Home / Pernikahan / Suamiku Terjerat Rayuan Janda / Bab 4. Sebuah Pengakuan

Share

Bab 4. Sebuah Pengakuan

Author: Kanina
last update Huling Na-update: 2023-01-30 08:31:46

“Te-terima kasih,” ucap Mas Raka.

Aku menghampiri suamiku yang kini tengah terduduk di ruang tengah membawakan dua cangkir teh yang masih mengepulkan asap panasnya. Lalu aku letakkan dua cangkir teh itu di atas meja kecil di hadapannya.

Bisa kulihat raut wajahnya yang gugup. Berulang kali ia membetulkan posisi duduknya yang sepertinya tak nyaman. Padahal biasanya kami menghabiskan waktu berdua bersenda gurau di sana sebelumnya.

“Katakan apa yang akan kamu katakan,” ucapku berusaha setenang mungkin.

“Semua itu gak seperti yang kamu pikirkan, Zhy.”

“Lalu?”

“Semalam aku memang berada di sana. Tapi itu tak seperti yang kamu pikirkan.” Ucap suamiku.

Aku menyesap tehku yang mulai menghangat. Aku membiarkan dia panik. Aku hanya akan mendengarkan penjelasan darinya. Tak berniat untuk mengonfrontasinya terlebih dahulu. Aku masih belum mendapatkan bukti yang kuat untuk menekannya.

“Kamu yang membuat aku sangat marah semalam. Bukankah kamu yang seharusnya meminta maaf padaku terlebih dahulu?”

Huff ... Pria ini selalu melemparkan kesalahan untuk menutupi kesalahannya.

Aku meletakkan cangkir teh yang aku pegang. Menatapnya dengan serius.

“Berarti benar kalau wanita itu yang membuatmu menyembunyikan isi ponselku kepadaku, Mas?” tanyaku bersandiwara.

Kapan sih pria ini bisa sadar? Selalu saja begini. Ingin rasanya aku mengucap sumpah serapah kepadanya. Tapi setelah dipikir-pikir lagi untuk apa?

“Aku masih belum mengajukan pertanyaan apa pun kepadamu, Mas ... Dan kamu sudah begitu panik seperti itu?”

Mas Raka bungkam. Mungkin dia mulai menyadari kesalahannya. Kesalahan yang seharusnya tak ia ungkapkan, nyaris ia beberkan semuanya.

“Ehem ... Maksud aku, aku hanya takut kamu salah paham. Aku semalam menginap di rumah sepupu aku. Dan dia adalah sepupu aku,” ucap Mas Raka pada akhirnya.

Bohong! Kamu bohong, Mas!

Semua sepupumu yang tinggal di kota ini, usianya lebih tua darimu. Sementara tadi pagi wanita itu memanggilmu dengan panggilan “Mas”. Kenapa kamu tak jujur saja, Mas?

Aku hanya bisa menanggapimu dengan tersenyum. Aku tak ingin ribut denganmu ... untuk saat ini. Dan kamu tahu, aku bukanlah seorang wanita yang meledak-ledak dalam mengungkapkan amarah.

Tunggu tanggal mainnya, Mas.

“Kamu hari ini gak kerja?” Aku mengalihkan topik pembicaraan.

Kuletakkan cangkir teh yang tadinya aku pegang.

Untuk apa melanjutkan pembicaraan yang bahkan kau enggan untuk mulai mengakuinya. Hasilnya akan percuma, membuang-buang tenaga jika pembicaraan ini terus dilakukan.

“Aku ambil cuti saja. Sepertinya akan lebih baik seperti itu. Kita akan pergi berlibur. Agar kamu tak lagi berpikiran yang aneh-aneh. Maafkan aku atas sikapku kemarin.”

Mas Raka mendekatiku. Aku tahu kalau dia hanya ingin menyentuh tanganku. Tapi entah mengapa, secara tak sadar tubuhku menolak untuk bersentuhan dengan lelaki yang masih sah menjadi suamiku ini. Alam bawah sadar ku masih belum bisa menerima setiap sentuhan darinya lagi.

“Ya sudah, aku siap-siap dulu.” Aku beralasan agar bisa menghindarinya.

