"Ning Ayra," sapa petugas saat berada di ruang pengurus putri. Ada beberapa ustadzah juga yang tengah istirahat karena sekarang jam istirahat.Ayra terlihat sibuk dengan kegiatannya sendiri. Entah apa yang dia lakukan dengan laptopnya. Namun tak ada sahutan dari dirinya."Bukannya mau ikut campur, tapi kami mau tau kebenarannya," ungkap seorang ustadzah yang lain."Apa? Kalain ganggu saya lagi kerja aja, sibuk ini!" sahut Ayra dengan wajah kesal lalu kembali berkutat dengan laptopnya."Ini Ning, ada info yang menyebar kalau Ning Ayra ini bukan anak kandung Kyai Zulkifli dan Nyai Asma," jawab pengurus putri itu belum melanjutkan ucapannya sudah Ayra potong pembicaraannya."Terus kalian mau apa?" tanya Ayra mematikan laptopnya dan menutupnya cukup keras."Tidak ada Ning, kami hanya ingin mengetahui kebenarannya. Soalnya kalau cuma menerka takutnya jatuh ke fitnah. Soalnya banyak santriwati juga yang penasaran," ucap pengurus itu."Heh, gak usah ikut campur urusan saya. Kalian ini siapa
Ashraf menutup penuh wajahnya dengan kesepuluh jarinya. Gibran dan Fakih sudah tertawa terbahak-bahak. Bahkan Fakih yang sampai guling-guling saking ngakaknya dengan penampilan Ashraf."Jangan ketawa, Mas Ashraf lagi ngabulin ngidamnya Balqis," ungkap Balqis menutup mulutnya. Menyuruh orang lain agar tak tertawa tapi dirinya sendiri tertawa kecil."Ouh, Ashraf lagi cosplay penyanyi rocker genre dangdut ya," ucap Fakih dengan sengaja menekan kata Rocker dan dangdut."Ya sudah teruskan aja, lucu kok," ucap Umi Risma tersenyum samar melihat sang anak sulung yang dingin menjadi hello Kitty saat bersama istrinya."Apa sih," sahut Ashraf duduk di salah satu kursi dengan wajah merah menahan malu.Abi Lukman yang menyadari sang anaknya sangat malu. Abi Lukman hanya diam saja meskipun di dalam hatinya ingin tertawa melihat sang anak yang sangat berbeda sekali."Gak papa Bro, sekali-kali bahagiain istri. Pahala Lo," ucap Fakih menepuk pelan bahu Ashraf dan ikut duduk di sebelah Ashraf."Ini nih
Ashraf keluar kamarnya dengan membawa bantal dan selimut. Hari sudah cukup malam, sementara Abi Lukman dan Umi Risma sudah terlelap dalam tidurnya. Akhirnya Ashraf memilih untuk tidur di ruang tamu. Sebenarnya Ashraf ingin tidur di ruang tengah saja, di depan tv. Namun Ashraf takut nanti orang tuanya berpikir macem-macem ke Balqis. Ya meskipun hal itu nanti malah Ashraf yang akan ditertawakan sekeluarga.Balqis yang sudah mencoba memejamkan mata namun tak bisa. Dia marah dengan sikap Ashraf tadi tapi dia juga tidak tega jika harus menghukum Ashraf untuk tidak tidur di kamarnya. Balqis mencoba bangkit dan duduk di meja belajar. Sepertinya dia harus menulis dulu untuk malam ini agar pikirannya terkuras dan dengan mudahnya nanti dia aka tertidur dengan sendirinya.Balqis mencoba menggerakkan penanya di atas kertas putih. Kata demi kata Balqis tulis dengan hati. Kalimat demi kalimat Balqis rangkai agar menjadi paragraf yang indah. Balqis mencurahkan isi hatinya dan juga tentang suaminya.
