"Cepat katakan siapa yang menyuruh kalian?" hardik Fakih mencengkram kerah salah satu penjaga yang menyekap Balqis."Ay- ayra," sahutnya gemetar. Biasanya Fakih dikenal dengan ustadz yang ramah tamah namun sekarang Fakih terlihat begitu keras dan tegas."Ayra, Ning dari pesantren Al-fatah?" tanya Fakih memastikan."Benar, dia orangnya," ucap penjaga itu ketakutan.Lalu Fakih melepas cengkramannya dari penjaga itu. Dan mondar mandir memikirkan kenyataan yang dia temui sekarang. Kalau benar Ayra pelakunya, maka akan sulit untuk memberikan hukuman. Sebab membuat Ayra mendapat hukuman itu sama saja menjelekkan nama pesantrennya sendiri. Apalagi Ayra banyak dikenal oleh masyarakat sebagai anak bungsu dari Kyai Zulkifli. Fakih ragu untuk menyimpulkan lebih lanjut lagi."Tuan, bagaimana? Apa mereka sudah bisa kami bawa ke pihak berwajib," tanya seorang detektif meminta keputusan Fakih."Jangan, aku mau bicarakan dulu sama Ashraf. Kalian jaga mereka jangan sampai lari," titah Fakih lalu menga
“Kita tidak boleh gegabah, kita cari bukti yang kuat dulu. Siapapun pelakunya, aku akan tetap balas perbuatannya. Meskipun tanpa melewati jalur hukum,” lirih Ashraf duduk tegak di sebelah Fakih.“Kamu benar Raf, sepertinya ada yang nyepelein kita. Gak tau aja, siapa kita sebenarnya,” ujar Fakih menepuk dadanya bangga.“Kalau dari pencarian kami, Anggi ini seperti menyukai tuan Ashraf dan dia menuduh Ayra, sebagai pelaku karena dendamnya juga kepada Ayra. Apalagi setelah kami tau ternyata Nona Balqis tidak di apa-apain. Hanya di ikat biasa saja dan masih diberi makan, sesuai dugaan kami meskipun Anggi ini dendam tapi jiwa persahabatannya masih ada kepada istri tuan Ashraf,” ujar detektif itu memberikan beberapa keterangan tentang Anggi.“Tapi tetap saja, ini masih kami cari tau yang benar siapa. Soalnya kedua perempuan itu sama-sama mungkin untuk melakukan kejahatan pada Nona Balqis,” imbuh detektif itu.Fakih dan Ashraf saling menatap. Pikiran keduanya sama dan menyetujui perkataan de
"Yey, akhirnya bisa pulang juga, setelah dua hari di rumah sakit," ucap Balqis bersemangat membereskan beberapa barang bawaannya yang sebelumnya Ashraf persiapkan untuk keperluan Balqis selama di rumah sakit."Alhamdulillah, jangan lupa bersyukur ya Humairah," peringat Ashraf mencium kening sang istri yang wajahnya sudah berbinar senang karena urusannya dengan rumah sakit telah selesai."Iya Mas, Alhamdulillah. Tapi omong-omong, kok Anggi gak ada jenguk aku ya, dia juga gak keliatan setelah malam itu. Anggi kemana Mas?" tanya Balqis bingung mengingat sahabat lamanya itu tak menemui dirinya selama dirawat di rumah sakit."Mas kurang tau, mungkin sibuk ada urusan di pesantren," alibi Ashraf agar Balqis tak banyak pikiran lagi."Ouhh, yaahh," lirih Balqis bersedih sambil memasukkan barang-barang miliknya ke tas besar."Sudah jangan dipikirkan, ayo segera, biar bisa cepat sampai rumah," ajak Ashraf dan diangguku oleh Balqis. Lalu keduanya pun meninggalkan ruang rawat itu dalam keadaan ber