Posisi duduknya yang semakin mendekat ke arahku, tak boleh membuatku goyah. Masalah di antara kita belum selesai, Mas. Jangan harap untuk mengalihkan dan membuatku melupakan apa yang telah kamu lakukan. Kebohongan mu akan hal lain, masih bisa aku maafkan. Tapi tidak dengan pengkhianatan.

Aku bergegas menuju kamar. Bersiap untuk pergi, seperti yang ia katakan. Tak apa ... Yang penting Delisha bahagia melihat kedua orang tuanya akur.

Hanya mengenakan pakaian kasual dengan riasan tipis d wajah, aku kini sudah siap.

Aku bergegas menuju kamar Delisha. Aku yakin Asisten rumah tanggaku mengajak putri kesayanganku bermain di kamarnya. Delisha perlu bersiap juga.

Jujur, ada sedikit rasa bahagia saat Mas Raka menyempatkan untuk mengajak kami berlibur. Sudah sangat lama pria itu tak mengajak kami pergi ke luar. Bahkan mengajak kami ke taman yang tak terlalu jauh dari rumah pun, dia sebelumnya tak pernah ada waktu. Paling tidak aku harus menggunakan kesempatan ini dengan baik bukan?

Aku dan Delisha kini sudah siap. Kami menunggu Mas Raka yang sejak tiga puluh menit lalu berkata akan bersiap. Apakah pria bisa selama itu jika hendak berlibur bersama keluarganya?

Kenapa aku merasa ada sesuatu yang mencurigakan, ya?

Aku kembali menuju kamar kami. Aku bisa melihat dari pintu yang tak sepenuhnya tertutup itu kalau Mas Raka tengah duduk di depan meja rias dengan ponsel yang ia dekatkan ke telinganya.

“Mas mau mengajak Zhyvanna dan Delisha main dulu di luar. Gak bakal lama, kok. Mungkin jam setengah tujuh Mas bisa mengantar kamu dan Icha ke supermarket. Bagaimana?” Ucap Mas Raka yang sangat jelas sekali bisa ku dengar.

Oh, ternyata kamu hanya ingin aku kembali lengah?

Oke. Akan aku ikuti apa mau mu, Mas!

Aku mengetuk pintu kamar kami. Sungguh di luar dugaan, reaksi Mas Raka saat mendapati aku yang berada di balik pintu membuatku ingin tertawa. Pria itu nyaris menjatuhkan ponselnya saking terkejutnya.

“Masih lama, Mas?” Aku berpura-pura tak pernah mendengar pembicaraan mereka.

“Mohon maaf, Pak. Nanti akan saya hubungi kembali. Iya. Terima kasih,” ucap Mas Raka kepada orang yang sedang diteleponnya melalui benda tipis itu.

“Maaf, Sayang. Udah nunggu lama, ya?” Mas Raka membelai pipiku. Ia mendekat, hendak mendaratkan bibirnya ke pipiku.

Dan sudah bisa ditebak, tubuhku spontan menolak. Aku mendekatkan Delisha kepadanya, dan dia akhirnya mendaratkan bibirnya ke pipi gembul gadis kecil kami.

“Itu tadi Kepala HRD yang menghubungi. Mas gak enak karena ambil cuti mendadak.”

“Oh.” Hanya satu kata itu yang keluar dari mulutku. Entah kenapa aku tak bisa memikirkan respon lain selain satu kata itu saja.

“Ayo berangkat. Keburu siang,” ajak Mas Raka mengambil alih Delisha yang sedari tadi aku gendong.

Setelah tiga puluh menit membelah jalanan, kami akhirnya sampai di sebuah taman yang mana di luar taman itu menyediakan area permainan bagi anak-anak. Delisha yang pertama kali di ajak ke tempat seperti itu, begitu antusias. Dia mengajak Mas Raka untuk mencoba satu persatu wahana permainan yang ada di sana.

Mas Raka memanjakan Delisha. Dia menuruti apa pun permintaan gadis kecil kami.

Nyaris semua permainan sudah dicoba. Malaikat kecilku tampak kelelahan. Kami kemudian kembali ke mobil.

“Kita mau ke mana, Mas?” Aku yakin ini bukanlah jalan menuju arah pulang.

“Kita makan dulu, yuk!” ajak Mas Raka.

