurus meninggalkan Ashraf seorang diri.
***
"Ayra," panggil Ashraf menjaga jarak.
Semua pengurus santriwati menjauh dari ruangan cukup besar itu. Meninggalkan Ayra dan Ashraf berbicara serius. Tapi dari jarak jauh mereka tetap memantau, karena bagaimanapun kawasan pengurus putri sangatlah terjaga.
"Hm, apa?" jawab Ayra pandangannya kosong. Seolah tak ada kehidupan. Rautnya terlihat kesedihan yang mendalam.
"Bisa bicara?" tanya Ashraf meminta izin.
"Buat apa? Bukankah sudah jelas dan kita sudah tidak bisa bersama. Gara-gara perempuan itu!" bantah Ayra.
Amarah yang masih bergemuruh, Ayra tetap tidak bisa menerima semua keputusan yang ada.
"Dia tidak salah, Ayra. Ini hanya sebuah kesalahpahaman. Kami difitnah," ujar Ashraf. Mencoba menenangkan mantan tunangannya.
"Kamu … Bela perempuan itu? Apa benar kalian sudah sedekat itu? Jawab Ashraf!" Ayra semakin meninggikan suaranya. Rasa bencinya terhadap Balqis semakin besar.
"Tidak Ayra, kamu salah paham. Aku hanya membicarakan yang sebenarnya. Kami hanya dituduh. Kami tidak seperti itu. Aku hanya mencintaimu, Ayra. Tolong percaya padaku."
Ashraf mengiba, tak ingin melepaskan sang pujaan hati. Ingin selalu dan selalu memperjuangkannya, meskipun sudah jelas bahwa pertunangan mereka sudah dibatalkan oleh Kyai Zulkifli.
"Sudah jelas kamu membelanya, wahai Ashraf. Aku membenci kalian berdua. Jangan pernah berharap bahagia setelah ini. Ingat itu!" Ayra meninggalkan Ashraf. Memberi jarak dan menghilang dibalik pintu utama.
Rasanya sudah tidak ada harapan lagi, pertunangan mereka berdua benar-benar batal setelah kejadian tidak mengenakan itu. Kisah cinta antara Ashraf dan Ayra sudah selesai.
"Secepat ini kita selesai Ayra. Maafkan aku, maafkan atas kesalahanku."
***
"Kalian berdua harus menikah, agar kesalahpahaman ini tidak berlanjut." ucap Kyai Zulkifli kepada Ashraf dan Balqis saat mereka berdua dipanggil.
Sore harinya, aktivitas di pesantren Al-fatah berjalan seperti biasa. Para santri melanjutkan belajar kajian kitab di masing-masing kelas.Tidak termasuk bagi Ashraf dan Balqis, mereka berdua dipanggil kembali menghadap Kyai Zulkifli."Maaf Kyai, ini benar-benar salah paham. Dan saya rasa bukan seperti itu jalan penyelesaiannya," Ashraf menolak permintaan Kyai Zulkifli yang menyarankan untuk menikahi Bilqis."Tapi Ustadz Ashraf, masalah ini sudah sampai ke semua santri dan juga wali santri. Pihak pengasuh sudah berunding akan hal ini, dan kesepakatan yang terbaik dari kami seperti itu," Kyai Zulkifli menatap Ashraf dengan serius."Maaf Kyai, bagaimana dengan Ayra?" Ashraf terlihat bingung, dia salah satu santri yang selalu menuruti permintaan Kyai Zulkifli. Untuk itulah dia dijadikan sebagai menantu."Ayra masih belum pantas untuk menjadi pasangan siapapun, ego dia masih besar. Saya harap ustadz Ashraf mau menuruti permintaan saya ini. Jadikan Balqis sebagai pasanganmu," ucap Kyai Zul