Semuanya diam dan bingung dengan kedatangan Fakih yang tiba-tiba. Apalagi Ashraf yang sudah melotot mendengar ucapan Fakih. Meskipun beberapa detik sempat loading dengan ucapan Fakih."Gak usah kabur, buktinya udah ada kok. Jelas lagi," tutur Fakih menggoyang-goyangkan ponselnya yang berisi rekaman bukti pengakuan para penjahat suruhan Anggi."Maksud Ustadz Fakih apa ya," gumam Anggi dengan suara pelan penuh kehati-hatian.Lalu Ashraf mendekati Anggi dan tepat berada di depan sahabat istrinya itu. "Jadi kamu pelakunya? Dasar wanita munafik," sentak Ashraf dengan menunjuk-nunjuk Anggi.Anggi tersentak dengan suara dan ucapan Ashraf. Balqis pun ikut terkejut dengan ucapan Fakih dan juga ucapan orang-orang di depannya."Saya gak nyangka, kalau kamu sejahat ini. Balqis ini sahabat kamu, bahkan orang yang ping jahat pun masih lebih punya hati daripada kamu. Balqis lagi mengandung, dan kamu tega-teganya berbuat seperti itu, mau kamu apa hah?" gertak Ashraf dengan nafas naik turun. Anggi pun
Ashraf terkejut dengan penolakan Balqis untuk menghukum Anggi. Ashraf mengerutkan dahinya. Mencoba mencerna maksud dari Balqis."Kenapa kita gak boleh ngehukum dia Humairah?" protes Ashraf."Sudah, bahas setelah makan. Ini kasihan Gibran dari tadi mau nyentuh makanannya selalu gak jadi," saran Abi Lukman. Gibran hanya tertawa kecil saat dirinya disindir oleh Abi Lukman.Mau tak mau, mereka pun melanjutkan makan bersama. Sementara Ashraf masih dongkol dengan Balqis yang menolak untuk menghukum Anggi. Dan Balqis juga bingung dengan alasan apa dia harus melarang Ashraf untuk menghukum sahabatnya itu. Meskipun dia sangat sakit hati dengan perlakuan Anggi kepadanya.***Hari ini langit begitu cerah. Sisa liburan tinggal satu Minggu lagi. Sebentar lagi sudah berganti tahun saja. Sementara Balqis masih merasakan kesedihan yang mendalam. Ingatannya tentang hari kemarin masih saja berseliweran. Balqis mencoba untuk sekuat tenaga melupakan semua yang telah terjadi. Bahkan Balqis juga ingin melu
Balqis menghampiri Ayra yang berusaha untuk memeluk Ashraf. Ashraf terlihat risih dengan Ayra yang bersikap seperti itu. Keadaan semakin rrusuh dengan Ayra yang tersenyum samar dengan tingkahnya."Lepasin Mas Ashraf!" perintah Balqis dengan tatapan tajam. Namun Ayra mengggeleng. Sekuat tenaga dia tetap memaksa untuk memeluk Ashraf.Lalu dengan paksa, Balqis melepas Ayra dengan kasar. Ayra pun terlepas dari Ashraf dan Ashraf langsung menepuk-nepuk seluruh badannya setelah disentuh oleh Ayra."Hei, kamu gak mau berbagi suami. Tapi kamu sendiri malah deket sama laki-laki lain. Mana laki-laki itu mantan terindah!" sindir Balqis dengan senyuman menyepelekan.Balqis melihat Ridho yang masih duduk di kursi tamu. Sementara Umi Risma sudah sangat khawatir dengan konflik antara menantu dan Ning pesantren itu."Maksud kamu, apa?" tanya Balqis yang sudah meninggalkan embel-embel sebutan Ning pada Ayra."Masih gak nyadar, dari tadi Ashraf udah datang dan kamu masih tertawa bersenang-senang dengan
Anggi berhenti saat tak jauh dari kursi tempat duduknya di awal. Lalu berbalik dan kembali duduk di kursinya. "Saya gak takut, Ustadz Fakih," jawab Anggi tersenyum puas.Fakih semakin menatap Anggi tak suka. Lalu Anggi kembali bersantai sambil sesekali menirukan lagu yang sedang diputar."Jangan terlalu percaya diri, mentang-mentang Balqis memaafkan kamu," peringat Fakih."Saya tetap gak takut, saya berada di lingkungan kuat. Seharusnya Ustadz Fakih yang paham kondisi saya," peringat Anggi lagi dengan sangat santainya.Mengingat orang tua Anggi yang cukup berada dan begitu disegani di banyak golongan. Itu mmenbuat Anggi besar kepala dan seenak hati melakukan semua keinginan dan kemauannya. Tanpa ada takut. Mungkin Anggi selalu berpikir kalau kebebasan itu wajib ada padanya dan selalu merasa aman dengan posisi kedudukan orang tuanya.Fakih tersenyum simpul mendengar penuturan Anggi yang begitu meremahkan. "Jangan terlalu percara diri. Meninggi itu gak baik, pasti tau kalau di atas lang