“Terserah.” Aku hanya fokus pada gadisku yang mulai terlelap dalam pangkuanku.

Tak lama, mobil berhenti di sebuah rumah makan yang mengusung tema outdoor. Udara di sini sangat sejuk. Rumah makan yang berada di tengah kota yang mengusung tema seperti ini sudah jarang sekali.

Kolam kola ikan yang berada di tengah-tengah rumah makan itu memiliki daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang kebanyakan datang ke sana bersama keluarga mereka.

Seorang wanita tanpa sengaja menyenggol bahuku. Aku yang sedang tak fokus berjalan, sepertinya tanpa sengaja menabraknya. Dan di sini sepertinya aku yang salah.

“Maaf,” ucapku sedikit membungkukkan badanku.

“Ah, aku yang minta maaf, Mbak. Mbak gak apa-apa, kan?” tanya wanita cantik di hadapanku.

Wanita cantik berambut panjang itu sangatlah cantik. Kulitnya yang putih bersih, menambah nilai plus wanita itu. Belum lagi tutur katanya yang lembut dan tampak memiliki pendidikan mumpuni. Kalau saja aku adalah lelaki, pasti akan mengatakan wanita yang kini berada di hadapanku ini adalah wanita sempurna. Dan mungkin aku akan langsung jatuh cinta padanya.

“Aku gak apa-apa, Mbak.” Aku jadi tak enak hati. Aku yang salah, tapi dia yang minta maaf.

“Perkenalkan, Namaku adalah Shakila. Mbak bisa memanggilku Kila. Dan sepertinya kita seumuran,” ucapnya sembari menyodorkan tangannya yang memiliki jari lentik ke hadapanku.

“Aku Zhyvanna. Mbak Bisa manggil aku Zizi.” Aku menyambut uluran tangan wanita itu dan tersenyum.

“Bagaimana kalau aku mentraktir kalian, sebagai permintaan maaf ku?” ucapnya sembari tersenyum.

“Aku tak menerima penolakan,” lanjutnya sembari tersenyum.

Ia kemudikan menggiring kami ke salah satu meja kosong yang bertema lesehan.

Entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang aneh di sini. Apa hanya perasaanku saja?

"Aku mau ke toilet dulu," ucapku sembari menitipkan Delisha pada Mas Raka.

Mas Raka mengangguk dan tersenyum. Senyum yang jelas sangat berbeda dari biasanya. Detik berikutnya dia mengalihkan pandangannya pada Shakila dan mengabaikan ku.

Merasa jengah, aku bergegas menuju toilet rumah makan itu. Pikiranku yang kacau membuatku tak fokus hingga menabrak seseorang yang berjalan berlawanan.

"Maaf. Aku tak sengaja." Aku tak berani mengangkat wajahku, sedikit takut bila pria itu marah dan berbuat sesuatu untuk menyakitiku.

"Iya. Lain kali hati-hati," ucap seorang pria yang suaranya terdengar begitu akrab.

Pemuda itu kemudian berlalu menjauh. Baru setelahnya aku mengangkat wajah, menatap pemuda yang tampak profil sampingnya.

"Bukankah dia Dika?"

Kaugnay na kabanata

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 5. Wanita Cantik itu...

    "Sudah selesai?" tanya Mas Raka saat aku baru kembali dari toilet.Pria itu menyambutku, memintaku duduk di sampingnya. Sementara di sisi lain, Shakila duduk berhadapan dengan kami..Wanita yang memiliki tubuh proporsional itu benar-benar sangat memukau. Gestur tubuh dan tutur kata nya membuat orang lain kagum dengan wanita yang bernama Shakila itu.“Emm, ngomong-ngomong, kamu tinggal di mana, Ki?”Aku melihat wanita itu tersentak. Pertanyaan ku seolah membuyarkan lamunannya. Ada yang salah kah?Aku berusaha berpikiran positif. Sedari tadi aku melihat wanita itu memang tampak fokus dengan makanannya. Mungkin saja itu yang menyebabkan ia terkejut.“E-eh, gimana Zi?” ulang wanita itu.“Kamu tinggal di mana?” aku mengulang pertanyaan ku lagi.“Aku tinggal di Jalan Cempaka. Gak terlalu jauh dari sini. Dan memang aku biasa makan di sini. Walau gak sering, sih. Kalau sering, ya rugi aku,” jawabnya diiringi tawa canggung.Dilihat dari wajahnya, perempuan itu tampak polos. Dia lebih suka diam

    Huling Na-update : 2023-01-30
  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 6. Demi Seorang Janda?