"Pernikahan ustadz Ashraf dan Balqis tidak membutuhkan persetujuanmu, Ayra," ungkap Kyai Zulkifli dengan dingin.Ayra terdiam, tak mampu membalas ucapan sang Kyai. Apalagi sekarang semua pengurus sedang berkumpul, rasanya dia tak dapat berkutik."Jadi semuanya harap menerima. Demi ketentraman pesantren Al-fatah. Ustadz Ashraf dan Balqis sudah menyetujui untuk menikah," sambung Kyai Zulkifli.Ayra melirik Balqis dengan sinis, seakan membenci Balqis teramat dalam. Dan juga menatap Ashraf tak suka. Sementara Balqis hanya terdiam, begitupun Ashraf yang tampak dingin seperti biasa.***"Kamu hanya buat malu keluarga, mau ditaruh dimana muka Mama sama papa mu ini, Balqis," ujar Amira- Mama Balqis."Iya, Papa malu banget punya anak seperti kamu. Bukannya jadi santri yang berprestasi malah harus dinikahkan secara tiba-tiba seperti ini," David ikut menimpali ucapan sang istri.Kedua orang tua Balqis hadir di pernikahan Balqis dan Ashraf. Mengucap secara terang-terangan di hadapan Balqis sebel
Malam sudah larut namun Balqis tak dapat memejamkan kedua matanya. Rasa gelisah dan takut selalu saja muncul dimanapun. Balqis merubah posisi menjadi duduk. Sementara Ashraf sudah tertidur lelap di karpet bawah.Namun Ashraf terlihat sangat kedinginan, Balqis lalu memberikan selimut yang dia kenakan untuk menutupi tubuh Ashraf. Lalu dia sendiri tetap membuka matanya sampai dini hari menjelang."Disaat orang lain bersenang-senang dengan pasangan, namun aku merasa sepi dan sendirian. Beginikah nasib orang yang suka membuat onar. Atau memang sudah nasibku dari dulu, tak akan pernah bahagia," lirih Balqis.Derai air mata Balqis membasahi kedua pipinya. Seakan mengeluh terhadap takdir yang tak pernah berpihak padanya."Bukankah aku ini rendahan kata mereka? Tak pernah seorang pun merasakan keberadaanku. Tapi aku masih berharap setelah ini bisa menjadi lebih baik lagi," keluh Balqis.Tangis Balqis semakin pecah, tak seharusnya dia menangisi takdirnya. Tapi dia sudah tidak tahan sedari kema
Saat Ashraf tetap menahan tubuh Balqis, tiba-tiba pintu kamar Ashraf terbuka."Waduh, Maaf ya. Umi kira kenapa, tadi ada yang teriak soalnya. Umi ganggu ya," ucap Risma penuh senyum saat melihat kedua insan itu.Balqis dan Ashraf sama terkejutnya, lalu dengan terburu-buru Balqis bangkit dari Ashraf. Ashraf pun langsung berdiri juga."Tidak seperti yang Umi pikiran kok. Tadi ada tikus, jadi Balqis gak sengaja lompat ke Ustadz Ashraf," kilah Balqis."Loh, emangnya kenapa kalau kalian seperti itu. Kalian kan sudah menikah, hal itu wajar kok. Dan kenapa Balqis masih manggil ustadz ke Ashraf?" tanya penuh selidik Risma.Saking groginya, Balqis lupa panggilannya untuk Ashraf. "Udah, Umi. Balqis masih belum terbiasa. Udah ya umi keluar dulu, kami mau siap-siap," ucap Ashraf memegang pindah Risma ke pintu kamarnya."Iya deh iya, yang gak mau dilihat siapapun ini," kekeh Risma lalu meninggalkan mereka berdua di kamar."Ucapan saya tadi lupain. Itu gak benar," lirih Ashraf mendekati Balqis ta
Kini hujan deras itu sudah berganti rintik. Suasana tenang mulai tergambar saat hujan membasahi seisi bumi.Tapi tidak dengan Ashraf dan Risma yang dilanda kekhawatiran. Karena Balqis tadi tidak sadarkan diri waktu di taman."Kenapa dia bisa pingsan, Ashraf?" tanya Risma dengan serius. Sembari terus menerus menggosok tangan Balqis dengan minyak kayu putih."Dia tadi mandi hujan, Umi," jawab Ashraf dengan cemas. Dia baru selesai berganti baju.Balqis dibaringkan di kamar Ashraf. Wajahnya sangat pucat dan terlihat lemah."Astaghfirullah, umi baru ingat. Dia belum makan seharian, katanya mau nunggu kamu datang. Jangan bilang tadi kamu tidak mengajaknya makan?" ucap Risma dengan panik.Ashraf terkejut mendengar pernyataan sang ibunya. "Kami belum sempat makan," lirih Ashraf.Risma hanya menggeleng dengan kelakuan anaknya. Tapi tetap saja panik dengan keadaan sang menantu.Namun setelah itu terlihat tangan Balqis yang bergerak. Dan juga membuka kedua matanya perlahan."Alhamdulillah, kamu
