Mobil Ashraf berhenti di sebuah Villa yang berada di tengah bukit di Bogor. Pemandangan yang begitu indah dan udara yang sejuk. Membuat siapapun yang datang ke tempat itu pasti akan suka. Pepohonan dan tumbuhan hijau yang begitu banyak. Membuat semua terasa asri dan kehidupan desa yang menyegarkan. Terdapat juga beberapa kebun teh yang sangat luas dilihat dari Villa itu."Kita kesini?" tanya Balqis dengan ambisius menuruni mobil Ashraf. Lalu merentangkan kedua tangannya. Menghirup udara sehat sebanyak-banyaknya. Sebab di kota besar dia tak akan merasakan nikmat seperti ini."Iya, kita akan disini untuk beberapa hari. Saya ingin kamu istirahat dari semua masalah yang telah kamu lewati," ucap Ashraf memegang kedua pundak Balqis.Balqis tersenyum manis, rasanya seperti mimpi bahwa sekarang dia sudah diterima oleh seorang Ashraf yang dulunya begitu dingin dan cuek. Ternyata setelah cukup lama bersamanya, Ayra paham kalau Ashraf tak sedingin itu."Terima kasih," ucap Balqis. Lalu Balqis ke
Balqis terhenyak dengan pertanyaan wanita itu. Semua orang terdiam menunggu respon Balqis yang lagi kebingungan. Udara sejuk di kebun teh itu berubah menjadi angin yang mencekam. Padahal yang dikatakan wanita itu tak benar. Namun Ashraf yang memahami kondisi istrinya lalu menjawab pertanyaan wanita itu."Alhamdulillah kami menikah sudah dari dua bulan yang lalu. Dan istri saya sekarang memang hamil, usia kandungannya masih tiga Minggu," sahut Ashraf menjawab pertanyaan wanita itu dengan dingin."Ouhh, iya tuan iya. Saya kira hamil duluan, soalnya kan sekarang banyak kasus yang begitu. Hamil duluan baru nikah, anak muda zaman sekarang ya," ucap wanita itu tersenyum kecut mencoba mencairkan suasana.Namun beberapa pekerja lainnya malah geleng-geleng dengan tingkah wanita itu yang berlebihan terhadap Ashraf yang notabene nya anak dari bos mereka sendiri."Lain kali jangan asal ngomong Bu, takutnya jadi fitnah kalau gak bener. Saya ini bukan orang yang seperti itu," peringat Ashraf dengan
Ashraf tidak habis pikir dengan keinginan Balqis. Sedari tadi Balqis mendiaminya sebab keinginannya tidak Ashraf kabulkan. Bagaimana mau dikabulkan baru nyampe saja di Villa dan Balqis malah meminta makanan yang ada di seberang pesantren Al Fatah yang ada di Jakarta Timur. Jarak dari Bogor ke Jakarta Timur itu jauh apalagi jalanan di Bogor di dekat villa itu bukan jalan yang mulus jadi Ashraf tidak mengizinkan untuk kembali ke Jakarta.Sebab percuma dong liburannya pasar sudah menyiapkan itu semua Balqis. Maafin saya ya, permintaan kamu kali ini tidak bisa saya kabulkan. Lebih baik kamu minta lain yang bisa saya kabulkan,” mohon Ashraf mengatupkan kedua tangannya. Ashraf mendekati Balqis dan Balqis pun diam tanpa menoleh ke arah Ashraf. Lalu Ashraf pun mencoba merayu Balqis dengan mengelus kepalanya, biasanya Balqis menyukai perhatian Ashraf yang seperti itu. Namun kali ini Balqis tak mengindahkan keberadaan Ashraf. Dirinya duduk cemberut sambil memandangi hamparan kebun teh di hadap
"Ada apa, Mas" tanya Balqis sambil membawa segelas susu putih untuk Ashraf. "Saya disuruh ke pesantren besok, gimana ya," ungkap Ashraf mondar mandir. "Terus kenapa masih bingung? Kalau itu sudah perintah kyai, ya kabulin saja," ucap Balqis lalu menaruh segelas susu itu di atas meja ruang tamu. "Tapi kan, kita baru cuma sehari kalau besok sudah pulang. Saya juga sudah mengambil libur tiga hari," ucap Ashraf lalu duduk dengan wajah kebingungan. "Ya gak apa-apa, Mas. Toh sebentar lagi kan ujian semester terus liburan. Nanti puas-puasin dah liburannya ya," ucap Balqis menyabarkan Ashraf yang masih kebingungan. "Berarti kamu gak apa-apa kalau kita pulang besok," tanya Ashraf. Balqis mengangguk," iya, mau kok. Udah jangan dibuat bingung ya, ayo minum susunya biar pedesnya bisa dapat dinetralisirkan," titah Balqis menyodorkan segelas susu rasa Vanilla. Ashraf pun menerima pemberian Balqis itu. "Alhamdulillah, terima ya istriku," ungkap Ashraf dengan tersenyum penuh arti. Balqis langs