    Pria di hadapanku terdiam. Sepatah kata pun tak terucap dari pria yang masih berstatus suamiku itu. Pria yang cukup tampan dan populer yang dulu pernah menggetarkan hatiku. Kini? Tidak lagi. "Kenapa diam, Mas?! Bicaralah! Apa ada yang salah dengan ucapanku?"Hatiku tak lagi merasakan getaran aneh seperti dulu, seperti saat kami pertama kali bertemu. Hatiku tanpa ku sadari membunuh segala rasa yang dulu pernah ia rasakan. Tak ada lagi perasaan cinta kepada pria ini, bahkan kepada pria lain. Mati rasa! Namun, karena status ku yang masih seorang istri dari Raka Prayoga, sebisa mungkin aku masih melayani apa pun keperluannya. Ingin rasanya aku menolak. Akan tetapi aku masih takut akan bayang-bayang dosa yang tiada terkira. “Kamu gak perlu menjelaskan apa pun lagi, Mas. Toh, aku gak lagi melarang kamu berhubungan dengan dia atau wanita lain? Bukankah itu cukup untukmu? Atau masih ada yang kurang?” Aku memendam semua emosiku sedalam-dalamnya. Tak ingin pria itu betapa perihnya sakit

    Huling Na-update : 2023-02-02
  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 7. Tertukar

    Setelah cukup stalking wanita yang “dekat” dengan suamiku itu, aku memutuskan untuk menghibur diriku.Aku memilih mengalihkan perhatianku dengan membaca komik atau manhwa di salah satu aplikasi online yang aku instal di ponsel pintarku. Setidaknya pikiranku tak melulu berisi rencana pembalasan mereka yang mengkhianati ku.Kalau boleh jujur, sebenarnya aku sangat malas memperpanjang urusan itu. Namun, aku perlu kejelasan status, apakah putus atau terus.Tak mungkin ‘kan kalau hubungan kami mengambang dan tak memiliki ujung?Kehidupan rumah tanggaku tak seindah kelihatannya. Orang lain mungkin berpikir kalau biduk rumah tangga kami baik-baik saja. Tanpa terdengar percekcokan di dalamnya. Namun, siapa sangka, aku yang juga lengah, tak mengira kalau sebenarnya pernikahan kami tak wajar.Mas Raka memang seorang pria pendiam, irit bicara, dan lebih suka membuktikan kesungguhannya dengan tindakannya.Namun, apa kini seperti itu juga?***"Yang, kaos kaki aku di mana?" tanya Mas Raka pagi itu

    Huling Na-update : 2023-02-06
  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 8. Sesuatu Yang Kau Sembunyikan

    Aku melirik ke arah Mas Raka yang buru-buru meraih ponselnya. Ia tampak berusaha menyembunyikan pesan itu dariku.“Aku ke kamar dulu,” ucapnya memberitahuku.Ia beranjak meninggalkan meja makan tanpa menunggu jawabanku.Aku menahan tremor tanganku yang mendadak hadir tanpa sebab. Lutut ku juga merasa lemas. Sekuat tenaga aku menumpu badan dengan tanganku, meraih tempat duduk yang berada tak jauh dari jangkauan ku.Tanpa terasa, bulir bening jatuh melawati pipi. Tubuhku bergetar, tak sanggup menahan emosi yang saat ini membuncah tak terkendali. Ingin ku marah atas semua kebohongan yang dilakukan oleh suamiku itu. Tapi aku tak berdaya."Mama kenapa nangis?" Suara Delisa menyadarkanku yang larut dalam perasaanku sendiri.Gadis kecil itu baru saja turun dari kamarnya. mungkin dia sudah merasa lapar karena aku tak kunjung membawakannya makanan."Mama tidak apa-apa, Sayang. Delisha sudah lapar ya? Sini duduk di sini, Mama suapin," ucapku mengajak gadis kecil itu majan malam."Mama jangan se

    Huling Na-update : 2023-02-09
  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 9. Mengikuti Raka

