"Akan saya pertimbangkan kembali, Ning," jawab laki-laki itu dengan santainya lalu menyulut sebatang rokok."Ini kesempatan kembali untuk kamu, Ridho. Jangan sia-sia kan tawaran saya. Rebut kembali Balqis dari Ashraf, kamu pasti tau kalau Balqis tak pernah bahagia dengan Ashraf. Dia hanya dimanfaatkan untuk menutupi aib Ashraf," ungkap Ayra dengan tatapan membenci. Perbincangan kedua orang itu tak ada yang tau. Sebab mereka hanya berdua tanpa pendamping siapapu. Ayra yang biasanya kemanapun selalu bersama Aulia, kini dia harus sendiri. Karena penyembunyian sebab dia kabur secara sembunyi dari pesantren Darussalam dengan alasan bertemu saudara untuk beberapa hari."Baik Ning Ayra, saya akan merebut kembali Balqis. Ini demi kebahagiaan Balqis sendiri," ungkap Ridho akhirnya lalu langsung berdiri dan pamit undur diri.Ayra tersenyum puas mendengar keputusan Ridho. Sebab inilah rencana yang dia rancang untuk saat ini. Mengadu domba antara Ridho dan juga Ashraf."Baguslah!" sorak Ayra den
Kyai Zulkifli Hasan, beliau seorang salah satu ulama di Jakarta Timur. Beliau merupakan murid dari Kyai Ja'far yang merupakan seorang alim lulusan dari Cairo, Mesir. Kyai Zulkifli berguru kepada Kyai Ja'far sejak dari Madrasah Tsanawiyah di pesantren Nurul Amin yang didirikan oleh Kyai Ja'far. Lalu Kyai Zulkifli melanjutkan mencari ilmu ke Universitas Taibah yang merupakan Universitas di Madinah. Lalu setelah selesai menuntut ilmu dan merasa cukup dengan ilmunya, barulah Kyai Zulkifli membangun pesantrennya sendiri. Yaitu pesantren Al-fatah yang sudah berdiri dua puluh dua tahun. Dan sekarang santri dan santriwati beliau mencapai belasan ribu. Sungguh pencapaian yang luar biasa.Sebelumnya, Kyai Zulkifli mempunyai seorang teman akrab pada saat beliau masih Madrasah Aliyah. Teman satu kelas dan juga satu blok kamar. Teman yang juga sama sukanya dalam menuntut ilmu. Namun setelah Kyai Zulkifli menuntut ilmu ke Madinah, mereka berdua berpisah. Hingga suatu hari mereka dipertemukan kemba
Mobil Ashraf berhenti di sebuah Villa yang berada di tengah bukit di Bogor. Pemandangan yang begitu indah dan udara yang sejuk. Membuat siapapun yang datang ke tempat itu pasti akan suka. Pepohonan dan tumbuhan hijau yang begitu banyak. Membuat semua terasa asri dan kehidupan desa yang menyegarkan. Terdapat juga beberapa kebun teh yang sangat luas dilihat dari Villa itu."Kita kesini?" tanya Balqis dengan ambisius menuruni mobil Ashraf. Lalu merentangkan kedua tangannya. Menghirup udara sehat sebanyak-banyaknya. Sebab di kota besar dia tak akan merasakan nikmat seperti ini."Iya, kita akan disini untuk beberapa hari. Saya ingin kamu istirahat dari semua masalah yang telah kamu lewati," ucap Ashraf memegang kedua pundak Balqis.Balqis tersenyum manis, rasanya seperti mimpi bahwa sekarang dia sudah diterima oleh seorang Ashraf yang dulunya begitu dingin dan cuek. Ternyata setelah cukup lama bersamanya, Ayra paham kalau Ashraf tak sedingin itu."Terima kasih," ucap Balqis. Lalu Balqis ke