"Kalau ada tamu itu diajak ke dalam dulu biasanya. Masa langsung di introgasi di luar rumah," sindir Ridho mengembangkan senyum ke Balqis.Ashraf terdiam dengan muka tajam. Tatapannya begitu menusuk dan nyalang. Ashraf mengepalkan tangannya, sementara Balqis takut melihat reaksi suaminya itu. Ridho hanya tersenyum tanpa rasa takut dengan tatapan Ashraf."Masuk," tukas Ashraf akhirnya. Lalu menggandeng Balqis dan membuka pintu lebar. Balqis menganga karena sikap Ashraf sangat diluar nalar. Membiarkan Ridho memasuki rumahnya dengan bebas. Ridho pun mengikuti langkah suami istri itu."Rumahnya cukup besar ya. Balqis, kamu bahagia gak tinggal disini?" tanya Ridho melihat sekitar tata letak ruang tamu di rumah Ashraf."Maksud kamu apa Ridho?" tanya Balqis bingung. Sebab pertanyaan Ridho yang agak aneh menurut Balqis."Iya aku tanya, kamu bahagia gak tinggal disini bersama Ustadz Ashraf yang dingin dan cuek ini," gumam Ridho menatap Ashraf dan tersenyum ke arah Balqis."Ya bahagialah, kamu
"Ayra," sapa Ashraf saat di toko bunga. Selesai dari pulang mengajar Ashraf sengaja mampir di toko bunga untuk membelikan Balqis. Karena selama menjadi seorang suami Ashraf belum pernah menghadiahkan Balqis apapun."Apa?" tanya Ayra mendongak. Dia sedang sibuk memilih bunga yang terpajang di dalam toko itu."Kamu kan yang ngirim bunga tadi ke saya. Kamu sengaja ya mau buat masalah lagi?" tanya Ashraf."Apaan sih, mana aku tau. Ini aja mau beli bunga sekarang," ucap Ayra mendengkus.Ashraf terus melihat Ayra dengan penuh kecurigaan. Karena bunga tadi yang dia terima sempat menghantui perjalanan dia. Hingga sampai di tengah kota, dia melihat toko bunga. Dan Ashraf pun langsung berniat untuk membelikannya buat Balqis.Ashraf memeilih beberapa jenis bunga. Mulai dari bunga mawar merah, bunga melati, bunga Lily, bunga daisy bahkan sampai bunga tulip. Namun Ashraf tertarik dengan bunga mawar merah. Lalu Ashraf menghampiri penjual bunga di toko itu."Mbak, bunga yang melambangkan cinta yang
"Maksud kamu, siapa yang ketemu Ayra?" tanya Ashraf dengan ekspresi kebingungan. Sebab waktu di toko bunga dia tak melihat keberadaan Balqis. Atau jangan-jangan Ayra yang memberi tahunya."Ini apa?" ucap Balqis sambil menunjukkan sebuah foto di layar ponselnya.Ashraf terkejut saat melihat galeri ponsel Balqis yang menampilkan dirinya dengan Ayra sedang berbincang. "Iya tadi ketemu, itu pun gak sengaja. Ya bahas itulah. Dia selalu nyalahin saya buat pertunangan kami yang batal. Gak bahas yang lain lagi kok," ungkap Ashraf mengedikkan kedua bahunya."Ouh, terus apa lagi?" tanya Balqis dengan raut wajah kesal. Terlihat sekali kecemburuan yang tampak dari wajahnya."Gak ada lagi, Balqis. Cuma bahas itu, dia nuduh saya sudah tau dari dulu soal dia bukan anak kandung kyai Zulkifli. Dia pikir saya ninggalin dia dan menikah denganmu ini direncanakan. Padahal saya juga baru tau tentang dia bukan anak kandung kyai Zulkifli ini," ungkap Ashraf lalu duduk di kasurnya. Dia cukup lelah dengan hari
"Dia sedang hamil dan kamu tadi mencengkram dia dan menariknya dengan kasar. Itu perangai yang kurang baik, maaf saja Ning Ayra. Untuk saat ini saya tidak memandang kamu yang seorang Ning Putri Kyai. Ini masalah keselamatan menantu saya dan juga cucu di dalam perutnya," ucap Umi Risma dengan kata-kata tegas. Saat ini mereka sedang berada di dalam rumah.Ayra duduk di hadapan Umi Risma dan juga Abi Lukman. Sementara Balqis duduk agak jauh dari tempat duduk Ayra. Tangisan Ayra pecah saat Umi Risma mencecar Ayra dengan berbagai ucapan."Saya minta maaf, Umi, Abi," ucap Ayra dengan gugup. Suaranya jelas bergetar."Jangan panggil saya Umi lagi. Sejak saat ini saya sudah hilang respect dengan kamu, tidak pandang bulu siapa kamu dan darimana kamu, Ayra," ungkap Umi Risma dengan tanpa melihat ke arah Ayra. Sementara Abi Lukman mencoba menenangkan sang istri dengan mengelus lengannya pelan."Maaf maaf banget. Saya hanya kesal dengan Balqis yang sudah merebut Ashraf dari saya. Sampai sekarang s