    "Mama, Ayo main," ucap Delisha membuyarkan lamunanku.Aku tersenyum ditengah rasa kalut yang kini menyelimuti hatiku."Delisha mau ikut Mama, nggak?" tawarku pada Delisha.Gadis kecil itu kemudian menganggukkan kepalanya. "Kita mau ke mana, Ma?""Kita jalan-jalan yuk!" ajakku.Gadis mungil itu bersorak riang mendengar ajakanku. Aku memang jarang sekali mengajak Delisha pergi jalan-jalan akhir-akhir ini. Tak heran kalau dia begitu senang dan antusias saat aku ajak pergi.Aku meraih tasku, membawa serta Delisha. Aku memutuskan untuk menyusul suamiku ke kantornya. Entah mengapa instingku mengatakan ada sesuatu yang tak beres.Usai mengunci pintu rumah, taksi online yang aku pesan tiba. Gegas aku masuk ke dalam kendaraan beroda empat itu dan duduk di dalamnya dengan Delisha yang berada dalam pangkuan."Mau diantar ke mana, Bu?" tanya sang sopir dari balik kemudi.“Ke PT Samudera, Pak,” jawabku.Sopir itu mengangguk singkat. Dengan kecepatan sedang mobil melaju membawa kami ke perusahaan

    Huling Na-update : 2023-02-10
  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 10. Sopir Taksi Menyebalkan

    Sepanjang perjalanan pulang, suasana sangat hening. Hanya sesekali terdengar embusan napas kasar dari “Kalau Ibu capek, bisa istirahat saja. Perjalanan masih cukup jauh,” ujar sopir itu sembari tersenyum. Aku hanya mengangguk. Namun, aku tak lagi memejamkan mataku meski aku merasa kantuk mulai menyerang. Aku harus terjaga. Aku yang tadinya berniat istirahat sebentar dalam mobil, terpaksa mengurungkan niat. Aku berulang kali memergoki pria itu melihat ke arahku melalui kaca spion tengah. Hal itu cukup membuatku tak nyaman. Apa ada yang aneh dariku sehingga pria itu menatapku seperti itu?Atau jangan-jangan, sopir itu memiliki niat tak baik terhadapku? "Ibu ngga perlu khawatir. Saya akan mengantar ke tempat tujuan dengan selamat. Saya ngga tega aja lihat ibu kecapekan," ujar sopir taksi itu menatapku melalui kaca tengah mobil."Iya, Pak. Terima kasih," sahutku sekenanya.Aku tak pulang ke rumah di mana Mas Raka dan aku sebelumnya tinggal. Sengaja aku ingin melihat bagaimana reaksiny

    Huling Na-update : 2023-02-11
  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 11. Tak ada Kabar

    'Zhy, apa kamu sudah tidur?' sebuah pesan kembali masuk ke dalam ponselku.'Kalau begitu, selamat malam!'Tak kubalas pesan dari orang yang mengaku bernama Dika itu. Aku mengabaikan dan menganggap itu hanyalah sebuah pesan dari orang iseng saja.Pada akhirnya aku memilih untuk menghapus pesan dari orang yang mengaku sebagai Dika itu. Itu lebih baik, membatasinya sebelum menjadi sebuah petaka.Aku masih menatap layar ponsel yang selalu aku lihat beberapa menit sekali. Membuka profil Mas Raka, berharap pria itu online.Berkali-kali ku scroll layar aplikasi berwarna hijau itu sembari membaca pesan-pesan dari Mas Raka yang telah lalu, kembali mengingat bagaimana mesranya kami bertukar pesan.Aku masih tetap menunggu pria itu menanyakan keberadaan ku. Namun, ternyata semua itu hanyalah angan ku. Mas Raka sama sekali tak menghubungiku dan tak mengkhawatirkan ku sama sekali.“Ternyata dia memang benar-benar tak lagi mengingatku. Tak peduli aku ada di mana,” gumam ku.Ponselku akhirnya ku le

    Huling Na-update : 2023-02-13
  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 12. Rafa atau Dika?

