"Saya gak mau, lebih baik kamu pergi dari ruangan saya. Saya lagi kacau, Anggi!" ucap Ashraf dengan kalimat meninggi."Ih, Ustadz Ashraf jangan marah-marah gitu. Aku takut," ungkap Anggi dengan wajah memelas."Kamu Ustadzah baru itu kan?" tanya Fakih dengan penuh penasaran menunjuk Anggi."Iya Ustadz Fakih, saya Anggi. Dulu sempat jadi santri disini, cuma beberapa tahun lalu pindah ke Cairo," jawab Anggi penuh bangga."Ouh, yang fanatik sama Ashraf toh. Lulusan Madrasah Cairo kok malah ganjen sama suami orang?" sindir Fakih dengan skakmat.Anggi terkejut dengan ucapan Fakih. Lalu sedikit merasa tidak enak. "Iya tadi gak beneran kok, Ustadz. Maaf ya saya permisi dulu," gumam Anggi dengan tak enak lalu segera meninggalkan kedua Ustadz senior itu."Nah kan, langsung pergi. Kalau masih ganggu digituin aja kek barusan, Raf," ucap Fakih tertawaan."Gak kira mempan kalau aku yang ngomong," ucap Ashraf."Waduh, yang fanatik sama kamu banyak ya! Jadi ngeri," ucap Fakih ketakutan. Ashraf hanya
"Alhamdulillah, berkat bantuan kamu, Mas bisa ganti rugi kehilangan uang itu," ucap Ashraf tersenyum bangga lalu memeluk istrinya erat-erat."Sudah tugasku untuk membantumu, Mas," ungkap Balqis mengelus bahu sang suami. Ashraf cukup lama bersandar dibahu Balqis. Sekedar untuk merasakan ketenangan yang diberikan oleh istrinya."Mau gak, liburan semester nanti kita jalan-jalan. Gak jauh sih, tapi ya cukuplah buat cari hiburan. Mumpung lagi liburan," ajak Ashraf lalu menyudahi aksi bersenderan di bahu sang istri."Mau, ayo Mas. Memangnya mau kemana?" tanya Balqis sangat excited."Ke pulau kapuk, ayo Sayang," ajak Ashraf menarik tangan Balqis."Ih, Mas Ashraf. Masih belum malam-malam banget ini, aduh," ucap Balqis setengah berteriak. Untung saja tak ada Umi Risma dan Abi Lukman. Mereka belum datang.Kedua insan itu pun saling bercanda ria dan tertawa bersama. Menikmati waktu luang meskipun baru saja kena masalah. Namun Ashraf sebisa mungkin menghibur sang istri yang tengah hamil anak pert
"Iya," sahut Fakih terlihat tak peduli dengan keterkejutan Anggi."Kok kesini, siapa yang ngajak!" tanya Anggi dengan raut tak suka."Ashraf," sahut Fakih. Ashraf hanya diam dan semakin lengket dengan Balqis. Anggi sudah sebal dengan sikap Ashraf yang sengaja menunjukkan keromantisannya di depan dirinya dan sekarang malah menambah orang lain dalam perjalanan mereka."Ustadz Ashraf kok gak bilang dulu sih," gerutu Anggi melipat tangannya di dada seolah mengambek."Ya terserah saya, siapa tau nanti Fakih bisa nemenin kamu. Jadi kamu gak jadi nyamuk saat dengan saya dan Balqis," gumam Ashraf menahan tawa saat melihat Fakih yang semakin cuek dan kesal.Anggi semakin cemberut mendengar alasan Ashraf. Begitupun Fakih yang juga cuek bebek. "Balqis apa kabar?" tanya Fakih lalu menampilkan senyuman tipisnya."Alhamdulillah baik, Ustadz Fakih sendiri apa kabar?" sahut Balqis menatap Fakih sekilas. Lalu kembali mendudukkan pandangan. Semenjak menikah Balqis berusaha sebaik mungkin untuk setara d
Anggi bingung dengan pertanyaan Balqis. Dia baru menyadari kalau ucapannya tentang masa lalu akan menjadi pertanyaan besar bagi yang tidak mengetahuinya. Ashraf dan Fakih juga saling melirik, bingung harus menjawab apa."Ouh, itu biasalah dulu kan temen-temen sering jadiin Ustadz Ashraf dari bagian halu mereka. Jadi dulu ada yang nyebut Ustadz Ashraf itu jadi bintang," ucap Anggi agak kikuk."Ouhh, iya-iya. Terus Mas Ashraf sering makan masakan kamu?" ulang Balqis dari pernyataan Anggi barusan."Ya bukan cuma Ustadz Ashraf, ada Ustadz Fakih, Ustadz Ridho bahkan Ustadz Mahmud juga sering. Kan kamu tau kalau Papa aku kenal semua sama Ustadz di pesantren," jawab Anggi tersenyum samar."Iya juga sih, ya sudah ayo kita pulang, Mas," ucap Balqis tanpa kenaruh curiga. Anggi pun bernafas lega dengan penuturan Balqis."Ayo," jawab Ashraf lalu segera menggandeng lengan Balqis. Keduanya pun berjalan menuju ke mobilnya. Sementara Anggi dan Fakih masih terdiam menyaksikan kepergian dari kedua pasa
