Ayra langsung berlari menuju ruang pengasuh keluarga. Setelah mendengar kata “Ayah” Ayra sangat tak suka. Dia tak ingin bertemu dengan ayahnya yang telah membuangnya dan menjadikan dia menjadi seperti ini. Meskipun itu tujuannya baik Ayra tak akan peduli. Ayra sungguh kecewa.“Nyai Asma,” panggil Ayra saat sudah berada di dalam. Semenjak tau kalau Nyai Asma bukan ibu kandungnya. Ayra mulai tak memanggilnya dengan sebutan Ummah lagi.“Ayra,” sahut Nyai Asma lalu memeluk putri yang sangat dirindukannya. Meskipun tinggal di dalam satu lingkungan yang sama namun Nyai Asma kesulitan bertemu dengan Ayra. Itu karena Ayra selalu menghindar darinya. Dengan dalih kecewa atas kebohongan yang telah ada.Disana terdapat seorang laki-laki yang agak mirip dengan Kyai Zulkifli namun sedikit terlihat lebih tua. Ayra mengamati seorang laki-laki itu dengan seksama. Namun laki-laki itu segera menunduk."Duduk dulu, Ayra. Ini ada yang mau bertemu," ucap Kyai Zulkifli meminta Ayra duduk disebelahnya. Namun
Anggi menatap Ridho dengan kesal. Bisa-bisanya Ridho mengatakan hal seperti itu pada Balqis di tempat ramai. Balqis menatap ke Anggi dengan mimik wajah bertanya. Meminta penjelasan tentang kenyataan yang terjadi. "Anggi, Bintang itu Ustadz Ashraf?" tanya Balqis mendesak Anggi.Anggi memijat pelipisnya yang tak sakit. "Jangan dibahas, Qis. Itu kan sudah jadi masa lalu," ucap Anggi menggeleng."Tapi harus dibahas, Nggi, aku butuh penjelasan. Kenapa kamu gak bilang dari dulu kalau Bintang itu Ustadz Ashraf. Aku kira Bintang itu kakak kelas jurusan IPA," ujar Balqis dengan khawatir."Qis, udah. Kalau kata aku udah ya udah. Lagian sekarang aku udah gak suka lagi sama Ustadz Ashraf. Itu dulu," terang Anggi tak ingin semakin panjang perdebatannya dengan Balqis.Balqis terdiam tak ingin membuat Anggi tak nyaman dengan desakannya. Sudah cukup kemarin Anggi membelanya di depan Ayra dan banyak pengurus lainnya."Lah, udah gitu doang berantemnya? Tapi keknya kamu masih ngejar-ngejar Ustadz Ashraf
Ashraf menyusuri sepanjang jalan namun tak juga menemukan Balqis. Ashraf sengaja tidak menghalangi Balqis saat keluar dari mobilnya. Dia ingin memberi waktu untuk Balqis agar menenangkan pikiran. Namun setelah Ashar memutuskan untuk menysul Balqis. Ashraf kembali dibuat khawatir saat menemui Ridho tapi Ridho hanya sendirian. Ashraf gengsi untuk bertanya kepada Ridho tentang keberadaan Balqis.Lalu lalang kendaraan dan bisingnya suara keramaian. Membuat Ashraf semakin khawatir sebab datitadi panggilan Ashraf tak juga dijawab oleh Balqis. Wajar saja jika memang nomor Balqis yang tidak aktif. Tapi masalahnya nomor Balqis berdering namun tak kunjung diangkat.Seingat Ashraf, Balqis bukan tipe orang yang suka membuat khawatir sesama. Balqis hanya bertahan di panggilan ketiga jika dia memang berniat untuk tak merespon si pemanggil."Kemana kamu, Balqis," beo Ashraf sambil melihat ke kanan dan ke kiri sepanjang jalan yang ia lewati.Sambil juga Ashraf menghubungi keluarganya. Takutnya Balqis
"Maaf bapak, laporan akan masuk setelah orang tersebut hilang selama dua puluh empat jam," ucap seorang petugas di kantor kepolisian."Astaghfirullah bapak, tapi istri saya ini sudah hilang dari siang tadi. Kalau dia sampai kenapa-kenapa gimana?" cecar Ashraf mengatup kedua tangannya."Maaf bapak, ini sudah menjadi peraturan," ujar bapak petugas itu lalu meninggalkan Ashraf bersama keluarganya.Ashraf memijat pelipisnya pelan. Kepalanya pusing, rasa khawatir terhadap Balqis sangatlah besar. Apalagi Balqis sedang mengandung anaknya. Ashraf tak ingin terjadi sesuatu kepada Balqis dan juga anak yang dikandungnya."Sudah, kita cari cara lain saja. Kita bayar orang buat cari Balqis," ucap Abi Lukman menepuk baju Ashraf pelan. Berusaha menguatkan sang putra. Karena ketenangan dan waktu sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan musibah mereka saat ini."Iya, Fakih juga setuju, Om. Orang tua ada beberapa kenalan detektif dan beberapa petarung yang biasanya menangani kehilangan orang," usul Fakih