"Tapi Mas, dia kan sahabat aku dan aku sudah maafin semua kesalahan dia," ucap Balqis dengan nada yang bergetar. Setulus itu Balqis pada Anggi meskipun tingkat kesalahan yang Anggi lakukan padanya sudah sangat keterlaluan."Humairah, jangan mulai lagi. Tolong, lebih baik kamu persiapan dulu. Barang-barang yang mau dibawa, dipersiapkan sekarang karena kita akan berangkat besok pagi," usul Ashraf memegang bahu Balqis. Balqis pun mengangguk patuh dan memberi kabar lagi kepada Anggi bahwa Anggi tak diperkenankan ikut. Tapi siapa yang gak tau sikap Anggi yang keinginannya tak mau siapapun untuk melarang.Balqis langsung memulai packing untuk liburan besok sampai lima hari kedepan. Baju-baju yang mau dipakai saat liburan dan beberapa barang keperluan dirinya dengan Ashraf. Semua Balqis masukan ke koper, total barang bawaannya dua koper dan dua tas berukuran sedang. Ashraf pun ukut membantu meskipun hanya melipat beberapa baju saja."Ya sudah, berarti sudah siap. Sekarang kita kumpul sama Ab
Setelah empat tahun semenjak kelahiran ketiga anak kembar Balqis dan Ashraf. Akhirnya Ashraf mampu membuat pesantren sendiri. Bermodalkan dari usahanya yang sukses semakin berkembang besar dan jerih payahnya atas dakwahnya yang berhasil membuat banyak orang mengenalnya. Dari sanalah, Ashraf membangun relasi yang banyak dan kuat. Pesantren Al Muhajirin yang bertepatan di kota Semarang. Pesantren yang masih memiliki beberapa ratus santri. Karena memang baru berdiri sekitar dua tahunan. Merupakan pencapaian terbesar untuk Ashraf dan Balqis.“Kyai Ashraf, tamunya sudah datang. Beliau sedang menunggu di Masjid,” ucap seorang pengurus putra menemui Ashraf di ruang khusus tempat Ashraf beribadah.“Setelah ini saya kesana,” kata Ashraf menyudahi dzikirnya. Lalu segera menuju ke rumah yang berada di ujung pertengahan antara asrama putra dan asrama putri.“Humairah,” panggil Ashraf memasuki kamarnya. Pandangan pertama yang dilihat ialah ketiga putranya yang sedang belajar menulis bahasa arab d
Satu tahun kemudian, Gibran lulus madrasah Aliyah dan dia berhasil mendaftar kuliah di universitas luar negeri. Yaitu Universitas Cairo, Mesir. Dengan mengambil jurusan Tafsir Hadits. Perasaan terharu oleh kelas sebelas PK A. Saat ini mereka sedang merayakan kelulusannya di asrama putra. Setelah acara resmi kelulusan mereka oleh pesantren Al Fatah.“Bye bro, setelah ini kamu akan merindukan aku,” kata Andre dengan menyalami satu per satu temannya. Semuanya pun tertawa ngakak karena ekspresi Andre yang hampir mau menangis.“Sampai bertemu di waktu lain, bro,” ucap Gibran pada Andre sambil menepuk bahu Andre berkali-kali.“Siap bro, kamu semoga sukses ya,” kata Andre pada Gibran. Mereka semua melakukan pelukan persahabatan. Acara sederhana di kantin asrama putra itu. Mereka makan bersama sambil merencanakan rencana yang akan mereka lakukan setelah lulus. Lalu Ashraf datang bersama dengan Fakih. Sudah agak lama Ashraf tak berkunjung ke Al Fatah. Paling hanya kalau mau ketemu Gibran atau