    "Bantuan apa yang kau maksud?"Dika tampak menautkan kedua alisnya. Melihat seorang pria yang baru melewati gerbang rumah, mendekat ke arah kami yang sebelumnya berbicara empat mata."Kamu siapa?" tanya Dika kepada pria itu."Bukan urusan kamu menanyakan siapa aku. Kamu belum menjawab pertanyaan ku sebelumnya," ujar pria itu dengan tegas.Aku hanya menyimak percakapan dua orang pria yang ada di hadapanku. Tak ada satu pun dari mereka yang mau mengalah. Aura persaingan begitu tampak dari dua orang itu. Hanya saja, apa yang sedang mereka perebutkan? Aku? Aku 'kan bukan siapa-siapa mereka?Lucu dan aneh!"Aku adalah teman Zizi. Sementara kamu, siapa?" tanya Dika akhirnya."Aku Rafa. Teman dan orang kepercayaan Zizi selama ini," sahut Rafa memberi penekanan di setiap kalimatnya."Oh," singkat Dika.Aku membulatkan kedua mataku. Mendengar jawaban Andika yang sangat amat singkat, aku merasa sedikit aneh.Bagaimana tidak?kepalaku terasa seolah seperti sedang dipaksa berpikir. apakah kata 'o

    Huling Na-update : 2023-02-15

Pinakabagong kabanata

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 37. Status Baru

    "itu tidak seperti yang kamu tuduhkan, Zi. Aku—" pria di hadapanku seolah kehabisan kata. Dia tak berani menattap ke arahku saking gugupnya. Wajahnya pun terlihat lebih pucat dibanding sebelumnya.Begitu pula dengan wanita yang masih berdiri dengan anaknya tak jauh dari tempat kami. Dia terlihat gugup dan pucat sembari mengedarkan pandangan ke sekitar. Kulihat dia menarik ujung lengan baju Mas Raka, memohon untuk pergi dari sana karena malu.Aku tak peduli meski jadi bahan tontonan sekali lagi. Karena itu adalah kenyataannya, mereka yang melakukan pengkhianatan."Aku tak percaya kalau kamu tidak pernah tidur dengan suamiku," ucapku mengarah pada Cindy."Jaga bicara kamu!" Tangan Mas Raka terayun dan hampir mengenai pipiku. Namun, sebuah tangan dengan sigap menghalau tangan pria itu."Kalian lagi!" ucap Mas Raka dengan nada mengejek.Kulihat dia sudah tak peduli dengan Dika dan tampak tak sopan, tidak seperti saat pesta waktu itu. Mas Raka terlihat tidak takut dengan keberadaan Dika di

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 36. Janda Anak Satu

    "Hanya apa?" desak Rafa dan Dika nyaris bersamaan."Mama! Om Rafa dan Om Dika kompak ya? Seperti kartun kembar, ngomongnya barengan," ucap Delisha yang tiba-tiba menyela.Aku pun tersenyum mendengar celotehnya. Benar, Rafa dan Dika akhir-akhir ini sepertinya selalu kompak. Apa karena mereka sering bertemu akhir-akhir ini ya?"Katakan, Zi. Apa kamu masih menyimpan rasa pada mantanmu sehingga kamu tak bisa menerima orang baru di hidupmu saat ini?" desak Dika.Pria itu terlihat tidak sabar. Mungkin karena dia terbiasa menjadi seorang atasan, sehingga dia sedikit lupa kalau saat ini kami bukan di lingkungan kerja. Apalagi aku bukanlah karyawan Dika.Aku menghela napas berat. Mengakui sebuah perasaan bagi seorang perempuan itu amatlah susah. Apalagi perempuan itu diciptakan sebagai makhluk gengsian. Dan aku tak menampik akan hal itu. Aku menatap Dika dan Rafa bergantian. Jelas sekali mereka menunggu jawaban yang akan aku berikan."Jujur, perasaan cinta yang pernah ada di antara kami rasany

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 35. Apa Kamu Masih Mencintainya?

