"Ada apa, Mas" tanya Balqis sambil membawa segelas susu putih untuk Ashraf. "Saya disuruh ke pesantren besok, gimana ya," ungkap Ashraf mondar mandir. "Terus kenapa masih bingung? Kalau itu sudah perintah kyai, ya kabulin saja," ucap Balqis lalu menaruh segelas susu itu di atas meja ruang tamu. "Tapi kan, kita baru cuma sehari kalau besok sudah pulang. Saya juga sudah mengambil libur tiga hari," ucap Ashraf lalu duduk dengan wajah kebingungan. "Ya gak apa-apa, Mas. Toh sebentar lagi kan ujian semester terus liburan. Nanti puas-puasin dah liburannya ya," ucap Balqis menyabarkan Ashraf yang masih kebingungan. "Berarti kamu gak apa-apa kalau kita pulang besok," tanya Ashraf. Balqis mengangguk," iya, mau kok. Udah jangan dibuat bingung ya, ayo minum susunya biar pedesnya bisa dapat dinetralisirkan," titah Balqis menyodorkan segelas susu rasa Vanilla. Ashraf pun menerima pemberian Balqis itu. "Alhamdulillah, terima ya istriku," ungkap Ashraf dengan tersenyum penuh arti. Balqis langs
"Iya ya, padahal kemarin dia kan buat maksiat di pesantren ini. Kok masih bisa jadi orang kepercayaan Kyai. Jadi curiga," ucap ustadz yang lain juga."Jangan gitu, ustadz Ashraf kan alim ya? Kalau kata santri putri disini Ustadz Dingin!" sindir Ustadz Zain semakin menjadi."Jangan begitu Ustadz senior. Ustadz Ashraf ini kan Ustadz terbaik dan teladan di pesantren Al Fatah. Kita mah apa, tapi Ustadz Ashraf gak beneran pakai ilmu jampi-jampi kan buat memikat banyak orang?" gumam Ridho yang ikut menyindir Ashraf."Loh, Ridho kalau ngomong suka bener!" ucap Zain sambil tertawa bersama beberapa ustadz yang memang tidak menyukai Ashraf."Astaghfirullah, kalian ini Ustadz tapi omongannya kek orang luar yang tak berilmu, miris," ungkap Fakih yang berada di samping Ashraf. Ikut membela sang sahabat yang hanya bungkam dibicarakan di depannya."Sudah Ashraf, jangan dengerin omongan orang-orang seperti mereka. Makan hati aja," sambung Fakih memegang kedua bahu Ashraf. Mencoba memberi keregangan u
"Ning Ayra," sapa petugas saat berada di ruang pengurus putri. Ada beberapa ustadzah juga yang tengah istirahat karena sekarang jam istirahat.Ayra terlihat sibuk dengan kegiatannya sendiri. Entah apa yang dia lakukan dengan laptopnya. Namun tak ada sahutan dari dirinya."Bukannya mau ikut campur, tapi kami mau tau kebenarannya," ungkap seorang ustadzah yang lain."Apa? Kalain ganggu saya lagi kerja aja, sibuk ini!" sahut Ayra dengan wajah kesal lalu kembali berkutat dengan laptopnya."Ini Ning, ada info yang menyebar kalau Ning Ayra ini bukan anak kandung Kyai Zulkifli dan Nyai Asma," jawab pengurus putri itu belum melanjutkan ucapannya sudah Ayra potong pembicaraannya."Terus kalian mau apa?" tanya Ayra mematikan laptopnya dan menutupnya cukup keras."Tidak ada Ning, kami hanya ingin mengetahui kebenarannya. Soalnya kalau cuma menerka takutnya jatuh ke fitnah. Soalnya banyak santriwati juga yang penasaran," ucap pengurus itu."Heh, gak usah ikut campur urusan saya. Kalian ini siapa
Ashraf menutup penuh wajahnya dengan kesepuluh jarinya. Gibran dan Fakih sudah tertawa terbahak-bahak. Bahkan Fakih yang sampai guling-guling saking ngakaknya dengan penampilan Ashraf."Jangan ketawa, Mas Ashraf lagi ngabulin ngidamnya Balqis," ungkap Balqis menutup mulutnya. Menyuruh orang lain agar tak tertawa tapi dirinya sendiri tertawa kecil."Ouh, Ashraf lagi cosplay penyanyi rocker genre dangdut ya," ucap Fakih dengan sengaja menekan kata Rocker dan dangdut."Ya sudah teruskan aja, lucu kok," ucap Umi Risma tersenyum samar melihat sang anak sulung yang dingin menjadi hello Kitty saat bersama istrinya."Apa sih," sahut Ashraf duduk di salah satu kursi dengan wajah merah menahan malu.Abi Lukman yang menyadari sang anaknya sangat malu. Abi Lukman hanya diam saja meskipun di dalam hatinya ingin tertawa melihat sang anak yang sangat berbeda sekali."Gak papa Bro, sekali-kali bahagiain istri. Pahala Lo," ucap Fakih menepuk pelan bahu Ashraf dan ikut duduk di sebelah Ashraf."Ini nih
Ashraf keluar kamarnya dengan membawa bantal dan selimut. Hari sudah cukup malam, sementara Abi Lukman dan Umi Risma sudah terlelap dalam tidurnya. Akhirnya Ashraf memilih untuk tidur di ruang tamu. Sebenarnya Ashraf ingin tidur di ruang tengah saja, di depan tv. Namun Ashraf takut nanti orang tuanya berpikir macem-macem ke Balqis. Ya meskipun hal itu nanti malah Ashraf yang akan ditertawakan sekeluarga.Balqis yang sudah mencoba memejamkan mata namun tak bisa. Dia marah dengan sikap Ashraf tadi tapi dia juga tidak tega jika harus menghukum Ashraf untuk tidak tidur di kamarnya. Balqis mencoba bangkit dan duduk di meja belajar. Sepertinya dia harus menulis dulu untuk malam ini agar pikirannya terkuras dan dengan mudahnya nanti dia aka tertidur dengan sendirinya.Balqis mencoba menggerakkan penanya di atas kertas putih. Kata demi kata Balqis tulis dengan hati. Kalimat demi kalimat Balqis rangkai agar menjadi paragraf yang indah. Balqis mencurahkan isi hatinya dan juga tentang suaminya.