Ashraf membawa Balqis di suatu tempat tak jauh dari gang komplek rumahnya. Mereka berdua pergi dengan menggunakan motor. Terlihat begitu mesra saat Balqis memeluk Ashraf dari belakang. Ashraf pun terlihat memperlakukan Balqis dengan sebaik mungkin. Memasangkan helm dan juga membantu Balqis naik dan turun dari motor.Setelah sampai di gedung yang tak seberapa besar itu. Mereka pun sama-sama turun. Memasuki gedung itu sambil bergandengan tangan. Tak ada yang berniat untuk melepas gandengan tangan keduanya. Disana mereka sudah disambut dengan beberapa orang. Ada Fakih dan Bagas dan beberapa ibu-ibu yang memakai baju yang seragam warnanya. Mereka semua tersenyum menyambut kedatangan Ashraf dan Balqis.Lalu mereka berkumpul di satu ruangan yang sama. Ada beberapa bapak-bapak yang juga cukup berumur.“Hari ini adalah pembukaan untuk bisnis kuliner kering, ini Ashraf selamu owner. Semoga bisnis kita lancar,” ucap Fakih membuka pembicaraan. Semuanya tampak memperhatikan dengan baik setiap pes
Ayra memutuskan untuk mempunyai hobi baru dan memilih untuk hidup lebih mandiri lagi. Semenjak hari itu Ayra benar-benar memikirkan nasibnya lagi. Mencoba untuk melupakan semua kenangannya dengan Ashraf. Bahkan semua hal tentang Ashraf, Ayra sudah buang jauh-jauh. Seperti hari ini Atra memilih untuk ke pentas seni lukisan di sekitar Jakarta Timur. Sebab Ayra memang punya hobby yang pernah dia tekuni yaitu suka melukis.Tampilan beberapa seni lukis yang di pajang di lorong-lorong menuju ruangan bazar seni lukis itu. Ada banyak tampilan lukisan dari berbagai penulis besar. Banyak orang yang hadir termasuk para penikmat lukis dan juga beberapa orang yang ingin belajar khusus di seni lukis.“Ning Ayra,” sapa seorang laki-laki dengan pakaian khas santri. Para santri Al Fatah memang se konsisten itu tentang pakaian ke santriannya. Baik itu masih menjadi santri maupun sudah menjadi alumni santri.Ayra menoleh dan melihat laki-laki itu dengan cermat. Namun Ayra sedikit lupa laki-laki itu siap
Balqis menepuk-nepuk punggung putranya dengan bergantian. Sebab salah satu menangis maka keduanya juga ikut menangis. Karena mereka sedang tertidur jadi bangun karena salah satunya ramai karena menangis.“Cup cup cup, ayo anak ibu, diemnya jagoan. Ibu lagi sendirian soalnya, ayah lagi ada urusan. Ayo mana anak Sholeh kok cengeng sih, ayo diam, kalian kenapa sih nak? Mas Ashraf, angkat dong,” ucap Balqis seorang diri sambil menenangkan ketiga buah hatinya. Dan juga sambil berusaha menghubungi Ashraf. Karena panggilannya tak diangkat sudah beberapa kali.Lalu Ashraf tiba-tiba masuk ke kamar dengan terburu-buru dan langsung menggendong satu per satu putranya. “ Maaf Humairah, tadi hpnya ke silent, jadi ga kedengaran waktu kamu nelfon. Maaf ya anak-anak ayah, ayah telat datengnya. Sekarang tenang ya, kasian ibu kamu pasti capek,” kata Ashraf sambil menggendong anaknya. Satu per satu dan sampai mereka semuanya tenang. Baru Ashraf taruh kembali ke ranjang tempat tidurnya.“Gak apa-apa kok M
Balqis memberikan asi pada ketiga putranya. Dengan sangat pelan dan bergantian, putranya pun terlihat sangat menikmati. “Mas, liat anak-anak kita, dia semakin gembul ya,” ujar Balqis menunjukan salah satu putranya pada Ashraf yang sedang berkutat dengan laptopnya.“Iya Humairah, mirip kamu ya kalau gembul gini,” kata Ashraf sambil menoel-noel pipi putra-putranya. Anak pertama dipanggil Adam anak kedua dipanggil Idris dan anak ketiga dipanggil Ibrohim. Semua itu nama-nama yang diberikan oleh Ashraf. Karena memang dari jauh-jauh hari mereka mempersiapkannya. Ashraf sangat senang dengan pemberian nama itu kepada ketiga putranya. Sebab dia tak menyangka kalau akan dikarunia langsung tiga putra yang sangat menggemaskan. Sementara Balqis memang menyerahkan nama-nama untuk anaknya kepada sang suami.“Humairah, saya izin mau bertemu dengan teman saya. Mau bahas seputar bisnis, boleh?” tanya Ashraf meminta izin untuk pergi keluar.Balqis meletakkan bayinya di ranjangnya. “Iya Mas, hati-hati y
