"Katakan alasannya?! Apa aku nggak cantik? Nggak menarik? Katakan! Katakan padaku, Fred!" seru Kate meminta penjelasan kepada Freddy.
Freddy mengusap wajahnya kecewa akan dirinya sendiri. Sambil menangis, pria itu menjatuhkan dirinya menunduk tepat di dekat kaki istrinya. "Aku benar-benar minta maaf Kate..., Bukan karena kamu nggak cantik atau pun gak menarik. Aku sangat menyukaimu, tapi, saat ini aku belum bisa kasih tahu alasannya.""Kenapa?""Karena kamu pasti minta kita berpisah..."Kate terbungkam tak bisa berkata apa-apa. Ia menatap sendu ke arah Freddy. Dia tak mengerti harus bagaimana, dia juga tak suka melihat Freddy melakukan ini. Kenapa juga seorang suami harus berlutut seperti ini hanya karena keegoisannya. Gadis itu mensejajarkan tubuhnya menghadap sang suami dengan jarak yang cukup dekat."Aku sudah memaafkanmu. Tolong jangan berlutut seperti ini lagi ya?"Freddy mengangguk mengiyakan permintaan Kate. Ia bangkit dan berdiri tegak menghadap Kate dengan wajah murung. Walaupun sebenarnya kesal, Kate jadi gemas ingin memeluk erat dan menciumi wajah suaminya.Suasana yang tadinya mencekam menjadi canggung, saat Kate sadar bahwa ia masih memakai lingerie, sedangkan Freddy terlihat mencuri pandang sesekali."A-aku mau pergi sebentar...""Apa perlu ku temani?""Tidak usah aku cuman sebentar."Setelah melihat kepergian suaminya, Kate cepat-cepat masuk ke dalam kamar. Ini sangat memalukan. Rasanya hari ini ia merasakan berbagai perasaan, hanya saja ia tak merasa senang.Ponselnya kembali berdering, dan sudah pasti itu dari Abel. Kate menatap ponselnya jengah dan menerima panggilan tersebut."Babe, gawat!""Kenapa?!""Dicky di depan rumah kalian.""Ohh Dicky... Ha? Dicky Alexian maksudmu? Tahu dari mana?""Karena aku sedang parkir di depan rumahmu bodoh!"Kate terburu-buru berganti pakaian yang tertutup dan lebih sopan. Ia merapikan seluruh ruang tamu sebelum akhirnya pria itu menekan bel rumah."Hai Kate," sapa pria itu dengan canggung."Kenapa anda tidak mengabari terlebih dahulu sebelum datang?""Aku langsung kemari setelah pulang dari dinas. Kupikir kau juga tahu aku sedang dinas selama satu bulan. Maaf tak bisa hadir di pernikahanmu."Pria itu hendak masuk duluan, namun Kate menahannya. "Tidak masalah. Tunggu di sini, biar Abel masuk duluan. Tidak baik jika wanita bersuami berdua dengan pria lain."Abelia menatap sinis ke arah Dicky, kemudian berjalan melewati pria itu dengan menabrak lengannya sedikit. Inilah Abel. Wanita dengan kesabaran setipis tisu dibelah dua.Kini Kate dan Abel duduk di sofa yang sama, sementara Dicky berada di depan mereka.Dicky Alexian. Presdir perusahan Beauty Cosmetic, atasan sekaligus mantan kekasih Kate. Mereka berpisah karena Dicky memutuskan hubungan itu tanpa alasan.Tak berlangsung lama, Freddy kembali ke rumah membawa sekantung plastik berisi buah-buahan dan beberapa alat lukis. Kate langsung menyambut sang suami seperti tak terjadi apa-apa di antara mereka."Kita kedatangan tamu?" Kate mengangguk. Abel langsung menghampiri kedua pasutri itu. "Woah Kate memang tak salah pilih. Kalian berdua cocok sekali. Kau kenal aku bukan?""Abelia Iskandar. Sahabat Kate, dan yang paling ribut