    "Mama!" Delisha langsung turun dari kursi yang ia duduki lalu berlari menghambur ke arah ku. Kusambut gadis kecilku dengan penuh senyum. Sehari tak bertemu dengannya membuatku sangat rindu. Kupeluk tubuh mungil Delisha dengan sangat erat, rasanya tak ingin lagi kulepas. Setelah pengkhianatan Mas Raka, hanya Delisha lah satu-satunya orang yang sangat berharga untukku. "I-ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Zi," ucap Raka menginterupsi. Pria itu gelagapan dan terlihat canggung saat melihatku di sana. Apalagi Cindy! Ke mana sikap arogan yang sering dia tunjukkan saat bertemu denganku? Apa dia mulai merasa bersalah? Oh, sepertinya tidak. Wanita itu sepertinya tak tahu malu untuk mengakui kesalahannya yang berkencan dengan suami orang. Ya, bagaimanapun secara dokumen negara Mas Raka masih suamiku karena akta cerai kami masih sedang dalam proses. Namun, ada rasa syukur karena itu akan menjadi bukti kongkrit bahwa ada wanita lain dalam pernikahanku dengan Mas Raka. Hanya saja, aku teta

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 34. Damai?

    "Tidak bisakah kita berdamai, Zi?" tanya Mas Raka saat kami sudah duduk berhadapan.Ingin rasanya aku tertawa mendengar apa yang dia katakan. Berdamai? Yang benar saja! Berdamai seperti apa yang dia maksudkan? Bukankah keputusan ini adalah hal terbaik?"Maksudnya?" tanyaku singkat.Kulihat pria itu menyandarkan punggungnya ke kursi yang dia duduki. Bisa ku pastikan saat ini dia juga menyilangkan kedua kakinya. Dia pun menatapku santai, dengan senyum aneh yang bagiku sangat mengerikan."Tidak bisakah kamu kembali bersamaku, memperbaiki semuanya lagi, Zi? Aku berjanji, aku akan menjadi suami dan ayah yang baik. Aku-""Mas!" Aku menyela perkataannya sebelum semakin melantur ke mana-mana. Aku yakin omongannya tidak dapat dipercaya. Karena aku sudah mengenal seorang Raka dengan baik. Berkali-kali aku memaafkannya, tapi dia tak pernah menunjukkan keseriusannya untuk berubah."Aku tak butuh janji-janji yang selalu kamu lontarkan. Kamu sudah terlalu banyak mengumbar janji. Tapi, pernahkah kam

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 33. Raka meminta bertemu

    "Anda siapa?" Kini Dika bersuara. Tatapan tajam pria itu membuat Bu Norma yang hampir membuat gaduh tampak panik. Dia merasa terintimidasi oleh Dika yang memang sangat tegas kepada orang lain yang tidak dia suka. "S-saya tetangganya Mbak Zizi. Kamu siapa?" ucap Bu Norma gelagapan dan menanyai Dika balik. Mungkin Bu Norma sering melihat Dika ke sini. Tapi dia tidak tahu siapa Dika sebenarnya. Apalagi wajah Dika yang terbilang tampan, membuat Bu Norma sempat terpukau. "Sepertinya ... Aku melewatkan sesuatu," ucap Dika menoleh ke arahku. Aku mengangkat kedua bahu, tak berniat memberitahu. Hingga kulihat dia berjalan mendekat ke Arah Bu Norma yang berdiri di dekat gerbang. Pria itu mengayunkan kakinya dengan santai, menatap Bu Norma dengan mata elangnya, membuat wanita julid itu sedikit bergetar dan berjalan mundur beberapa langkah. Entah mengapa aku merasa senang melihat ekspresi perempuan julid itu. "Apa terjadi sesuatu, Zi?" tanya Dika yang tiba-tiba menoleh ke arahku lagi.

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 32. Ke Mana Delisha?

    "Mana Delisha?" Aku bergegas menghampiri pria yang tadi pagi pergi berkeliling dengan putriku. Dia tampak menunduk dengan wajah sedih yang baru pertama kali aku lihat."Maaf, Zi. Maaf aku lalai. Delisha ... Dia pergi—""Jangan bercanda, Rafa! Katakan! Ke mana putriku?!" sentakku tatkala Rafa hendak menyentuh lenganku.Aku bergegas menemui Rafa yang tadi tiba-tiba menelepon. Padahal tadi pagi ku titip putriku padanya. Dan bisa-bisanya dia berkata putriku pergi? Anak sekecil itu memang bisa pergi ke mana?"Katakan dengan jelas ke mana perginya putriku, Rafa!!" Aku kembali meninggikan suaraku. Sungguh aku tak ingin terjadi sesuatu dengan putriku satu-satunya."Dia dibawa ayahnya pergi," ucap Rafa menunduk tajam. "Maafkan aku, Zi. Maaf."Pria itu mengulang kata maaf dengan kepala yang tertunduk. Jelas dia merasa bersalah. Dan aku tahu pasti apa yang membuatnya seperti itu. Bagaimanapun, tadi Rafa berhadapan dengan ayah kandung Delisha yang lebih berhak membawa putri kecilku bermain diband