"Jaga mulut kamu ya. Dia ini yang pelakor! Dasar gak tau malu. Paling hamil sekarang gara-gara ngasih obat ke Ashraf biar tertarik. Asal kamu tau Balqis, Ashraf itu cuma kasihan dengan anak dikandunganmu. Tidak kasihan dengan kamu, sadar woy sadar," geram Ayra mengguncang bahu Balqis. Anggi tak tinggal diam sang sahabat dibuat seperti itu. Meskipun dalam hatinya juga ada rasa sakit hati sebab yang menikah dengan Ashraf adalah Balqis, sahabatnya sendiri."Ning Ayra, harusnya Ning Ayra yang jaga ucapan. Ning Ayra ini teladan bagi semua santri. Kok ucapannya lebih rendahan dari orang luar yang awam terhadap agama? Malahan lebih sopan mereka masih, cih," sungut Anggi berada ditengah-tengah Ayra dan Balqis.Ashraf mendekati Balqis yang sudah menahan amarahnya. Wajah Balqis memerah dan nafasnya naik turun. Ashraf berusaha menenangkan sang istri."Diam kamu ya, saya ini bicara sama Balqis. Gak usah bawa-bawa kesopanan. Nasihati teman kamu yang gak ada sopan santun itu. Ngerebut tunangan ora
"Terserah Mas Ashraf saja mau ngomong apapun. Ayo makan siang. Mau aku masakin nasi goreng?" tanya Balqis mengalihkan topik."Boleh," jawab Ashraf. Ternyata Ashraf pun mungkin sudah lapar. Menyetujui ucapan Balqis. Lalu keduanya pergi ke dapur.Balqis langsung menyiapkan semua bahannya. Hanya cukup dengan bumbu sederhana. Balqis mulai menyiapkan nasi, sebutir telur, bawang putih dan bawang merah dan juga bawang daun. Lalu Balqis memotong tipis-tipis bawang merah dan putih. Dan juga beberapa sosis dan juga bakso.Lalu Balqis memanaskan minyak goreng di wajan anti lengket. Dan menumis perbawangan dan setelah harum baru memasukkan nasi goreng beserta kocokan telur lepas dan sosis juga bakso. Tak lupa Balqis menambahkan kecap manis agar nasi goreng semakin nikmat.Setelah dirasa tercampur semua Balqis lalu menghidangkan di sebuah piring berwarna pink. Piring kesukaannya yang dibelikan Umi Risma. Dan Balqis menambahkan irisan timun dan juga tomat agar terasa lebih segar dan rapi.Sementara
Ayra langsung berlari menuju ruang pengasuh keluarga. Setelah mendengar kata “Ayah” Ayra sangat tak suka. Dia tak ingin bertemu dengan ayahnya yang telah membuangnya dan menjadikan dia menjadi seperti ini. Meskipun itu tujuannya baik Ayra tak akan peduli. Ayra sungguh kecewa.“Nyai Asma,” panggil Ayra saat sudah berada di dalam. Semenjak tau kalau Nyai Asma bukan ibu kandungnya. Ayra mulai tak memanggilnya dengan sebutan Ummah lagi.“Ayra,” sahut Nyai Asma lalu memeluk putri yang sangat dirindukannya. Meskipun tinggal di dalam satu lingkungan yang sama namun Nyai Asma kesulitan bertemu dengan Ayra. Itu karena Ayra selalu menghindar darinya. Dengan dalih kecewa atas kebohongan yang telah ada.Disana terdapat seorang laki-laki yang agak mirip dengan Kyai Zulkifli namun sedikit terlihat lebih tua. Ayra mengamati seorang laki-laki itu dengan seksama. Namun laki-laki itu segera menunduk."Duduk dulu, Ayra. Ini ada yang mau bertemu," ucap Kyai Zulkifli meminta Ayra duduk disebelahnya. Namun
Anggi menatap Ridho dengan kesal. Bisa-bisanya Ridho mengatakan hal seperti itu pada Balqis di tempat ramai. Balqis menatap ke Anggi dengan mimik wajah bertanya. Meminta penjelasan tentang kenyataan yang terjadi. "Anggi, Bintang itu Ustadz Ashraf?" tanya Balqis mendesak Anggi.Anggi memijat pelipisnya yang tak sakit. "Jangan dibahas, Qis. Itu kan sudah jadi masa lalu," ucap Anggi menggeleng."Tapi harus dibahas, Nggi, aku butuh penjelasan. Kenapa kamu gak bilang dari dulu kalau Bintang itu Ustadz Ashraf. Aku kira Bintang itu kakak kelas jurusan IPA," ujar Balqis dengan khawatir."Qis, udah. Kalau kata aku udah ya udah. Lagian sekarang aku udah gak suka lagi sama Ustadz Ashraf. Itu dulu," terang Anggi tak ingin semakin panjang perdebatannya dengan Balqis.Balqis terdiam tak ingin membuat Anggi tak nyaman dengan desakannya. Sudah cukup kemarin Anggi membelanya di depan Ayra dan banyak pengurus lainnya."Lah, udah gitu doang berantemnya? Tapi keknya kamu masih ngejar-ngejar Ustadz Ashraf