Balqis terhenyak dengan pertanyaan wanita itu. Semua orang terdiam menunggu respon Balqis yang lagi kebingungan. Udara sejuk di kebun teh itu berubah menjadi angin yang mencekam. Padahal yang dikatakan wanita itu tak benar. Namun Ashraf yang memahami kondisi istrinya lalu menjawab pertanyaan wanita itu."Alhamdulillah kami menikah sudah dari dua bulan yang lalu. Dan istri saya sekarang memang hamil, usia kandungannya masih tiga Minggu," sahut Ashraf menjawab pertanyaan wanita itu dengan dingin."Ouhh, iya tuan iya. Saya kira hamil duluan, soalnya kan sekarang banyak kasus yang begitu. Hamil duluan baru nikah, anak muda zaman sekarang ya," ucap wanita itu tersenyum kecut mencoba mencairkan suasana.Namun beberapa pekerja lainnya malah geleng-geleng dengan tingkah wanita itu yang berlebihan terhadap Ashraf yang notabene nya anak dari bos mereka sendiri."Lain kali jangan asal ngomong Bu, takutnya jadi fitnah kalau gak bener. Saya ini bukan orang yang seperti itu," peringat Ashraf dengan
Ashraf tidak habis pikir dengan keinginan Balqis. Sedari tadi Balqis mendiaminya sebab keinginannya tidak Ashraf kabulkan. Bagaimana mau dikabulkan baru nyampe saja di Villa dan Balqis malah meminta makanan yang ada di seberang pesantren Al Fatah yang ada di Jakarta Timur. Jarak dari Bogor ke Jakarta Timur itu jauh apalagi jalanan di Bogor di dekat villa itu bukan jalan yang mulus jadi Ashraf tidak mengizinkan untuk kembali ke Jakarta.Sebab percuma dong liburannya pasar sudah menyiapkan itu semua Balqis. Maafin saya ya, permintaan kamu kali ini tidak bisa saya kabulkan. Lebih baik kamu minta lain yang bisa saya kabulkan,” mohon Ashraf mengatupkan kedua tangannya. Ashraf mendekati Balqis dan Balqis pun diam tanpa menoleh ke arah Ashraf. Lalu Ashraf pun mencoba merayu Balqis dengan mengelus kepalanya, biasanya Balqis menyukai perhatian Ashraf yang seperti itu. Namun kali ini Balqis tak mengindahkan keberadaan Ashraf. Dirinya duduk cemberut sambil memandangi hamparan kebun teh di hadap
"Ada apa, Mas" tanya Balqis sambil membawa segelas susu putih untuk Ashraf. "Saya disuruh ke pesantren besok, gimana ya," ungkap Ashraf mondar mandir. "Terus kenapa masih bingung? Kalau itu sudah perintah kyai, ya kabulin saja," ucap Balqis lalu menaruh segelas susu itu di atas meja ruang tamu. "Tapi kan, kita baru cuma sehari kalau besok sudah pulang. Saya juga sudah mengambil libur tiga hari," ucap Ashraf lalu duduk dengan wajah kebingungan. "Ya gak apa-apa, Mas. Toh sebentar lagi kan ujian semester terus liburan. Nanti puas-puasin dah liburannya ya," ucap Balqis menyabarkan Ashraf yang masih kebingungan. "Berarti kamu gak apa-apa kalau kita pulang besok," tanya Ashraf. Balqis mengangguk," iya, mau kok. Udah jangan dibuat bingung ya, ayo minum susunya biar pedesnya bisa dapat dinetralisirkan," titah Balqis menyodorkan segelas susu rasa Vanilla. Ashraf pun menerima pemberian Balqis itu. "Alhamdulillah, terima ya istriku," ungkap Ashraf dengan tersenyum penuh arti. Balqis langs
"Iya ya, padahal kemarin dia kan buat maksiat di pesantren ini. Kok masih bisa jadi orang kepercayaan Kyai. Jadi curiga," ucap ustadz yang lain juga."Jangan gitu, ustadz Ashraf kan alim ya? Kalau kata santri putri disini Ustadz Dingin!" sindir Ustadz Zain semakin menjadi."Jangan begitu Ustadz senior. Ustadz Ashraf ini kan Ustadz terbaik dan teladan di pesantren Al Fatah. Kita mah apa, tapi Ustadz Ashraf gak beneran pakai ilmu jampi-jampi kan buat memikat banyak orang?" gumam Ridho yang ikut menyindir Ashraf."Loh, Ridho kalau ngomong suka bener!" ucap Zain sambil tertawa bersama beberapa ustadz yang memang tidak menyukai Ashraf."Astaghfirullah, kalian ini Ustadz tapi omongannya kek orang luar yang tak berilmu, miris," ungkap Fakih yang berada di samping Ashraf. Ikut membela sang sahabat yang hanya bungkam dibicarakan di depannya."Sudah Ashraf, jangan dengerin omongan orang-orang seperti mereka. Makan hati aja," sambung Fakih memegang kedua bahu Ashraf. Mencoba memberi keregangan u