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 31. Membuat Gugatan

    "Tidak perlu!" Aku melipat kedua tanganku di depan dada, menghentikan gerakan tangan seorang pemuda yang sudah memutar kunci motorku hingga kemudinya tak lagi terkunci. "Kenapa? Gak mungkin kamu bawa Delisha ke sana kan?" ujar pemuda itu. "Kalau kamu mengantarku, jelas saja Delisha akan ikut ke sana. Tapi, kamu sudah berjanji padaku untuk membantuku menjaga Delisha sementara aku pergi ke pengadilan, bukan?" ucapku mengangkat sebelah alis. Pemuda itu tergelak sesaat. Dia merasa salah strategi karena pada akhirnya ucapannya ibarat senjata makan tuan. Alih-alih mengantar, kini pemuda itu menggendong Delisha lalu membawa gadis kecil itu ke rumahnya, mengambil motor miliknya dan membawa gadis kecil itu berkeliling mencari sekolah usia dini untuk Delisha. "Nanti kalau sudah pulang, jangan lupa berkabar, ya?" seru Rafa yang sudah berada di atas motornya bersama Delisha. Pria itu sengaja berhenti di depan rumah berpamitan sebelum pergi. Delisha sendiri tak keberatan jika Rafa yang mengan

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 30. Pengajuan

    'Apa-apaan dia? Seenaknya aja ngomong!' Kedua mataku nyaris melompat keluar saat Rafa dengan entengnya menantang perangkat desa di hadapan kami untuk menikahkan kami. Tidak bisa! Enak saja dia mengatakan itu! Aku saja masih belum selesai masa iddah. Dan pria itu dengan gampangnya mengatakan hal itu. Tapi, salahku juga karena membiarkan kesalahpahaman ini terjadi. Meski aku seorang wanita yang bercerai, bukan berarti secepatnya itu aku menikah lagi. "Tunggu! Memangnya Mbak Zizi single parent? Bukannya Mbak Zizi ada suami?" tanya Ketua RW di sana. "Ya karena nggak ada suaminya itu jadi kegatelan, Pak!" celetuk Bu Nora membuat suasana tenang kembali riuh. Aku hanya bisa mengembuskan napas panjang. Hari ini rasanya sangat melelahkan padahal hari belum berganti malam. Selalu saja ada yang mereka tanyakan dan yang selalu mereka ingin tahu. "Saya sedang dalam proses perceraian dengan mantan suami saya. Meski secara agama kami sudah berpisah, bagaimanapun kami dalam proses berpisah

  • Suamiku Terjerat Rayuan Janda    Bab 29. Hasutan

    "Zivana! Keluar!!! Atau kami dobrak pintu rumahmu!!" teriak seorang perempuan dengan suara lantang. Aku yang baru terbangun dari istirahat siangku bersama Delisha cukup terkejut. Untung saja putriku sama sekali tak sampai terusik dengan keributan yang ada di luar. Perlahan aku menutup pintu kamar dan berjalan menuju pintu utama. Saat kubuka, sudah ada beberapa orang berdiri di depan gerbang rumah. bahkan ada yang berusaha membuka paksa gerbang yang tak terlalu tinggi itu. "Nah! itu dia orangnya!" ucap salah seorang di antara mereka seraya menunjuk ke arahku. Aku hanya bisa menautkan alisku, masih tak paham dengan arah pembicaraan mereka. "Tunggu dulu! Ada apa ini?" aku mencoba bertanya pada mereka untuk mencari tahu apa yang menjadikan mereka datang berbondong ke sini. Apalagi kulihat yang datang menghampiri kebanyakan ibu-ibu. Aku menautkan alis. Kalau dipikir-pikir, aku sama sekali tak pernah mengusik mereka. Tak terlalu banyak berinteraksi dengan mereka apalagi dengan s

DMCA.com Protection Status