Anggi menatap Ridho dengan kesal. Bisa-bisanya Ridho mengatakan hal seperti itu pada Balqis di tempat ramai. Balqis menatap ke Anggi dengan mimik wajah bertanya. Meminta penjelasan tentang kenyataan yang terjadi. "Anggi, Bintang itu Ustadz Ashraf?" tanya Balqis mendesak Anggi.Anggi memijat pelipisnya yang tak sakit. "Jangan dibahas, Qis. Itu kan sudah jadi masa lalu," ucap Anggi menggeleng."Tapi harus dibahas, Nggi, aku butuh penjelasan. Kenapa kamu gak bilang dari dulu kalau Bintang itu Ustadz Ashraf. Aku kira Bintang itu kakak kelas jurusan IPA," ujar Balqis dengan khawatir."Qis, udah. Kalau kata aku udah ya udah. Lagian sekarang aku udah gak suka lagi sama Ustadz Ashraf. Itu dulu," terang Anggi tak ingin semakin panjang perdebatannya dengan Balqis.Balqis terdiam tak ingin membuat Anggi tak nyaman dengan desakannya. Sudah cukup kemarin Anggi membelanya di depan Ayra dan banyak pengurus lainnya."Lah, udah gitu doang berantemnya? Tapi keknya kamu masih ngejar-ngejar Ustadz Ashraf
Ashraf menyusuri sepanjang jalan namun tak juga menemukan Balqis. Ashraf sengaja tidak menghalangi Balqis saat keluar dari mobilnya. Dia ingin memberi waktu untuk Balqis agar menenangkan pikiran. Namun setelah Ashar memutuskan untuk menysul Balqis. Ashraf kembali dibuat khawatir saat menemui Ridho tapi Ridho hanya sendirian. Ashraf gengsi untuk bertanya kepada Ridho tentang keberadaan Balqis.Lalu lalang kendaraan dan bisingnya suara keramaian. Membuat Ashraf semakin khawatir sebab datitadi panggilan Ashraf tak juga dijawab oleh Balqis. Wajar saja jika memang nomor Balqis yang tidak aktif. Tapi masalahnya nomor Balqis berdering namun tak kunjung diangkat.Seingat Ashraf, Balqis bukan tipe orang yang suka membuat khawatir sesama. Balqis hanya bertahan di panggilan ketiga jika dia memang berniat untuk tak merespon si pemanggil."Kemana kamu, Balqis," beo Ashraf sambil melihat ke kanan dan ke kiri sepanjang jalan yang ia lewati.Sambil juga Ashraf menghubungi keluarganya. Takutnya Balqis
"Maaf bapak, laporan akan masuk setelah orang tersebut hilang selama dua puluh empat jam," ucap seorang petugas di kantor kepolisian."Astaghfirullah bapak, tapi istri saya ini sudah hilang dari siang tadi. Kalau dia sampai kenapa-kenapa gimana?" cecar Ashraf mengatup kedua tangannya."Maaf bapak, ini sudah menjadi peraturan," ujar bapak petugas itu lalu meninggalkan Ashraf bersama keluarganya.Ashraf memijat pelipisnya pelan. Kepalanya pusing, rasa khawatir terhadap Balqis sangatlah besar. Apalagi Balqis sedang mengandung anaknya. Ashraf tak ingin terjadi sesuatu kepada Balqis dan juga anak yang dikandungnya."Sudah, kita cari cara lain saja. Kita bayar orang buat cari Balqis," ucap Abi Lukman menepuk baju Ashraf pelan. Berusaha menguatkan sang putra. Karena ketenangan dan waktu sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan musibah mereka saat ini."Iya, Fakih juga setuju, Om. Orang tua ada beberapa kenalan detektif dan beberapa petarung yang biasanya menangani kehilangan orang," usul Fakih