"Ning Ayra," sapa petugas saat berada di ruang pengurus putri. Ada beberapa ustadzah juga yang tengah istirahat karena sekarang jam istirahat.Ayra terlihat sibuk dengan kegiatannya sendiri. Entah apa yang dia lakukan dengan laptopnya. Namun tak ada sahutan dari dirinya."Bukannya mau ikut campur, tapi kami mau tau kebenarannya," ungkap seorang ustadzah yang lain."Apa? Kalain ganggu saya lagi kerja aja, sibuk ini!" sahut Ayra dengan wajah kesal lalu kembali berkutat dengan laptopnya."Ini Ning, ada info yang menyebar kalau Ning Ayra ini bukan anak kandung Kyai Zulkifli dan Nyai Asma," jawab pengurus putri itu belum melanjutkan ucapannya sudah Ayra potong pembicaraannya."Terus kalian mau apa?" tanya Ayra mematikan laptopnya dan menutupnya cukup keras."Tidak ada Ning, kami hanya ingin mengetahui kebenarannya. Soalnya kalau cuma menerka takutnya jatuh ke fitnah. Soalnya banyak santriwati juga yang penasaran," ucap pengurus itu."Heh, gak usah ikut campur urusan saya. Kalian ini siapa
Setelah empat tahun semenjak kelahiran ketiga anak kembar Balqis dan Ashraf. Akhirnya Ashraf mampu membuat pesantren sendiri. Bermodalkan dari usahanya yang sukses semakin berkembang besar dan jerih payahnya atas dakwahnya yang berhasil membuat banyak orang mengenalnya. Dari sanalah, Ashraf membangun relasi yang banyak dan kuat. Pesantren Al Muhajirin yang bertepatan di kota Semarang. Pesantren yang masih memiliki beberapa ratus santri. Karena memang baru berdiri sekitar dua tahunan. Merupakan pencapaian terbesar untuk Ashraf dan Balqis.“Kyai Ashraf, tamunya sudah datang. Beliau sedang menunggu di Masjid,” ucap seorang pengurus putra menemui Ashraf di ruang khusus tempat Ashraf beribadah.“Setelah ini saya kesana,” kata Ashraf menyudahi dzikirnya. Lalu segera menuju ke rumah yang berada di ujung pertengahan antara asrama putra dan asrama putri.“Humairah,” panggil Ashraf memasuki kamarnya. Pandangan pertama yang dilihat ialah ketiga putranya yang sedang belajar menulis bahasa arab d
Satu tahun kemudian, Gibran lulus madrasah Aliyah dan dia berhasil mendaftar kuliah di universitas luar negeri. Yaitu Universitas Cairo, Mesir. Dengan mengambil jurusan Tafsir Hadits. Perasaan terharu oleh kelas sebelas PK A. Saat ini mereka sedang merayakan kelulusannya di asrama putra. Setelah acara resmi kelulusan mereka oleh pesantren Al Fatah.“Bye bro, setelah ini kamu akan merindukan aku,” kata Andre dengan menyalami satu per satu temannya. Semuanya pun tertawa ngakak karena ekspresi Andre yang hampir mau menangis.“Sampai bertemu di waktu lain, bro,” ucap Gibran pada Andre sambil menepuk bahu Andre berkali-kali.“Siap bro, kamu semoga sukses ya,” kata Andre pada Gibran. Mereka semua melakukan pelukan persahabatan. Acara sederhana di kantin asrama putra itu. Mereka makan bersama sambil merencanakan rencana yang akan mereka lakukan setelah lulus. Lalu Ashraf datang bersama dengan Fakih. Sudah agak lama Ashraf tak berkunjung ke Al Fatah. Paling hanya kalau mau ketemu Gibran atau