Gibran pun bingung saat sang teman yang paling bar barnya menanyakan jawaban. Ustadz Mahmud hanya menggelengkan kepala."Loh, gimana Andre. Kok kalah sama Gibran yang santri pindahan ini. Harusnya kamu lebih pro dong, dari Gibran," sindir Ustadz Mahmud."Ya gimana ya Ustadz. Saya ini kan santri istimewa. Sebenarnya saya juga sudah pro, cuma ya gak enak lah sama teman lain," ungkap Andre sambil menahan tawa.Semua teman satu kelasnya tertawa mendengar celoteh Andre. Memang benar jika suatu perkumpulan akan ada seseorang yang menjadi tukang buat kelucuan. Sebab tanpa ada yang seperti itu maka terlalu serius juga tak baik."Kamu ini, dasar santri aneh. Ya sudah Gibran kamu sebutin macam-macam hadits Ahad," pinta Ustadz Mahmud."Baik Ustadz, macam-macam hadits Ahad itu iala Hadits Masyhur yang dimana perawinya ada tiga yang meriwayatkan hadits. Kemudian hadits Aziz yang perawinya ada dua dan hadits Garib yang hanya ada satu perawi saja," jawab Gibran dengan sangat lancar."Nah, bagus ini
Setelah empat tahun semenjak kelahiran ketiga anak kembar Balqis dan Ashraf. Akhirnya Ashraf mampu membuat pesantren sendiri. Bermodalkan dari usahanya yang sukses semakin berkembang besar dan jerih payahnya atas dakwahnya yang berhasil membuat banyak orang mengenalnya. Dari sanalah, Ashraf membangun relasi yang banyak dan kuat. Pesantren Al Muhajirin yang bertepatan di kota Semarang. Pesantren yang masih memiliki beberapa ratus santri. Karena memang baru berdiri sekitar dua tahunan. Merupakan pencapaian terbesar untuk Ashraf dan Balqis.“Kyai Ashraf, tamunya sudah datang. Beliau sedang menunggu di Masjid,” ucap seorang pengurus putra menemui Ashraf di ruang khusus tempat Ashraf beribadah.“Setelah ini saya kesana,” kata Ashraf menyudahi dzikirnya. Lalu segera menuju ke rumah yang berada di ujung pertengahan antara asrama putra dan asrama putri.“Humairah,” panggil Ashraf memasuki kamarnya. Pandangan pertama yang dilihat ialah ketiga putranya yang sedang belajar menulis bahasa arab d
Satu tahun kemudian, Gibran lulus madrasah Aliyah dan dia berhasil mendaftar kuliah di universitas luar negeri. Yaitu Universitas Cairo, Mesir. Dengan mengambil jurusan Tafsir Hadits. Perasaan terharu oleh kelas sebelas PK A. Saat ini mereka sedang merayakan kelulusannya di asrama putra. Setelah acara resmi kelulusan mereka oleh pesantren Al Fatah.“Bye bro, setelah ini kamu akan merindukan aku,” kata Andre dengan menyalami satu per satu temannya. Semuanya pun tertawa ngakak karena ekspresi Andre yang hampir mau menangis.“Sampai bertemu di waktu lain, bro,” ucap Gibran pada Andre sambil menepuk bahu Andre berkali-kali.“Siap bro, kamu semoga sukses ya,” kata Andre pada Gibran. Mereka semua melakukan pelukan persahabatan. Acara sederhana di kantin asrama putra itu. Mereka makan bersama sambil merencanakan rencana yang akan mereka lakukan setelah lulus. Lalu Ashraf datang bersama dengan Fakih. Sudah agak lama Ashraf tak berkunjung ke Al Fatah. Paling hanya kalau mau ketemu Gibran atau