"Aku juga, kita hanya menunggu waktu. Tolong tunggu aku Ayra," ajak Ashraf sambil berbicara di ponselnya. Balqis yang mendengar semua itu hanya tersenyum kecut. Setelah itu ia merasa kecewa, karena Ashraf melihat dirinya tanpa izin. Setelah cukup lama mereka berbincang, akhirnya Ashraf menutup teleponnya. Balqis hanya mendengarkan saja tanpa ingin menegur. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Ashraf ketika ia berbalik dan Balqis sudah berada di depan pintu kamarnya. “Saya ingin meminta penjelasan kepada Ustadz,” jawab Balqis blak-blakan. Kemarahannya sudah meluap sejak tadi. Namun sebisa mungkin dia tahan. "Tentang?" kata Ashraf. “Saya tidak suka dengan cara ustadz. Ustadz menikahi saya hanya untuk menghilangkan rasa malu, tapi ustadz mengganti baju saya sesuka hati tanpa izin,” kata Balqis lirih. “Tidak ada jalan lain, jadi tenang saja. Aku tidak tergoda dengan tubuhmu,” cibir Ashraf lalu duduk di meja belajarnya. Balqis masuk ke dalam kamar, menguncinya dari dalam. "Ini
Sejak malam kejadian itu, Balqis tak ada obrolan dengan Ashraf. Sudah seminggu lamanya dan Balqis benar-benar menghindari Ashraf.Benar kata orang lain, biasanya orang yang sudah merasa kecewa akan memilih diam. Ketika sudah berat hati untuk menentukan, hanyalah kata menyerah yang ada.Menyerah dengan takdir yang sudah tertulis. Entah takdir Balqis seperti apa, berakhir sedih kah atau sebaliknya."Balqis," sapa Ashraf. Ashraf membuka pembicaraan terlebih dahulu.Mereka sedang berada di mobil Ashraf, dan akan menuju ke pesantren Al Fatah."Hm," jawab Balqis cuek."Perasaan kamu sekarang gimana?" tanya Ashraf sambil melajukan mobilnya secara pelan."Biasa aja," lirih Balqis. Pandangannya lurus ke depan. Sesekali melihat ke luar jendela mobil."Setelah malam itu, kamu masih benci dengan saya?" tanya Ashraf. Dirinya tak fokus menyetir karena sesekali sambil melihat Balqis disebelahnya."Lupakan ustadz. Ustadz sendiri kan yang meminta saya untuk melupakan semua itu. Tolong jangan dibahas l
"Saya tidak mau dan gak akan pernah mengizinkan hal itu terjadi," ucap Balqis lalu melepas pelukan Ashraf dan langsung keluar dari kamar Ashraf.Banyak yang hanya tergoda sesaat lalu meninggalkan. Bukankah pernikahan adalah sebuah perjanjian, untuk selalu bersama dalam keadaan suka dan duka.Balqis mendekati Risma yang sedang memasak. Lalu mendekatinya sembari menghapus air mata yang sedikit luruh."Umi, lagi masak apa?" tanya Balqis.Risma yang sedang mencuci beberapa jenis ikan dan sayur pun menoleh. "Iya nak, ini lagi mau goreng ikan Nila sama buat sayur asam," tukas Risma dengan senyuman hangat."Balqis mau bantu ya Umi," ucap Balqis kegirangan.Benar ya kata orang, bahwa tak semua sifat anak itu turun dari orang tuanya. Buktinya Risma begitu berbanding terbalik dengan Ashraf.Risma yang begitu peduli dan selalu ramah, serta murah senyum. Sementara Ashraf yang dingin dan suka semena-mena terhadap orang lain."Boleh dong, sini buatin mama bumbu buat sayur asam. Sekalian bumbu buat