Ashraf meneliti kembali tas berwarna pink berukuran sedang itu. Setelah benar-benar yakin tas itu milik sang istri, barulah Ashraf membuka dan melihat isi tas itu."Ya Allah. Ini beneran milik Balqis," ucap Ashraf lalu terduduk lemas. Perasaannya kembali teriris. Tas itu menunjukkan bahwa Balqis benar-benar hilang diculik oleh orang yang entah siapa Ashraf tak mengetahuinya."Sabar nak, Insya Allah. nak Balqis bakal baik-baik saja. Dia anak yang kuat dan pastinya dia akan selalu dijaga oleh Allah.," papar Umi Risma mencoba menenangkan sang anak. Umi Risma ikut berjongkok mengelus bahu Ashraf terus-menerus. Sementara Ashraf sudah berjatuhan air matanya karena melihat tas Balqis beserta barang-barang milik Balqis ada dalam tas itu.Kalau memang benar Balqis melarikan diri buat apa dia meninggalkan barang-barangnya. Apalagi di dalam tas itu ada dompet milik Balqis yang berisi ATM dan sejumlah uang cash."Ini kak Fakih sudah bersama beberapa detektifnya, ayo kita kesana," ucap Gibran menu
"Nggak, sampai kapanpun aku tidak akan meninggalkan Mas Ashraf. Ada anak yang harus kami besarkan, dan Mas Ashraf segalanya bagiku," tampik Balqis menggerakkan dirinya di kursi. Bergerak tak diam sama sekali."Ya sudah, berarti kamu mau disini selamanya," ucap Laki-laki itu. Lalu seorang laki-laki satunya memberikan roti dan sebotol air ke tangan Balqis."Sudah baik kami memberikan kamu makan, jangan berisik atau nanti mulut kamu kami tutup dengan kain," ancam lelaki itu. Lalu ketiganya meninggalkan Balqis.Balqis kembali menangis dengan menahan suaranya agar tak berteriak. Balqis terus memegang roti dan air itu. Balqis takut untuk segera memakan roti itu meskipun dirinya sangatlah lapar. Balqis takut malah diracuni. Tapi mengingat ketiga orang itu tak macam-macam dengan Balqis. Balqis mulai yakin kalau mereka disuruh oleh orang terdekat dan Balqis mulai mencurigai satu orang.Sangat kesusahan sekali untuk membukanya. Beruntungnya tangan Balqis di ikat di depan. Jadi Balqis mencoba me
Ayra memberenggut dan masih sangat bingung dengan hal yang Fakih tanyakan. "Maksudnya apa Ustadz Fakih? Balqis hilang?" tanya Ayra menatap penuh tanya ke Fakih."Iya, Bqlqis hilang dari hari kemarin. Dan saya sudah menyewa detektif, dan dua orang yang mencurigakan adalah Ning Ayra?" ucap Fakh kembali menyudutkan Ayra.Ayra lalu berdiri, kebingungannya semamin menjadi. "Balqis hilang aja, aku baru tau. Terus kamu nuduh aku? Sembarangan lagi! Aku gak tau masalah Balqis hilang. Stop tuduh dan menjelekkan aku seperti ini," pinta Ayra tak terima.Ruang pengurus sekarang sangat sepi karena semua pengurus sedang ikut liburan semester. Dan hanya ada beberapa penjaga yang berjaga di depan pesantren dan beberapa santri yang rumahnya di luar pulau Jawa. Mereka memilih untuk menetap di pesantren. Karena liburan pesantren yang hanya satu Minggu lamanya."Oke, kalau Ning Ayra gak mau ngaku sekarang gak apa-apa. Setelah bukti terkumpul semua, nanti Ning Ayra bakal ketahuan. Dan kami tak akan tinggal
Balqis terbangun saat mendengar suara dari pintu yang terbuka. Ketiga penjaga itu mendekati Balqis. Balqis membuka matanya perlahan, begitu perih dan matanya pun sudah memerah. Cahaya lampu yang redup. Balqis tak begitu jelas melihat ke arah ketiga laki-laki itu."Gimana? Masih betah disini?" tanya seorang penjaga itu.Balqis mengerjap dan sekarang kedua matanya terbuka sempurna. Rasa ngantuknya hilang. Balqis baru menyadari kalau ini sudah malam hari."Bebaskan aku," pinta Balqis menatap berani ke penjaga itu."Jauhi Ashraf, baru kamu akan kami bebaskan," hardik salah satu penjaga lainnya.Balqis berusaha melepas tali yang begitu erat itu. Dia menggelengkan kepalanya sangat cepat. Sampai kapanpun dia tak akan mengikuti saran dari seorang laki-laki yang tak dia ketahui ini."Nggak, Mas Ashraf itu suamiku, dan aku sedang mengandung anaknya. Sampai kapanpun aku tak akan meninggalkannya, katakan padaku siapa yang menyuruhmu?" gertan Balqis dengan suara yang sangat keras. Mendengar perint
