"Maksud kamu, siapa yang ketemu Ayra?" tanya Ashraf dengan ekspresi kebingungan. Sebab waktu di toko bunga dia tak melihat keberadaan Balqis. Atau jangan-jangan Ayra yang memberi tahunya."Ini apa?" ucap Balqis sambil menunjukkan sebuah foto di layar ponselnya.Ashraf terkejut saat melihat galeri ponsel Balqis yang menampilkan dirinya dengan Ayra sedang berbincang. "Iya tadi ketemu, itu pun gak sengaja. Ya bahas itulah. Dia selalu nyalahin saya buat pertunangan kami yang batal. Gak bahas yang lain lagi kok," ungkap Ashraf mengedikkan kedua bahunya."Ouh, terus apa lagi?" tanya Balqis dengan raut wajah kesal. Terlihat sekali kecemburuan yang tampak dari wajahnya."Gak ada lagi, Balqis. Cuma bahas itu, dia nuduh saya sudah tau dari dulu soal dia bukan anak kandung kyai Zulkifli. Dia pikir saya ninggalin dia dan menikah denganmu ini direncanakan. Padahal saya juga baru tau tentang dia bukan anak kandung kyai Zulkifli ini," ungkap Ashraf lalu duduk di kasurnya. Dia cukup lelah dengan hari
"Dia sedang hamil dan kamu tadi mencengkram dia dan menariknya dengan kasar. Itu perangai yang kurang baik, maaf saja Ning Ayra. Untuk saat ini saya tidak memandang kamu yang seorang Ning Putri Kyai. Ini masalah keselamatan menantu saya dan juga cucu di dalam perutnya," ucap Umi Risma dengan kata-kata tegas. Saat ini mereka sedang berada di dalam rumah.Ayra duduk di hadapan Umi Risma dan juga Abi Lukman. Sementara Balqis duduk agak jauh dari tempat duduk Ayra. Tangisan Ayra pecah saat Umi Risma mencecar Ayra dengan berbagai ucapan."Saya minta maaf, Umi, Abi," ucap Ayra dengan gugup. Suaranya jelas bergetar."Jangan panggil saya Umi lagi. Sejak saat ini saya sudah hilang respect dengan kamu, tidak pandang bulu siapa kamu dan darimana kamu, Ayra," ungkap Umi Risma dengan tanpa melihat ke arah Ayra. Sementara Abi Lukman mencoba menenangkan sang istri dengan mengelus lengannya pelan."Maaf maaf banget. Saya hanya kesal dengan Balqis yang sudah merebut Ashraf dari saya. Sampai sekarang s
Gibran pun bingung saat sang teman yang paling bar barnya menanyakan jawaban. Ustadz Mahmud hanya menggelengkan kepala."Loh, gimana Andre. Kok kalah sama Gibran yang santri pindahan ini. Harusnya kamu lebih pro dong, dari Gibran," sindir Ustadz Mahmud."Ya gimana ya Ustadz. Saya ini kan santri istimewa. Sebenarnya saya juga sudah pro, cuma ya gak enak lah sama teman lain," ungkap Andre sambil menahan tawa.Semua teman satu kelasnya tertawa mendengar celoteh Andre. Memang benar jika suatu perkumpulan akan ada seseorang yang menjadi tukang buat kelucuan. Sebab tanpa ada yang seperti itu maka terlalu serius juga tak baik."Kamu ini, dasar santri aneh. Ya sudah Gibran kamu sebutin macam-macam hadits Ahad," pinta Ustadz Mahmud."Baik Ustadz, macam-macam hadits Ahad itu iala Hadits Masyhur yang dimana perawinya ada tiga yang meriwayatkan hadits. Kemudian hadits Aziz yang perawinya ada dua dan hadits Garib yang hanya ada satu perawi saja," jawab Gibran dengan sangat lancar."Nah, bagus ini
"Memangnya buat apa kitab Fathul Idzar?" tanya Ashraf penasaran dengan istrinya yang kembali ngidam aneh-aneh.Balqis tersenyum getir. Lalu menggigit jarinya."Ya mau buat baca-baca aja Mas,"ungkap Balqis menahan tawanya yang mau pecah."Saya jadi curiga, jangan-jangan kamu merencanakan sesuatu ya!" tebak Ashraf memeluk erat istri kesayangannya itu."Nggak kok," sahut Balqis menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya."Ih, nakal kamu ya!" ucap Ashraf lalu menggelitiki Balqis dengan brutal. Ashraf terus menerus menggelitiki Balqis meskipun Balqis sudah menyerah. Bahkan Ashraf sesekali mengecup sang istri yang sudah kewalahan dengan tingkah suaminya."Udah Mas udah, aku capek," ungkap Balqis dengan nafas memburu. Hal sederhana namun sangat berharga untuk kedua pasangan. Melakukan kegiatan seperti yang Ashraf lakukan mampu membuat hubungan pernikahan terjalin dengan baik."Suruh siapa dah belajar nakal. Nanti tak beliin kitab Fathul Idzar deh, biar makin jago waktu di ranjangnya!" se