Abi Lukman tertawa melihat Ashraf yang sangat antusias saat pembahasan tentang pembuatan pesantren. “Raf, sebegitunya pengen buat pesantren? Tapi kan anak-anakmu masih sangat kecil, kamu juga masih terlalu muda. Apa kamu sanggup untuk menanggung semua itu?” tanya Abi Lukman.Ashraf menggaruk kepalanya, sedikit tak yakin dengan keinginannya sendiri untuk langsung membangun pesantren. “Ashraf pengen, Abi, tapi Ashraf belum tau apa sanggup untuk melakukan semuanya itu. Menurut abi, Ashraf harus gimana?” ucap Ashraf tak mampu menentukan pilihannya sendiri.“Begini nak, kamu cari pekerjaan dulu, cari pekerjaan yang sesuai yang sekiranya tak menganggu waktu, sebab anak kamu masih kecil. Sebenarnya yang kata Abi itu bisa buat pesantrennya, itu mau Abi bantu modal. Tapi kan kamu pasti gak mau buat dibantu secara permodalan, ya sudah kamu usaha dulu, anak-anakmu masih kecil dan butuh biaya yang cukup besar. Butuh nutrisi dan perawatan yang bagus,” kata Abi Lukman.Ashraf mengangguk setuju. “Ba
Abi Lukman meminta keamanan untuk memisahkan Fakih dengan Dzaki yang belum juga menyelesaikan perdebatannya. Keduanya dipisah dan dijauhkan. Lalu keadaan kembali normal. Meskipun beberapa orang masih menyinggung ucapan tadi. Namun Ashraf dan Balqis tetap bersikap tenang. Tak ingin keadaan semakin kacau.“Urusan kita belum selesai, tunggu pembalasanku,” ucap Dzaki di luar halaman sedang bersama Fakih. Mereka berdua tetap berdebat di luar halaman rumah Ashraf.“Ouhh, ngancem ceritanya nih, ya jangan nyesel aja kalau nanti kalah sendiri. Tapi ingat ya, Dzaki, kamu gak berhak ikut campur urusan Ashraf, awas saja kalau sampai seperti tadi. Akan ku buat kamu menyesal seumur hidup!” ancam Fakih karena kesabarannya sudah habis.Dzaki tak menjawab, amarahnya juga sama memuncak. Lalu Ashraf datang seorang diri menghampiri Dzaki dan Fakih yang belum selesai juga. “Ustadz Dzaki, jangan berbuat seperti itu lagi. Saya tau maksud anda, anda iri dengki kan sama saya, tapi itu kan sudah hal masa lalu
Ashraf tersadar dari tidurnya karena benturan tadi cukup keras. Ashraf berdiri dan merasakan nyeri di lengan dan dengkulnya sendiri. “Astaghfirullah, kenapa bisa jatuh, aduh, luka nih,” keluh Ashraf sambil mengusap lengannya.“Kasian, xixixi,” sindir dari seorang perempuan yang duduk di atas tempat dirinya dirawat.Ashraf menoleh pada suara itu. Ashraf langsung berdiri dan matanya sampai melotot tajam. Ashraf seperti tak percaya melihat perempuan di depannya itu. Pemandangan yang sangat ingin Ashraf lihat.“Ini pasti mimpi,” ucap Ashraf mengucek kedua matanya. Sambil lalu tak memperhatikan kehadiran perempuan itu.“Mas Ashraf, sakit ya?” tanya perempuan itu sambil memberikan ASI-nya pada salah satu bayi mungil.“Ya Allah. Hamba memang belum ikhlas, tapi kenapa ini sangat nyata,” ucap Ashraf memijit pelipisnya sambil mondar mandir tak mau melihat perempuan itu.“Mas, ada apa sih? Gak kangen gitu sama aku, ini loh, anaknya lagi minum asi. Lucu kan?” ucap perempuan itu masih sambil terse