Ashraf begitu panik saat melihat istrinya terjatuh. Lalu dengan segera Ashar membopong Balqis menuju mobilnya. Sementara para penjahat yang telah menculik Balqis langsung ditangani oleh Fakih dan detektif serta dikawal langsung oleh preman.Abi Lukman membawa mobil dengan kecepatan penuh, dia juga khawatir dengan keadaan dari menantunya. Apalagi tadi Balqis terlihat begitu pucat. Sementara Ashraf terus mengelus kedua tangan Balqis dan meminta Balqis untuk sadar. Namun Balqis tetap terpejam. Umi Risma juga sama paniknya, air matanya sudah mengalir deras. Baru saja keluarga Ashraf bahagia karena Balqis telah ditemukan. Tapi malah diberi ujian kembali dengan Balqis yang tiba-tiba pingsan."Humairah, ayı bangun. Ini Mas sudah ada di depan kamu, tolong jangan seperti ini. Jangan buat Mas tambah khawatir," pinta Ashraf dengan ketakutan yang sangat."Mas janji, setelah ini Mas akan selalu ada untuk kamu, Mas akan kabulin semua permintaan kamu tapi tolong jangan pergi dari Mas, ya. Mas sudah
Setelah empat tahun semenjak kelahiran ketiga anak kembar Balqis dan Ashraf. Akhirnya Ashraf mampu membuat pesantren sendiri. Bermodalkan dari usahanya yang sukses semakin berkembang besar dan jerih payahnya atas dakwahnya yang berhasil membuat banyak orang mengenalnya. Dari sanalah, Ashraf membangun relasi yang banyak dan kuat. Pesantren Al Muhajirin yang bertepatan di kota Semarang. Pesantren yang masih memiliki beberapa ratus santri. Karena memang baru berdiri sekitar dua tahunan. Merupakan pencapaian terbesar untuk Ashraf dan Balqis.“Kyai Ashraf, tamunya sudah datang. Beliau sedang menunggu di Masjid,” ucap seorang pengurus putra menemui Ashraf di ruang khusus tempat Ashraf beribadah.“Setelah ini saya kesana,” kata Ashraf menyudahi dzikirnya. Lalu segera menuju ke rumah yang berada di ujung pertengahan antara asrama putra dan asrama putri.“Humairah,” panggil Ashraf memasuki kamarnya. Pandangan pertama yang dilihat ialah ketiga putranya yang sedang belajar menulis bahasa arab d
Satu tahun kemudian, Gibran lulus madrasah Aliyah dan dia berhasil mendaftar kuliah di universitas luar negeri. Yaitu Universitas Cairo, Mesir. Dengan mengambil jurusan Tafsir Hadits. Perasaan terharu oleh kelas sebelas PK A. Saat ini mereka sedang merayakan kelulusannya di asrama putra. Setelah acara resmi kelulusan mereka oleh pesantren Al Fatah.“Bye bro, setelah ini kamu akan merindukan aku,” kata Andre dengan menyalami satu per satu temannya. Semuanya pun tertawa ngakak karena ekspresi Andre yang hampir mau menangis.“Sampai bertemu di waktu lain, bro,” ucap Gibran pada Andre sambil menepuk bahu Andre berkali-kali.“Siap bro, kamu semoga sukses ya,” kata Andre pada Gibran. Mereka semua melakukan pelukan persahabatan. Acara sederhana di kantin asrama putra itu. Mereka makan bersama sambil merencanakan rencana yang akan mereka lakukan setelah lulus. Lalu Ashraf datang bersama dengan Fakih. Sudah agak lama Ashraf tak berkunjung ke Al Fatah. Paling hanya kalau mau ketemu Gibran atau
