"Lagi apa kalian disini?" tanya Gus Rohman dengan nada dingin.Sementara Ayra terlihat santai saat mengetahui yang tiba-tiba muncul adalah kakak tak sedarahnya."Kita lagi bahas tentang Ujian Akhir Semester, Gus," sahut Ridho berusaha untuk menutupi."Jangan bohong kalian. Saya tidak akan mengurusi urusan kalian," ungkap Gus Rohman terlihat biasa saja.Ayra tersenyum samar dan hanya diam namun setelah itu Ayra ikut berbicara. "Kami ada urusan berdua dan ini bukan urusan Gus Rohman," ucap Ayra tersenyum tipis.Gus Rohman mengangguk dan lalu segera pergi dari kawasan pembatas itu. Ridho terkejut dengan Gus Rohman yang tidak kepo dengan urusan mereka."Loh, Ning Ayra. Gus Rohman kok biasa aja liat kita berdua disini?" tanya Ridho penasaran sambil menggaruk kepalanya bingung."Ya dia emang gitu. Gak mau urus urusan orang, dia gak peduli. Tenang aja Ridho, rencana kita tetap aman dan akan berjalan lancar," ujar Ayra penuh percaya diri. Ridho tersenyum bangga. Dengan keputusannya bekerja s
"Mas kenapa?" tanya Balqis saat melihat Ashraf melamun sedari tadi sejak datang mengajar."Gak kenapa-kenapa kok, kamu sudah makan?" tanya Ashraf langsung mengubah topik.Namun Balqis masih penasaran karena sang suami yang terlihat tak seperti biasanya. Balqis semakin mendekati Ashraf yang seperti terus menerus diam."Cerita dong Mas, Mas loh jarang cerita. Malah aku yang banyak cerita selama ini. Mas mungkin ada masalah di pesantren atau masalah dengan teman. Bisa kok cerita sama aku, biar aku ada fungsinya sebagai istri gitu Mas," ucap Balqis menatap serius ke Ashraf sambil memegang dagunya.Ashraf malah tertawa kecil mendengar penuturan Balqis yang terlihat lucu baginya. "Apa sih, kayaknya gak gitu deh konsepnya," lontar Ashraf berpikir sejenak."Ya pokoknya gitu lah, mangkanya cerita biar istrimu ini gak kepo," gerutu Balqis memaksa Ashraf untuk bercerita. Namun Ashraf malah memeluk Balqis dari samping."Belum ada yang mau diceritakan sayang, jadi temenin Mas aja ya. Sini tak pelu
"Eeeh, Balqis? kami gak ngapa-ngapain kok. Tadi cuma ada ada urusan sebentar masalah santri, sama Ustadz Ashraf," jawab Anggi dengan ambigu lalu menghapus air matanya yang sempat luruh dengan cepat."Iya Mas?" tanya Balqis meminta kebenaran dari Ashraf."Saya pusing, saya ke dalam dulu ya," ucap Ashraf memegang kepalanya sedikit mengeluh."Kamu percaya kan?" tanya Anggi mencoba membuat Balqis percaya."Iya Anggi, aku percaya kok. Gak mungkin kamu nikung aku kan? kamu kan sahabat terbaikku selamanya," ungkap Balqis tersenyum lalu memeluk Anggi.Anggi mencoba meresapi perkataan Balqis dengan seksama. Bagaimana seorang sahabat yang telah dipercaya untuk menjadi sahabat terbaiknya dan tak akan mengambil gak sahabat lainnya. Namun Anggi segera tak menggubris rasa bersalahnya telah berbicara secara diam-diam dengan Ashraf. Atau mungkin masih mempunyai rasa terpendam kepada Ustadz dingin itu."Iyalah, kita sahabat kok," kata Anggi mencoba mencairkan suasananya sendiri."Ya sudah, ayo ke dala
"Gimana ceritanya Ustadz Ashraf?" tanya Kyai Zulkifli saat ditemui oleh Gus Rohman dan Ashraf."Uang itu ada di tas saya kyai, saya taruh di dalam laci dan saya kunci. Tapi tiba-tiba tadi uangnya tinggal tiga juta," ucap Ashraf menunduk merasa bersalah atas tindakannya yang kurang dalam menyimpan uang itu."Apa iya di pesantren ada yang mengambil, tapi siapa? Bisa dilihat di cctv terlebih dahulu, Rohman," ujar Kyai Zulkifli menimang sambil berpikir keras."Tapi Abah, rekaman cctv nya terputus sebelum uang itu hilang," ucap Gus Rohman setelah menyuruh petugas keamanan untuk memeriksa rekaman cctv."Astaghfirullah, bagaimana ini? Kenapa kejadian seperti ini harus menimpa kita. Itu uang pusat yang diserahkan dan diamanahkan untuk pesantren Al-fatah," ucap Kyai Zulkifli khawatir. memikirkan besarnya uang tujuh belas juta juta yang hilang tiba-tiba."Maaf atas keteledoran saya kyai. Saya akan tetap tanggung jawab untuk masalah ini," ucap Ashraf dengan mantab. Meskipun bukan pelaku namun Ash
