Anggi bingung dengan pertanyaan Balqis. Dia baru menyadari kalau ucapannya tentang masa lalu akan menjadi pertanyaan besar bagi yang tidak mengetahuinya. Ashraf dan Fakih juga saling melirik, bingung harus menjawab apa."Ouh, itu biasalah dulu kan temen-temen sering jadiin Ustadz Ashraf dari bagian halu mereka. Jadi dulu ada yang nyebut Ustadz Ashraf itu jadi bintang," ucap Anggi agak kikuk."Ouhh, iya-iya. Terus Mas Ashraf sering makan masakan kamu?" ulang Balqis dari pernyataan Anggi barusan."Ya bukan cuma Ustadz Ashraf, ada Ustadz Fakih, Ustadz Ridho bahkan Ustadz Mahmud juga sering. Kan kamu tau kalau Papa aku kenal semua sama Ustadz di pesantren," jawab Anggi tersenyum samar."Iya juga sih, ya sudah ayo kita pulang, Mas," ucap Balqis tanpa kenaruh curiga. Anggi pun bernafas lega dengan penuturan Balqis."Ayo," jawab Ashraf lalu segera menggandeng lengan Balqis. Keduanya pun berjalan menuju ke mobilnya. Sementara Anggi dan Fakih masih terdiam menyaksikan kepergian dari kedua pasa
"Jaga mulut kamu ya. Dia ini yang pelakor! Dasar gak tau malu. Paling hamil sekarang gara-gara ngasih obat ke Ashraf biar tertarik. Asal kamu tau Balqis, Ashraf itu cuma kasihan dengan anak dikandunganmu. Tidak kasihan dengan kamu, sadar woy sadar," geram Ayra mengguncang bahu Balqis. Anggi tak tinggal diam sang sahabat dibuat seperti itu. Meskipun dalam hatinya juga ada rasa sakit hati sebab yang menikah dengan Ashraf adalah Balqis, sahabatnya sendiri."Ning Ayra, harusnya Ning Ayra yang jaga ucapan. Ning Ayra ini teladan bagi semua santri. Kok ucapannya lebih rendahan dari orang luar yang awam terhadap agama? Malahan lebih sopan mereka masih, cih," sungut Anggi berada ditengah-tengah Ayra dan Balqis.Ashraf mendekati Balqis yang sudah menahan amarahnya. Wajah Balqis memerah dan nafasnya naik turun. Ashraf berusaha menenangkan sang istri."Diam kamu ya, saya ini bicara sama Balqis. Gak usah bawa-bawa kesopanan. Nasihati teman kamu yang gak ada sopan santun itu. Ngerebut tunangan ora
"Terserah Mas Ashraf saja mau ngomong apapun. Ayo makan siang. Mau aku masakin nasi goreng?" tanya Balqis mengalihkan topik."Boleh," jawab Ashraf. Ternyata Ashraf pun mungkin sudah lapar. Menyetujui ucapan Balqis. Lalu keduanya pergi ke dapur.Balqis langsung menyiapkan semua bahannya. Hanya cukup dengan bumbu sederhana. Balqis mulai menyiapkan nasi, sebutir telur, bawang putih dan bawang merah dan juga bawang daun. Lalu Balqis memotong tipis-tipis bawang merah dan putih. Dan juga beberapa sosis dan juga bakso.Lalu Balqis memanaskan minyak goreng di wajan anti lengket. Dan menumis perbawangan dan setelah harum baru memasukkan nasi goreng beserta kocokan telur lepas dan sosis juga bakso. Tak lupa Balqis menambahkan kecap manis agar nasi goreng semakin nikmat.Setelah dirasa tercampur semua Balqis lalu menghidangkan di sebuah piring berwarna pink. Piring kesukaannya yang dibelikan Umi Risma. Dan Balqis menambahkan irisan timun dan juga tomat agar terasa lebih segar dan rapi.Sementara
Ayra langsung berlari menuju ruang pengasuh keluarga. Setelah mendengar kata “Ayah” Ayra sangat tak suka. Dia tak ingin bertemu dengan ayahnya yang telah membuangnya dan menjadikan dia menjadi seperti ini. Meskipun itu tujuannya baik Ayra tak akan peduli. Ayra sungguh kecewa.“Nyai Asma,” panggil Ayra saat sudah berada di dalam. Semenjak tau kalau Nyai Asma bukan ibu kandungnya. Ayra mulai tak memanggilnya dengan sebutan Ummah lagi.“Ayra,” sahut Nyai Asma lalu memeluk putri yang sangat dirindukannya. Meskipun tinggal di dalam satu lingkungan yang sama namun Nyai Asma kesulitan bertemu dengan Ayra. Itu karena Ayra selalu menghindar darinya. Dengan dalih kecewa atas kebohongan yang telah ada.Disana terdapat seorang laki-laki yang agak mirip dengan Kyai Zulkifli namun sedikit terlihat lebih tua. Ayra mengamati seorang laki-laki itu dengan seksama. Namun laki-laki itu segera menunduk."Duduk dulu, Ayra. Ini ada yang mau bertemu," ucap Kyai Zulkifli meminta Ayra duduk disebelahnya. Namun