Ashraf membawa Balqis di suatu tempat tak jauh dari gang komplek rumahnya. Mereka berdua pergi dengan menggunakan motor. Terlihat begitu mesra saat Balqis memeluk Ashraf dari belakang. Ashraf pun terlihat memperlakukan Balqis dengan sebaik mungkin. Memasangkan helm dan juga membantu Balqis naik dan turun dari motor.Setelah sampai di gedung yang tak seberapa besar itu. Mereka pun sama-sama turun. Memasuki gedung itu sambil bergandengan tangan. Tak ada yang berniat untuk melepas gandengan tangan keduanya. Disana mereka sudah disambut dengan beberapa orang. Ada Fakih dan Bagas dan beberapa ibu-ibu yang memakai baju yang seragam warnanya. Mereka semua tersenyum menyambut kedatangan Ashraf dan Balqis.Lalu mereka berkumpul di satu ruangan yang sama. Ada beberapa bapak-bapak yang juga cukup berumur.“Hari ini adalah pembukaan untuk bisnis kuliner kering, ini Ashraf selamu owner. Semoga bisnis kita lancar,” ucap Fakih membuka pembicaraan. Semuanya tampak memperhatikan dengan baik setiap pes
Ayra memutuskan untuk mempunyai hobi baru dan memilih untuk hidup lebih mandiri lagi. Semenjak hari itu Ayra benar-benar memikirkan nasibnya lagi. Mencoba untuk melupakan semua kenangannya dengan Ashraf. Bahkan semua hal tentang Ashraf, Ayra sudah buang jauh-jauh. Seperti hari ini Atra memilih untuk ke pentas seni lukisan di sekitar Jakarta Timur. Sebab Ayra memang punya hobby yang pernah dia tekuni yaitu suka melukis.Tampilan beberapa seni lukis yang di pajang di lorong-lorong menuju ruangan bazar seni lukis itu. Ada banyak tampilan lukisan dari berbagai penulis besar. Banyak orang yang hadir termasuk para penikmat lukis dan juga beberapa orang yang ingin belajar khusus di seni lukis.“Ning Ayra,” sapa seorang laki-laki dengan pakaian khas santri. Para santri Al Fatah memang se konsisten itu tentang pakaian ke santriannya. Baik itu masih menjadi santri maupun sudah menjadi alumni santri.Ayra menoleh dan melihat laki-laki itu dengan cermat. Namun Ayra sedikit lupa laki-laki itu siap
Balqis menepuk-nepuk punggung putranya dengan bergantian. Sebab salah satu menangis maka keduanya juga ikut menangis. Karena mereka sedang tertidur jadi bangun karena salah satunya ramai karena menangis.“Cup cup cup, ayo anak ibu, diemnya jagoan. Ibu lagi sendirian soalnya, ayah lagi ada urusan. Ayo mana anak Sholeh kok cengeng sih, ayo diam, kalian kenapa sih nak? Mas Ashraf, angkat dong,” ucap Balqis seorang diri sambil menenangkan ketiga buah hatinya. Dan juga sambil berusaha menghubungi Ashraf. Karena panggilannya tak diangkat sudah beberapa kali.Lalu Ashraf tiba-tiba masuk ke kamar dengan terburu-buru dan langsung menggendong satu per satu putranya. “ Maaf Humairah, tadi hpnya ke silent, jadi ga kedengaran waktu kamu nelfon. Maaf ya anak-anak ayah, ayah telat datengnya. Sekarang tenang ya, kasian ibu kamu pasti capek,” kata Ashraf sambil menggendong anaknya. Satu per satu dan sampai mereka semuanya tenang. Baru Ashraf taruh kembali ke ranjang tempat tidurnya.“Gak apa-apa kok M
Balqis memberikan asi pada ketiga putranya. Dengan sangat pelan dan bergantian, putranya pun terlihat sangat menikmati. “Mas, liat anak-anak kita, dia semakin gembul ya,” ujar Balqis menunjukan salah satu putranya pada Ashraf yang sedang berkutat dengan laptopnya.“Iya Humairah, mirip kamu ya kalau gembul gini,” kata Ashraf sambil menoel-noel pipi putra-putranya. Anak pertama dipanggil Adam anak kedua dipanggil Idris dan anak ketiga dipanggil Ibrohim. Semua itu nama-nama yang diberikan oleh Ashraf. Karena memang dari jauh-jauh hari mereka mempersiapkannya. Ashraf sangat senang dengan pemberian nama itu kepada ketiga putranya. Sebab dia tak menyangka kalau akan dikarunia langsung tiga putra yang sangat menggemaskan. Sementara Balqis memang menyerahkan nama-nama untuk anaknya kepada sang suami.“Humairah, saya izin mau bertemu dengan teman saya. Mau bahas seputar bisnis, boleh?” tanya Ashraf meminta izin untuk pergi keluar.Balqis meletakkan bayinya di ranjangnya. “Iya Mas, hati-hati y