Ashraf membawa Balqis di suatu tempat tak jauh dari gang komplek rumahnya. Mereka berdua pergi dengan menggunakan motor. Terlihat begitu mesra saat Balqis memeluk Ashraf dari belakang. Ashraf pun terlihat memperlakukan Balqis dengan sebaik mungkin. Memasangkan helm dan juga membantu Balqis naik dan turun dari motor.Setelah sampai di gedung yang tak seberapa besar itu. Mereka pun sama-sama turun. Memasuki gedung itu sambil bergandengan tangan. Tak ada yang berniat untuk melepas gandengan tangan keduanya. Disana mereka sudah disambut dengan beberapa orang. Ada Fakih dan Bagas dan beberapa ibu-ibu yang memakai baju yang seragam warnanya. Mereka semua tersenyum menyambut kedatangan Ashraf dan Balqis.Lalu mereka berkumpul di satu ruangan yang sama. Ada beberapa bapak-bapak yang juga cukup berumur.“Hari ini adalah pembukaan untuk bisnis kuliner kering, ini Ashraf selamu owner. Semoga bisnis kita lancar,” ucap Fakih membuka pembicaraan. Semuanya tampak memperhatikan dengan baik setiap pes
Ayra memutuskan untuk mempunyai hobi baru dan memilih untuk hidup lebih mandiri lagi. Semenjak hari itu Ayra benar-benar memikirkan nasibnya lagi. Mencoba untuk melupakan semua kenangannya dengan Ashraf. Bahkan semua hal tentang Ashraf, Ayra sudah buang jauh-jauh. Seperti hari ini Atra memilih untuk ke pentas seni lukisan di sekitar Jakarta Timur. Sebab Ayra memang punya hobby yang pernah dia tekuni yaitu suka melukis.Tampilan beberapa seni lukis yang di pajang di lorong-lorong menuju ruangan bazar seni lukis itu. Ada banyak tampilan lukisan dari berbagai penulis besar. Banyak orang yang hadir termasuk para penikmat lukis dan juga beberapa orang yang ingin belajar khusus di seni lukis.“Ning Ayra,” sapa seorang laki-laki dengan pakaian khas santri. Para santri Al Fatah memang se konsisten itu tentang pakaian ke santriannya. Baik itu masih menjadi santri maupun sudah menjadi alumni santri.Ayra menoleh dan melihat laki-laki itu dengan cermat. Namun Ayra sedikit lupa laki-laki itu siap
Balqis menepuk-nepuk punggung putranya dengan bergantian. Sebab salah satu menangis maka keduanya juga ikut menangis. Karena mereka sedang tertidur jadi bangun karena salah satunya ramai karena menangis.“Cup cup cup, ayo anak ibu, diemnya jagoan. Ibu lagi sendirian soalnya, ayah lagi ada urusan. Ayo mana anak Sholeh kok cengeng sih, ayo diam, kalian kenapa sih nak? Mas Ashraf, angkat dong,” ucap Balqis seorang diri sambil menenangkan ketiga buah hatinya. Dan juga sambil berusaha menghubungi Ashraf. Karena panggilannya tak diangkat sudah beberapa kali.Lalu Ashraf tiba-tiba masuk ke kamar dengan terburu-buru dan langsung menggendong satu per satu putranya. “ Maaf Humairah, tadi hpnya ke silent, jadi ga kedengaran waktu kamu nelfon. Maaf ya anak-anak ayah, ayah telat datengnya. Sekarang tenang ya, kasian ibu kamu pasti capek,” kata Ashraf sambil menggendong anaknya. Satu per satu dan sampai mereka semuanya tenang. Baru Ashraf taruh kembali ke ranjang tempat tidurnya.“Gak apa-apa kok M