"Lagi apa kalian disini?" tanya Gus Rohman dengan nada dingin.Sementara Ayra terlihat santai saat mengetahui yang tiba-tiba muncul adalah kakak tak sedarahnya."Kita lagi bahas tentang Ujian Akhir Semester, Gus," sahut Ridho berusaha untuk menutupi."Jangan bohong kalian. Saya tidak akan mengurusi urusan kalian," ungkap Gus Rohman terlihat biasa saja.Ayra tersenyum samar dan hanya diam namun setelah itu Ayra ikut berbicara. "Kami ada urusan berdua dan ini bukan urusan Gus Rohman," ucap Ayra tersenyum tipis.Gus Rohman mengangguk dan lalu segera pergi dari kawasan pembatas itu. Ridho terkejut dengan Gus Rohman yang tidak kepo dengan urusan mereka."Loh, Ning Ayra. Gus Rohman kok biasa aja liat kita berdua disini?" tanya Ridho penasaran sambil menggaruk kepalanya bingung."Ya dia emang gitu. Gak mau urus urusan orang, dia gak peduli. Tenang aja Ridho, rencana kita tetap aman dan akan berjalan lancar," ujar Ayra penuh percaya diri. Ridho tersenyum bangga. Dengan keputusannya bekerja s
"Mas kenapa?" tanya Balqis saat melihat Ashraf melamun sedari tadi sejak datang mengajar."Gak kenapa-kenapa kok, kamu sudah makan?" tanya Ashraf langsung mengubah topik.Namun Balqis masih penasaran karena sang suami yang terlihat tak seperti biasanya. Balqis semakin mendekati Ashraf yang seperti terus menerus diam."Cerita dong Mas, Mas loh jarang cerita. Malah aku yang banyak cerita selama ini. Mas mungkin ada masalah di pesantren atau masalah dengan teman. Bisa kok cerita sama aku, biar aku ada fungsinya sebagai istri gitu Mas," ucap Balqis menatap serius ke Ashraf sambil memegang dagunya.Ashraf malah tertawa kecil mendengar penuturan Balqis yang terlihat lucu baginya. "Apa sih, kayaknya gak gitu deh konsepnya," lontar Ashraf berpikir sejenak."Ya pokoknya gitu lah, mangkanya cerita biar istrimu ini gak kepo," gerutu Balqis memaksa Ashraf untuk bercerita. Namun Ashraf malah memeluk Balqis dari samping."Belum ada yang mau diceritakan sayang, jadi temenin Mas aja ya. Sini tak pelu
"Eeeh, Balqis? kami gak ngapa-ngapain kok. Tadi cuma ada ada urusan sebentar masalah santri, sama Ustadz Ashraf," jawab Anggi dengan ambigu lalu menghapus air matanya yang sempat luruh dengan cepat."Iya Mas?" tanya Balqis meminta kebenaran dari Ashraf."Saya pusing, saya ke dalam dulu ya," ucap Ashraf memegang kepalanya sedikit mengeluh."Kamu percaya kan?" tanya Anggi mencoba membuat Balqis percaya."Iya Anggi, aku percaya kok. Gak mungkin kamu nikung aku kan? kamu kan sahabat terbaikku selamanya," ungkap Balqis tersenyum lalu memeluk Anggi.Anggi mencoba meresapi perkataan Balqis dengan seksama. Bagaimana seorang sahabat yang telah dipercaya untuk menjadi sahabat terbaiknya dan tak akan mengambil gak sahabat lainnya. Namun Anggi segera tak menggubris rasa bersalahnya telah berbicara secara diam-diam dengan Ashraf. Atau mungkin masih mempunyai rasa terpendam kepada Ustadz dingin itu."Iyalah, kita sahabat kok," kata Anggi mencoba mencairkan suasananya sendiri."Ya sudah, ayo ke dala
"Gimana ceritanya Ustadz Ashraf?" tanya Kyai Zulkifli saat ditemui oleh Gus Rohman dan Ashraf."Uang itu ada di tas saya kyai, saya taruh di dalam laci dan saya kunci. Tapi tiba-tiba tadi uangnya tinggal tiga juta," ucap Ashraf menunduk merasa bersalah atas tindakannya yang kurang dalam menyimpan uang itu."Apa iya di pesantren ada yang mengambil, tapi siapa? Bisa dilihat di cctv terlebih dahulu, Rohman," ujar Kyai Zulkifli menimang sambil berpikir keras."Tapi Abah, rekaman cctv nya terputus sebelum uang itu hilang," ucap Gus Rohman setelah menyuruh petugas keamanan untuk memeriksa rekaman cctv."Astaghfirullah, bagaimana ini? Kenapa kejadian seperti ini harus menimpa kita. Itu uang pusat yang diserahkan dan diamanahkan untuk pesantren Al-fatah," ucap Kyai Zulkifli khawatir. memikirkan besarnya uang tujuh belas juta juta yang hilang tiba-tiba."Maaf atas keteledoran saya kyai. Saya akan tetap tanggung jawab untuk masalah ini," ucap Ashraf dengan mantab. Meskipun bukan pelaku namun Ash