Ashraf meneliti kembali tas berwarna pink berukuran sedang itu. Setelah benar-benar yakin tas itu milik sang istri, barulah Ashraf membuka dan melihat isi tas itu."Ya Allah. Ini beneran milik Balqis," ucap Ashraf lalu terduduk lemas. Perasaannya kembali teriris. Tas itu menunjukkan bahwa Balqis benar-benar hilang diculik oleh orang yang entah siapa Ashraf tak mengetahuinya."Sabar nak, Insya Allah. nak Balqis bakal baik-baik saja. Dia anak yang kuat dan pastinya dia akan selalu dijaga oleh Allah.," papar Umi Risma mencoba menenangkan sang anak. Umi Risma ikut berjongkok mengelus bahu Ashraf terus-menerus. Sementara Ashraf sudah berjatuhan air matanya karena melihat tas Balqis beserta barang-barang milik Balqis ada dalam tas itu.Kalau memang benar Balqis melarikan diri buat apa dia meninggalkan barang-barangnya. Apalagi di dalam tas itu ada dompet milik Balqis yang berisi ATM dan sejumlah uang cash."Ini kak Fakih sudah bersama beberapa detektifnya, ayo kita kesana," ucap Gibran menu
"Nggak, sampai kapanpun aku tidak akan meninggalkan Mas Ashraf. Ada anak yang harus kami besarkan, dan Mas Ashraf segalanya bagiku," tampik Balqis menggerakkan dirinya di kursi. Bergerak tak diam sama sekali."Ya sudah, berarti kamu mau disini selamanya," ucap Laki-laki itu. Lalu seorang laki-laki satunya memberikan roti dan sebotol air ke tangan Balqis."Sudah baik kami memberikan kamu makan, jangan berisik atau nanti mulut kamu kami tutup dengan kain," ancam lelaki itu. Lalu ketiganya meninggalkan Balqis.Balqis kembali menangis dengan menahan suaranya agar tak berteriak. Balqis terus memegang roti dan air itu. Balqis takut untuk segera memakan roti itu meskipun dirinya sangatlah lapar. Balqis takut malah diracuni. Tapi mengingat ketiga orang itu tak macam-macam dengan Balqis. Balqis mulai yakin kalau mereka disuruh oleh orang terdekat dan Balqis mulai mencurigai satu orang.Sangat kesusahan sekali untuk membukanya. Beruntungnya tangan Balqis di ikat di depan. Jadi Balqis mencoba me
Ayra memberenggut dan masih sangat bingung dengan hal yang Fakih tanyakan. "Maksudnya apa Ustadz Fakih? Balqis hilang?" tanya Ayra menatap penuh tanya ke Fakih."Iya, Bqlqis hilang dari hari kemarin. Dan saya sudah menyewa detektif, dan dua orang yang mencurigakan adalah Ning Ayra?" ucap Fakh kembali menyudutkan Ayra.Ayra lalu berdiri, kebingungannya semamin menjadi. "Balqis hilang aja, aku baru tau. Terus kamu nuduh aku? Sembarangan lagi! Aku gak tau masalah Balqis hilang. Stop tuduh dan menjelekkan aku seperti ini," pinta Ayra tak terima.Ruang pengurus sekarang sangat sepi karena semua pengurus sedang ikut liburan semester. Dan hanya ada beberapa penjaga yang berjaga di depan pesantren dan beberapa santri yang rumahnya di luar pulau Jawa. Mereka memilih untuk menetap di pesantren. Karena liburan pesantren yang hanya satu Minggu lamanya."Oke, kalau Ning Ayra gak mau ngaku sekarang gak apa-apa. Setelah bukti terkumpul semua, nanti Ning Ayra bakal ketahuan. Dan kami tak akan tinggal
Balqis terbangun saat mendengar suara dari pintu yang terbuka. Ketiga penjaga itu mendekati Balqis. Balqis membuka matanya perlahan, begitu perih dan matanya pun sudah memerah. Cahaya lampu yang redup. Balqis tak begitu jelas melihat ke arah ketiga laki-laki itu."Gimana? Masih betah disini?" tanya seorang penjaga itu.Balqis mengerjap dan sekarang kedua matanya terbuka sempurna. Rasa ngantuknya hilang. Balqis baru menyadari kalau ini sudah malam hari."Bebaskan aku," pinta Balqis menatap berani ke penjaga itu."Jauhi Ashraf, baru kamu akan kami bebaskan," hardik salah satu penjaga lainnya.Balqis berusaha melepas tali yang begitu erat itu. Dia menggelengkan kepalanya sangat cepat. Sampai kapanpun dia tak akan mengikuti saran dari seorang laki-laki yang tak dia ketahui ini."Nggak, Mas Ashraf itu suamiku, dan aku sedang mengandung anaknya. Sampai kapanpun aku tak akan meninggalkannya, katakan padaku siapa yang menyuruhmu?" gertan Balqis dengan suara yang sangat keras. Mendengar perint