Balqis memberikan asi pada ketiga putranya. Dengan sangat pelan dan bergantian, putranya pun terlihat sangat menikmati. “Mas, liat anak-anak kita, dia semakin gembul ya,” ujar Balqis menunjukan salah satu putranya pada Ashraf yang sedang berkutat dengan laptopnya.“Iya Humairah, mirip kamu ya kalau gembul gini,” kata Ashraf sambil menoel-noel pipi putra-putranya. Anak pertama dipanggil Adam anak kedua dipanggil Idris dan anak ketiga dipanggil Ibrohim. Semua itu nama-nama yang diberikan oleh Ashraf. Karena memang dari jauh-jauh hari mereka mempersiapkannya. Ashraf sangat senang dengan pemberian nama itu kepada ketiga putranya. Sebab dia tak menyangka kalau akan dikarunia langsung tiga putra yang sangat menggemaskan. Sementara Balqis memang menyerahkan nama-nama untuk anaknya kepada sang suami.“Humairah, saya izin mau bertemu dengan teman saya. Mau bahas seputar bisnis, boleh?” tanya Ashraf meminta izin untuk pergi keluar.Balqis meletakkan bayinya di ranjangnya. “Iya Mas, hati-hati y
Abi Lukman tertawa melihat Ashraf yang sangat antusias saat pembahasan tentang pembuatan pesantren. “Raf, sebegitunya pengen buat pesantren? Tapi kan anak-anakmu masih sangat kecil, kamu juga masih terlalu muda. Apa kamu sanggup untuk menanggung semua itu?” tanya Abi Lukman.Ashraf menggaruk kepalanya, sedikit tak yakin dengan keinginannya sendiri untuk langsung membangun pesantren. “Ashraf pengen, Abi, tapi Ashraf belum tau apa sanggup untuk melakukan semuanya itu. Menurut abi, Ashraf harus gimana?” ucap Ashraf tak mampu menentukan pilihannya sendiri.“Begini nak, kamu cari pekerjaan dulu, cari pekerjaan yang sesuai yang sekiranya tak menganggu waktu, sebab anak kamu masih kecil. Sebenarnya yang kata Abi itu bisa buat pesantrennya, itu mau Abi bantu modal. Tapi kan kamu pasti gak mau buat dibantu secara permodalan, ya sudah kamu usaha dulu, anak-anakmu masih kecil dan butuh biaya yang cukup besar. Butuh nutrisi dan perawatan yang bagus,” kata Abi Lukman.Ashraf mengangguk setuju. “Ba
Abi Lukman meminta keamanan untuk memisahkan Fakih dengan Dzaki yang belum juga menyelesaikan perdebatannya. Keduanya dipisah dan dijauhkan. Lalu keadaan kembali normal. Meskipun beberapa orang masih menyinggung ucapan tadi. Namun Ashraf dan Balqis tetap bersikap tenang. Tak ingin keadaan semakin kacau.“Urusan kita belum selesai, tunggu pembalasanku,” ucap Dzaki di luar halaman sedang bersama Fakih. Mereka berdua tetap berdebat di luar halaman rumah Ashraf.“Ouhh, ngancem ceritanya nih, ya jangan nyesel aja kalau nanti kalah sendiri. Tapi ingat ya, Dzaki, kamu gak berhak ikut campur urusan Ashraf, awas saja kalau sampai seperti tadi. Akan ku buat kamu menyesal seumur hidup!” ancam Fakih karena kesabarannya sudah habis.Dzaki tak menjawab, amarahnya juga sama memuncak. Lalu Ashraf datang seorang diri menghampiri Dzaki dan Fakih yang belum selesai juga. “Ustadz Dzaki, jangan berbuat seperti itu lagi. Saya tau maksud anda, anda iri dengki kan sama saya, tapi itu kan sudah hal masa lalu
Ashraf tersadar dari tidurnya karena benturan tadi cukup keras. Ashraf berdiri dan merasakan nyeri di lengan dan dengkulnya sendiri. “Astaghfirullah, kenapa bisa jatuh, aduh, luka nih,” keluh Ashraf sambil mengusap lengannya.“Kasian, xixixi,” sindir dari seorang perempuan yang duduk di atas tempat dirinya dirawat.Ashraf menoleh pada suara itu. Ashraf langsung berdiri dan matanya sampai melotot tajam. Ashraf seperti tak percaya melihat perempuan di depannya itu. Pemandangan yang sangat ingin Ashraf lihat.“Ini pasti mimpi,” ucap Ashraf mengucek kedua matanya. Sambil lalu tak memperhatikan kehadiran perempuan itu.“Mas Ashraf, sakit ya?” tanya perempuan itu sambil memberikan ASI-nya pada salah satu bayi mungil.“Ya Allah. Hamba memang belum ikhlas, tapi kenapa ini sangat nyata,” ucap Ashraf memijit pelipisnya sambil mondar mandir tak mau melihat perempuan itu.“Mas, ada apa sih? Gak kangen gitu sama aku, ini loh, anaknya lagi minum asi. Lucu kan?” ucap perempuan itu masih sambil terse