"Kalau ada tamu itu diajak ke dalam dulu biasanya. Masa langsung di introgasi di luar rumah," sindir Ridho mengembangkan senyum ke Balqis.Ashraf terdiam dengan muka tajam. Tatapannya begitu menusuk dan nyalang. Ashraf mengepalkan tangannya, sementara Balqis takut melihat reaksi suaminya itu. Ridho hanya tersenyum tanpa rasa takut dengan tatapan Ashraf."Masuk," tukas Ashraf akhirnya. Lalu menggandeng Balqis dan membuka pintu lebar. Balqis menganga karena sikap Ashraf sangat diluar nalar. Membiarkan Ridho memasuki rumahnya dengan bebas. Ridho pun mengikuti langkah suami istri itu."Rumahnya cukup besar ya. Balqis, kamu bahagia gak tinggal disini?" tanya Ridho melihat sekitar tata letak ruang tamu di rumah Ashraf."Maksud kamu apa Ridho?" tanya Balqis bingung. Sebab pertanyaan Ridho yang agak aneh menurut Balqis."Iya aku tanya, kamu bahagia gak tinggal disini bersama Ustadz Ashraf yang dingin dan cuek ini," gumam Ridho menatap Ashraf dan tersenyum ke arah Balqis."Ya bahagialah, kamu
"Ayra," sapa Ashraf saat di toko bunga. Selesai dari pulang mengajar Ashraf sengaja mampir di toko bunga untuk membelikan Balqis. Karena selama menjadi seorang suami Ashraf belum pernah menghadiahkan Balqis apapun."Apa?" tanya Ayra mendongak. Dia sedang sibuk memilih bunga yang terpajang di dalam toko itu."Kamu kan yang ngirim bunga tadi ke saya. Kamu sengaja ya mau buat masalah lagi?" tanya Ashraf."Apaan sih, mana aku tau. Ini aja mau beli bunga sekarang," ucap Ayra mendengkus.Ashraf terus melihat Ayra dengan penuh kecurigaan. Karena bunga tadi yang dia terima sempat menghantui perjalanan dia. Hingga sampai di tengah kota, dia melihat toko bunga. Dan Ashraf pun langsung berniat untuk membelikannya buat Balqis.Ashraf memeilih beberapa jenis bunga. Mulai dari bunga mawar merah, bunga melati, bunga Lily, bunga daisy bahkan sampai bunga tulip. Namun Ashraf tertarik dengan bunga mawar merah. Lalu Ashraf menghampiri penjual bunga di toko itu."Mbak, bunga yang melambangkan cinta yang
"Maksud kamu, siapa yang ketemu Ayra?" tanya Ashraf dengan ekspresi kebingungan. Sebab waktu di toko bunga dia tak melihat keberadaan Balqis. Atau jangan-jangan Ayra yang memberi tahunya."Ini apa?" ucap Balqis sambil menunjukkan sebuah foto di layar ponselnya.Ashraf terkejut saat melihat galeri ponsel Balqis yang menampilkan dirinya dengan Ayra sedang berbincang. "Iya tadi ketemu, itu pun gak sengaja. Ya bahas itulah. Dia selalu nyalahin saya buat pertunangan kami yang batal. Gak bahas yang lain lagi kok," ungkap Ashraf mengedikkan kedua bahunya."Ouh, terus apa lagi?" tanya Balqis dengan raut wajah kesal. Terlihat sekali kecemburuan yang tampak dari wajahnya."Gak ada lagi, Balqis. Cuma bahas itu, dia nuduh saya sudah tau dari dulu soal dia bukan anak kandung kyai Zulkifli. Dia pikir saya ninggalin dia dan menikah denganmu ini direncanakan. Padahal saya juga baru tau tentang dia bukan anak kandung kyai Zulkifli ini," ungkap Ashraf lalu duduk di kasurnya. Dia cukup lelah dengan hari