Ashraf membawa Balqis di suatu tempat tak jauh dari gang komplek rumahnya. Mereka berdua pergi dengan menggunakan motor. Terlihat begitu mesra saat Balqis memeluk Ashraf dari belakang. Ashraf pun terlihat memperlakukan Balqis dengan sebaik mungkin. Memasangkan helm dan juga membantu Balqis naik dan turun dari motor.Setelah sampai di gedung yang tak seberapa besar itu. Mereka pun sama-sama turun. Memasuki gedung itu sambil bergandengan tangan. Tak ada yang berniat untuk melepas gandengan tangan keduanya. Disana mereka sudah disambut dengan beberapa orang. Ada Fakih dan Bagas dan beberapa ibu-ibu yang memakai baju yang seragam warnanya. Mereka semua tersenyum menyambut kedatangan Ashraf dan Balqis.Lalu mereka berkumpul di satu ruangan yang sama. Ada beberapa bapak-bapak yang juga cukup berumur.“Hari ini adalah pembukaan untuk bisnis kuliner kering, ini Ashraf selamu owner. Semoga bisnis kita lancar,” ucap Fakih membuka pembicaraan. Semuanya tampak memperhatikan dengan baik setiap pes
Ayra memutuskan untuk mempunyai hobi baru dan memilih untuk hidup lebih mandiri lagi. Semenjak hari itu Ayra benar-benar memikirkan nasibnya lagi. Mencoba untuk melupakan semua kenangannya dengan Ashraf. Bahkan semua hal tentang Ashraf, Ayra sudah buang jauh-jauh. Seperti hari ini Atra memilih untuk ke pentas seni lukisan di sekitar Jakarta Timur. Sebab Ayra memang punya hobby yang pernah dia tekuni yaitu suka melukis.Tampilan beberapa seni lukis yang di pajang di lorong-lorong menuju ruangan bazar seni lukis itu. Ada banyak tampilan lukisan dari berbagai penulis besar. Banyak orang yang hadir termasuk para penikmat lukis dan juga beberapa orang yang ingin belajar khusus di seni lukis.“Ning Ayra,” sapa seorang laki-laki dengan pakaian khas santri. Para santri Al Fatah memang se konsisten itu tentang pakaian ke santriannya. Baik itu masih menjadi santri maupun sudah menjadi alumni santri.Ayra menoleh dan melihat laki-laki itu dengan cermat. Namun Ayra sedikit lupa laki-laki itu siap
Balqis menepuk-nepuk punggung putranya dengan bergantian. Sebab salah satu menangis maka keduanya juga ikut menangis. Karena mereka sedang tertidur jadi bangun karena salah satunya ramai karena menangis.“Cup cup cup, ayo anak ibu, diemnya jagoan. Ibu lagi sendirian soalnya, ayah lagi ada urusan. Ayo mana anak Sholeh kok cengeng sih, ayo diam, kalian kenapa sih nak? Mas Ashraf, angkat dong,” ucap Balqis seorang diri sambil menenangkan ketiga buah hatinya. Dan juga sambil berusaha menghubungi Ashraf. Karena panggilannya tak diangkat sudah beberapa kali.Lalu Ashraf tiba-tiba masuk ke kamar dengan terburu-buru dan langsung menggendong satu per satu putranya. “ Maaf Humairah, tadi hpnya ke silent, jadi ga kedengaran waktu kamu nelfon. Maaf ya anak-anak ayah, ayah telat datengnya. Sekarang tenang ya, kasian ibu kamu pasti capek,” kata Ashraf sambil menggendong anaknya. Satu per satu dan sampai mereka semuanya tenang. Baru Ashraf taruh kembali ke ranjang tempat tidurnya.“Gak apa-apa kok M
Balqis memberikan asi pada ketiga putranya. Dengan sangat pelan dan bergantian, putranya pun terlihat sangat menikmati. “Mas, liat anak-anak kita, dia semakin gembul ya,” ujar Balqis menunjukan salah satu putranya pada Ashraf yang sedang berkutat dengan laptopnya.“Iya Humairah, mirip kamu ya kalau gembul gini,” kata Ashraf sambil menoel-noel pipi putra-putranya. Anak pertama dipanggil Adam anak kedua dipanggil Idris dan anak ketiga dipanggil Ibrohim. Semua itu nama-nama yang diberikan oleh Ashraf. Karena memang dari jauh-jauh hari mereka mempersiapkannya. Ashraf sangat senang dengan pemberian nama itu kepada ketiga putranya. Sebab dia tak menyangka kalau akan dikarunia langsung tiga putra yang sangat menggemaskan. Sementara Balqis memang menyerahkan nama-nama untuk anaknya kepada sang suami.“Humairah, saya izin mau bertemu dengan teman saya. Mau bahas seputar bisnis, boleh?” tanya Ashraf meminta izin untuk pergi keluar.Balqis meletakkan bayinya di ranjangnya. “Iya Mas, hati-hati y