Anggi menatap Ridho dengan kesal. Bisa-bisanya Ridho mengatakan hal seperti itu pada Balqis di tempat ramai. Balqis menatap ke Anggi dengan mimik wajah bertanya. Meminta penjelasan tentang kenyataan yang terjadi. "Anggi, Bintang itu Ustadz Ashraf?" tanya Balqis mendesak Anggi.Anggi memijat pelipisnya yang tak sakit. "Jangan dibahas, Qis. Itu kan sudah jadi masa lalu," ucap Anggi menggeleng."Tapi harus dibahas, Nggi, aku butuh penjelasan. Kenapa kamu gak bilang dari dulu kalau Bintang itu Ustadz Ashraf. Aku kira Bintang itu kakak kelas jurusan IPA," ujar Balqis dengan khawatir."Qis, udah. Kalau kata aku udah ya udah. Lagian sekarang aku udah gak suka lagi sama Ustadz Ashraf. Itu dulu," terang Anggi tak ingin semakin panjang perdebatannya dengan Balqis.Balqis terdiam tak ingin membuat Anggi tak nyaman dengan desakannya. Sudah cukup kemarin Anggi membelanya di depan Ayra dan banyak pengurus lainnya."Lah, udah gitu doang berantemnya? Tapi keknya kamu masih ngejar-ngejar Ustadz Ashraf
Ashraf menyusuri sepanjang jalan namun tak juga menemukan Balqis. Ashraf sengaja tidak menghalangi Balqis saat keluar dari mobilnya. Dia ingin memberi waktu untuk Balqis agar menenangkan pikiran. Namun setelah Ashar memutuskan untuk menysul Balqis. Ashraf kembali dibuat khawatir saat menemui Ridho tapi Ridho hanya sendirian. Ashraf gengsi untuk bertanya kepada Ridho tentang keberadaan Balqis.Lalu lalang kendaraan dan bisingnya suara keramaian. Membuat Ashraf semakin khawatir sebab datitadi panggilan Ashraf tak juga dijawab oleh Balqis. Wajar saja jika memang nomor Balqis yang tidak aktif. Tapi masalahnya nomor Balqis berdering namun tak kunjung diangkat.Seingat Ashraf, Balqis bukan tipe orang yang suka membuat khawatir sesama. Balqis hanya bertahan di panggilan ketiga jika dia memang berniat untuk tak merespon si pemanggil."Kemana kamu, Balqis," beo Ashraf sambil melihat ke kanan dan ke kiri sepanjang jalan yang ia lewati.Sambil juga Ashraf menghubungi keluarganya. Takutnya Balqis
"Maaf bapak, laporan akan masuk setelah orang tersebut hilang selama dua puluh empat jam," ucap seorang petugas di kantor kepolisian."Astaghfirullah bapak, tapi istri saya ini sudah hilang dari siang tadi. Kalau dia sampai kenapa-kenapa gimana?" cecar Ashraf mengatup kedua tangannya."Maaf bapak, ini sudah menjadi peraturan," ujar bapak petugas itu lalu meninggalkan Ashraf bersama keluarganya.Ashraf memijat pelipisnya pelan. Kepalanya pusing, rasa khawatir terhadap Balqis sangatlah besar. Apalagi Balqis sedang mengandung anaknya. Ashraf tak ingin terjadi sesuatu kepada Balqis dan juga anak yang dikandungnya."Sudah, kita cari cara lain saja. Kita bayar orang buat cari Balqis," ucap Abi Lukman menepuk baju Ashraf pelan. Berusaha menguatkan sang putra. Karena ketenangan dan waktu sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan musibah mereka saat ini."Iya, Fakih juga setuju, Om. Orang tua ada beberapa kenalan detektif dan beberapa petarung yang biasanya menangani kehilangan orang," usul Fakih
Ashraf meneliti kembali tas berwarna pink berukuran sedang itu. Setelah benar-benar yakin tas itu milik sang istri, barulah Ashraf membuka dan melihat isi tas itu."Ya Allah. Ini beneran milik Balqis," ucap Ashraf lalu terduduk lemas. Perasaannya kembali teriris. Tas itu menunjukkan bahwa Balqis benar-benar hilang diculik oleh orang yang entah siapa Ashraf tak mengetahuinya."Sabar nak, Insya Allah. nak Balqis bakal baik-baik saja. Dia anak yang kuat dan pastinya dia akan selalu dijaga oleh Allah.," papar Umi Risma mencoba menenangkan sang anak. Umi Risma ikut berjongkok mengelus bahu Ashraf terus-menerus. Sementara Ashraf sudah berjatuhan air matanya karena melihat tas Balqis beserta barang-barang milik Balqis ada dalam tas itu.Kalau memang benar Balqis melarikan diri buat apa dia meninggalkan barang-barangnya. Apalagi di dalam tas itu ada dompet milik Balqis yang berisi ATM dan sejumlah uang cash."Ini kak Fakih sudah bersama beberapa detektifnya, ayo kita kesana," ucap Gibran menu