"Saya gak mau, lebih baik kamu pergi dari ruangan saya. Saya lagi kacau, Anggi!" ucap Ashraf dengan kalimat meninggi."Ih, Ustadz Ashraf jangan marah-marah gitu. Aku takut," ungkap Anggi dengan wajah memelas."Kamu Ustadzah baru itu kan?" tanya Fakih dengan penuh penasaran menunjuk Anggi."Iya Ustadz Fakih, saya Anggi. Dulu sempat jadi santri disini, cuma beberapa tahun lalu pindah ke Cairo," jawab Anggi penuh bangga."Ouh, yang fanatik sama Ashraf toh. Lulusan Madrasah Cairo kok malah ganjen sama suami orang?" sindir Fakih dengan skakmat.Anggi terkejut dengan ucapan Fakih. Lalu sedikit merasa tidak enak. "Iya tadi gak beneran kok, Ustadz. Maaf ya saya permisi dulu," gumam Anggi dengan tak enak lalu segera meninggalkan kedua Ustadz senior itu."Nah kan, langsung pergi. Kalau masih ganggu digituin aja kek barusan, Raf," ucap Fakih tertawaan."Gak kira mempan kalau aku yang ngomong," ucap Ashraf."Waduh, yang fanatik sama kamu banyak ya! Jadi ngeri," ucap Fakih ketakutan. Ashraf hanya
"Alhamdulillah, berkat bantuan kamu, Mas bisa ganti rugi kehilangan uang itu," ucap Ashraf tersenyum bangga lalu memeluk istrinya erat-erat."Sudah tugasku untuk membantumu, Mas," ungkap Balqis mengelus bahu sang suami. Ashraf cukup lama bersandar dibahu Balqis. Sekedar untuk merasakan ketenangan yang diberikan oleh istrinya."Mau gak, liburan semester nanti kita jalan-jalan. Gak jauh sih, tapi ya cukuplah buat cari hiburan. Mumpung lagi liburan," ajak Ashraf lalu menyudahi aksi bersenderan di bahu sang istri."Mau, ayo Mas. Memangnya mau kemana?" tanya Balqis sangat excited."Ke pulau kapuk, ayo Sayang," ajak Ashraf menarik tangan Balqis."Ih, Mas Ashraf. Masih belum malam-malam banget ini, aduh," ucap Balqis setengah berteriak. Untung saja tak ada Umi Risma dan Abi Lukman. Mereka belum datang.Kedua insan itu pun saling bercanda ria dan tertawa bersama. Menikmati waktu luang meskipun baru saja kena masalah. Namun Ashraf sebisa mungkin menghibur sang istri yang tengah hamil anak pert
"Iya," sahut Fakih terlihat tak peduli dengan keterkejutan Anggi."Kok kesini, siapa yang ngajak!" tanya Anggi dengan raut tak suka."Ashraf," sahut Fakih. Ashraf hanya diam dan semakin lengket dengan Balqis. Anggi sudah sebal dengan sikap Ashraf yang sengaja menunjukkan keromantisannya di depan dirinya dan sekarang malah menambah orang lain dalam perjalanan mereka."Ustadz Ashraf kok gak bilang dulu sih," gerutu Anggi melipat tangannya di dada seolah mengambek."Ya terserah saya, siapa tau nanti Fakih bisa nemenin kamu. Jadi kamu gak jadi nyamuk saat dengan saya dan Balqis," gumam Ashraf menahan tawa saat melihat Fakih yang semakin cuek dan kesal.Anggi semakin cemberut mendengar alasan Ashraf. Begitupun Fakih yang juga cuek bebek. "Balqis apa kabar?" tanya Fakih lalu menampilkan senyuman tipisnya."Alhamdulillah baik, Ustadz Fakih sendiri apa kabar?" sahut Balqis menatap Fakih sekilas. Lalu kembali mendudukkan pandangan. Semenjak menikah Balqis berusaha sebaik mungkin untuk setara d
Anggi bingung dengan pertanyaan Balqis. Dia baru menyadari kalau ucapannya tentang masa lalu akan menjadi pertanyaan besar bagi yang tidak mengetahuinya. Ashraf dan Fakih juga saling melirik, bingung harus menjawab apa."Ouh, itu biasalah dulu kan temen-temen sering jadiin Ustadz Ashraf dari bagian halu mereka. Jadi dulu ada yang nyebut Ustadz Ashraf itu jadi bintang," ucap Anggi agak kikuk."Ouhh, iya-iya. Terus Mas Ashraf sering makan masakan kamu?" ulang Balqis dari pernyataan Anggi barusan."Ya bukan cuma Ustadz Ashraf, ada Ustadz Fakih, Ustadz Ridho bahkan Ustadz Mahmud juga sering. Kan kamu tau kalau Papa aku kenal semua sama Ustadz di pesantren," jawab Anggi tersenyum samar."Iya juga sih, ya sudah ayo kita pulang, Mas," ucap Balqis tanpa kenaruh curiga. Anggi pun bernafas lega dengan penuturan Balqis."Ayo," jawab Ashraf lalu segera menggandeng lengan Balqis. Keduanya pun berjalan menuju ke mobilnya. Sementara Anggi dan Fakih masih terdiam menyaksikan kepergian dari kedua pasa