Abi Lukman tertawa melihat Ashraf yang sangat antusias saat pembahasan tentang pembuatan pesantren. “Raf, sebegitunya pengen buat pesantren? Tapi kan anak-anakmu masih sangat kecil, kamu juga masih terlalu muda. Apa kamu sanggup untuk menanggung semua itu?” tanya Abi Lukman.Ashraf menggaruk kepalanya, sedikit tak yakin dengan keinginannya sendiri untuk langsung membangun pesantren. “Ashraf pengen, Abi, tapi Ashraf belum tau apa sanggup untuk melakukan semuanya itu. Menurut abi, Ashraf harus gimana?” ucap Ashraf tak mampu menentukan pilihannya sendiri.“Begini nak, kamu cari pekerjaan dulu, cari pekerjaan yang sesuai yang sekiranya tak menganggu waktu, sebab anak kamu masih kecil. Sebenarnya yang kata Abi itu bisa buat pesantrennya, itu mau Abi bantu modal. Tapi kan kamu pasti gak mau buat dibantu secara permodalan, ya sudah kamu usaha dulu, anak-anakmu masih kecil dan butuh biaya yang cukup besar. Butuh nutrisi dan perawatan yang bagus,” kata Abi Lukman.Ashraf mengangguk setuju. “Ba
Abi Lukman meminta keamanan untuk memisahkan Fakih dengan Dzaki yang belum juga menyelesaikan perdebatannya. Keduanya dipisah dan dijauhkan. Lalu keadaan kembali normal. Meskipun beberapa orang masih menyinggung ucapan tadi. Namun Ashraf dan Balqis tetap bersikap tenang. Tak ingin keadaan semakin kacau.“Urusan kita belum selesai, tunggu pembalasanku,” ucap Dzaki di luar halaman sedang bersama Fakih. Mereka berdua tetap berdebat di luar halaman rumah Ashraf.“Ouhh, ngancem ceritanya nih, ya jangan nyesel aja kalau nanti kalah sendiri. Tapi ingat ya, Dzaki, kamu gak berhak ikut campur urusan Ashraf, awas saja kalau sampai seperti tadi. Akan ku buat kamu menyesal seumur hidup!” ancam Fakih karena kesabarannya sudah habis.Dzaki tak menjawab, amarahnya juga sama memuncak. Lalu Ashraf datang seorang diri menghampiri Dzaki dan Fakih yang belum selesai juga. “Ustadz Dzaki, jangan berbuat seperti itu lagi. Saya tau maksud anda, anda iri dengki kan sama saya, tapi itu kan sudah hal masa lalu
Ashraf tersadar dari tidurnya karena benturan tadi cukup keras. Ashraf berdiri dan merasakan nyeri di lengan dan dengkulnya sendiri. “Astaghfirullah, kenapa bisa jatuh, aduh, luka nih,” keluh Ashraf sambil mengusap lengannya.“Kasian, xixixi,” sindir dari seorang perempuan yang duduk di atas tempat dirinya dirawat.Ashraf menoleh pada suara itu. Ashraf langsung berdiri dan matanya sampai melotot tajam. Ashraf seperti tak percaya melihat perempuan di depannya itu. Pemandangan yang sangat ingin Ashraf lihat.“Ini pasti mimpi,” ucap Ashraf mengucek kedua matanya. Sambil lalu tak memperhatikan kehadiran perempuan itu.“Mas Ashraf, sakit ya?” tanya perempuan itu sambil memberikan ASI-nya pada salah satu bayi mungil.“Ya Allah. Hamba memang belum ikhlas, tapi kenapa ini sangat nyata,” ucap Ashraf memijit pelipisnya sambil mondar mandir tak mau melihat perempuan itu.“Mas, ada apa sih? Gak kangen gitu sama aku, ini loh, anaknya lagi minum asi. Lucu kan?” ucap perempuan itu masih sambil terse