Abi Lukman tertawa melihat Ashraf yang sangat antusias saat pembahasan tentang pembuatan pesantren. “Raf, sebegitunya pengen buat pesantren? Tapi kan anak-anakmu masih sangat kecil, kamu juga masih terlalu muda. Apa kamu sanggup untuk menanggung semua itu?” tanya Abi Lukman.Ashraf menggaruk kepalanya, sedikit tak yakin dengan keinginannya sendiri untuk langsung membangun pesantren. “Ashraf pengen, Abi, tapi Ashraf belum tau apa sanggup untuk melakukan semuanya itu. Menurut abi, Ashraf harus gimana?” ucap Ashraf tak mampu menentukan pilihannya sendiri.“Begini nak, kamu cari pekerjaan dulu, cari pekerjaan yang sesuai yang sekiranya tak menganggu waktu, sebab anak kamu masih kecil. Sebenarnya yang kata Abi itu bisa buat pesantrennya, itu mau Abi bantu modal. Tapi kan kamu pasti gak mau buat dibantu secara permodalan, ya sudah kamu usaha dulu, anak-anakmu masih kecil dan butuh biaya yang cukup besar. Butuh nutrisi dan perawatan yang bagus,” kata Abi Lukman.Ashraf mengangguk setuju. “Ba
Abi Lukman meminta keamanan untuk memisahkan Fakih dengan Dzaki yang belum juga menyelesaikan perdebatannya. Keduanya dipisah dan dijauhkan. Lalu keadaan kembali normal. Meskipun beberapa orang masih menyinggung ucapan tadi. Namun Ashraf dan Balqis tetap bersikap tenang. Tak ingin keadaan semakin kacau.“Urusan kita belum selesai, tunggu pembalasanku,” ucap Dzaki di luar halaman sedang bersama Fakih. Mereka berdua tetap berdebat di luar halaman rumah Ashraf.“Ouhh, ngancem ceritanya nih, ya jangan nyesel aja kalau nanti kalah sendiri. Tapi ingat ya, Dzaki, kamu gak berhak ikut campur urusan Ashraf, awas saja kalau sampai seperti tadi. Akan ku buat kamu menyesal seumur hidup!” ancam Fakih karena kesabarannya sudah habis.Dzaki tak menjawab, amarahnya juga sama memuncak. Lalu Ashraf datang seorang diri menghampiri Dzaki dan Fakih yang belum selesai juga. “Ustadz Dzaki, jangan berbuat seperti itu lagi. Saya tau maksud anda, anda iri dengki kan sama saya, tapi itu kan sudah hal masa lalu
Ashraf tersadar dari tidurnya karena benturan tadi cukup keras. Ashraf berdiri dan merasakan nyeri di lengan dan dengkulnya sendiri. “Astaghfirullah, kenapa bisa jatuh, aduh, luka nih,” keluh Ashraf sambil mengusap lengannya.“Kasian, xixixi,” sindir dari seorang perempuan yang duduk di atas tempat dirinya dirawat.Ashraf menoleh pada suara itu. Ashraf langsung berdiri dan matanya sampai melotot tajam. Ashraf seperti tak percaya melihat perempuan di depannya itu. Pemandangan yang sangat ingin Ashraf lihat.“Ini pasti mimpi,” ucap Ashraf mengucek kedua matanya. Sambil lalu tak memperhatikan kehadiran perempuan itu.“Mas Ashraf, sakit ya?” tanya perempuan itu sambil memberikan ASI-nya pada salah satu bayi mungil.“Ya Allah. Hamba memang belum ikhlas, tapi kenapa ini sangat nyata,” ucap Ashraf memijit pelipisnya sambil mondar mandir tak mau melihat perempuan itu.“Mas, ada apa sih? Gak kangen gitu sama aku, ini loh, anaknya lagi minum asi. Lucu kan?” ucap perempuan itu masih sambil terse