"Iya ya, padahal kemarin dia kan buat maksiat di pesantren ini. Kok masih bisa jadi orang kepercayaan Kyai. Jadi curiga," ucap ustadz yang lain juga."Jangan gitu, ustadz Ashraf kan alim ya? Kalau kata santri putri disini Ustadz Dingin!" sindir Ustadz Zain semakin menjadi."Jangan begitu Ustadz senior. Ustadz Ashraf ini kan Ustadz terbaik dan teladan di pesantren Al Fatah. Kita mah apa, tapi Ustadz Ashraf gak beneran pakai ilmu jampi-jampi kan buat memikat banyak orang?" gumam Ridho yang ikut menyindir Ashraf."Loh, Ridho kalau ngomong suka bener!" ucap Zain sambil tertawa bersama beberapa ustadz yang memang tidak menyukai Ashraf."Astaghfirullah, kalian ini Ustadz tapi omongannya kek orang luar yang tak berilmu, miris," ungkap Fakih yang berada di samping Ashraf. Ikut membela sang sahabat yang hanya bungkam dibicarakan di depannya."Sudah Ashraf, jangan dengerin omongan orang-orang seperti mereka. Makan hati aja," sambung Fakih memegang kedua bahu Ashraf. Mencoba memberi keregangan u
"Ning Ayra," sapa petugas saat berada di ruang pengurus putri. Ada beberapa ustadzah juga yang tengah istirahat karena sekarang jam istirahat.Ayra terlihat sibuk dengan kegiatannya sendiri. Entah apa yang dia lakukan dengan laptopnya. Namun tak ada sahutan dari dirinya."Bukannya mau ikut campur, tapi kami mau tau kebenarannya," ungkap seorang ustadzah yang lain."Apa? Kalain ganggu saya lagi kerja aja, sibuk ini!" sahut Ayra dengan wajah kesal lalu kembali berkutat dengan laptopnya."Ini Ning, ada info yang menyebar kalau Ning Ayra ini bukan anak kandung Kyai Zulkifli dan Nyai Asma," jawab pengurus putri itu belum melanjutkan ucapannya sudah Ayra potong pembicaraannya."Terus kalian mau apa?" tanya Ayra mematikan laptopnya dan menutupnya cukup keras."Tidak ada Ning, kami hanya ingin mengetahui kebenarannya. Soalnya kalau cuma menerka takutnya jatuh ke fitnah. Soalnya banyak santriwati juga yang penasaran," ucap pengurus itu."Heh, gak usah ikut campur urusan saya. Kalian ini siapa
Ashraf menutup penuh wajahnya dengan kesepuluh jarinya. Gibran dan Fakih sudah tertawa terbahak-bahak. Bahkan Fakih yang sampai guling-guling saking ngakaknya dengan penampilan Ashraf."Jangan ketawa, Mas Ashraf lagi ngabulin ngidamnya Balqis," ungkap Balqis menutup mulutnya. Menyuruh orang lain agar tak tertawa tapi dirinya sendiri tertawa kecil."Ouh, Ashraf lagi cosplay penyanyi rocker genre dangdut ya," ucap Fakih dengan sengaja menekan kata Rocker dan dangdut."Ya sudah teruskan aja, lucu kok," ucap Umi Risma tersenyum samar melihat sang anak sulung yang dingin menjadi hello Kitty saat bersama istrinya."Apa sih," sahut Ashraf duduk di salah satu kursi dengan wajah merah menahan malu.Abi Lukman yang menyadari sang anaknya sangat malu. Abi Lukman hanya diam saja meskipun di dalam hatinya ingin tertawa melihat sang anak yang sangat berbeda sekali."Gak papa Bro, sekali-kali bahagiain istri. Pahala Lo," ucap Fakih menepuk pelan bahu Ashraf dan ikut duduk di sebelah Ashraf."Ini nih
Ashraf keluar kamarnya dengan membawa bantal dan selimut. Hari sudah cukup malam, sementara Abi Lukman dan Umi Risma sudah terlelap dalam tidurnya. Akhirnya Ashraf memilih untuk tidur di ruang tamu. Sebenarnya Ashraf ingin tidur di ruang tengah saja, di depan tv. Namun Ashraf takut nanti orang tuanya berpikir macem-macem ke Balqis. Ya meskipun hal itu nanti malah Ashraf yang akan ditertawakan sekeluarga.Balqis yang sudah mencoba memejamkan mata namun tak bisa. Dia marah dengan sikap Ashraf tadi tapi dia juga tidak tega jika harus menghukum Ashraf untuk tidak tidur di kamarnya. Balqis mencoba bangkit dan duduk di meja belajar. Sepertinya dia harus menulis dulu untuk malam ini agar pikirannya terkuras dan dengan mudahnya nanti dia aka tertidur dengan sendirinya.Balqis mencoba menggerakkan penanya di atas kertas putih. Kata demi kata Balqis tulis dengan hati. Kalimat demi kalimat Balqis rangkai agar menjadi paragraf yang indah. Balqis mencurahkan isi hatinya dan juga tentang suaminya.