saat pesta pernikahan," jawab Freddy dengan sedikit candaan. Abel langsung tersenyum malu. "Ternyata kau pintar bercanda juga ya."Mata Freddy kini menengadah ke arah Dicky. Pria itu mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri. Tapi Freddy tak menyambutnya, karena ia masih belum bisa bersentuhan dengan orang lain.Semua mata tertuju pada Freddy. Di sinilah Kate bisa melihat dengan jelas, bahwa Freddy bukan tak menyukainya. Tapi ia tak ingin disentuh dengan siapapun."Kenapa ini seperti penyambutan pesta pernikahan lagi? Ayo kita duduk saja sambil berbincang-bincang!" seru Abel memecah suasana yang hening.Kate sedikit bersyukur ada Abel di sini. Semua kembali menjadi semula. Mereka berbincang dengan baik hingga mereka pulang.Yang tak baik sekarang hanyalah jantung Kate, tatkala melihat tubuh proporsional Freddy saat berganti pakaian. Pria itu tampak santai, saat Kate memasuki kamar dengan sempurna."Kamu udah ganti pakaian ya? Padahal aku mau ajak kamu ke supermarket, buat beli perlengkapan dapur kita..." ucap Kate."Oh ya? Aku ganti pakaian lagi aja. Tunggu di mobil biar aku siap-siap."Gaya kasual Fred dengan kaus putih dan celana jeans membuat mata para kaum hawa melirik ke arah mereka. Kate menatap sinis mereka satu-satu seraya berjalan lebih dekat dengan sang suami."Ada apa?" tanya Freddy kebingungan. Pria itu sedikit menjauh. "Wanita-wanita genit itu terus melihat suamiku. Apa harus aku memberi pengumuman kalau kamu suamiku?"Pria itu terkekeh kecil. "Nggak usah pedulikan. Kita balik aja ya?"Kate mengangguk kecil mengiyakan permintaan Freddy. Sesampainya di rumah mereka kembali ke aktivitas masing-masing. Harusnya pada saat jam-jam segini Kate bekerja dengan posisi sebagai manajer. Namun ia mengambil cuti menikah selama Seminggu.Sementara Freddy memilih melukis untuk menenangkan pikirannya. Ia masih merasa bersalah mengiyakan permintaan sang Ayah untuk menikah. Sementara gadis yang ia nikahi tidak puas dengan ketidakmampuannya sebagai suami.Bukan hanya sang Ayah yang mengusulkan, tetapi juga Jack. Sahabat sekaligus psikiater Freddy. Sudah tiga tahun dia menjalani terapi dengan Jack. Dan pria itu mengusulkan untuk menikah sebagai terapi pemaparan.Terapi pemaparan apanya? Freddy semakin tersiksa ingin menggapai istrinya itu. Tapi tak bisa, ia terlalu takut untuk disentuh. Nafasnya tercekat, lagi-lagi Kate terlihat sangat seksi di matanya. Memakai kemeja putih panjang sedikit tembus pandang, rambut dicepol dan memakai celana pendek hitam.Wajah serta lehernya berkeringat. Ia tampak kesusahan dengan kemeja lengan panjang, harusnya ia tak memakai ini untuk masak. Tapi pakaian ini benar-benar dingin, ia sangat menyukainya.Kate memutar tubuhnya merasa ada yang memperhatikannya dari belakang. "Oh Fred? Kau sudah lapar?" Freddy refleks mengangguk. Padahal saat lajang dia makan di jam dua siang."Tunggu sebentar di meja. Aku hampir siap!" ucap Kate penuh semangat. Gadis itu menyiapkan beberapa makanan khas Amerika. Tuna sandwich, Burrito, sandwich isi dan beberapa buah."Aku tidak memasak banyak, karena kita cuman berdua. Tapi aku buat banyak jenisnya. Jadi kamu bisa pilih makanan kesukaanmu.""Aku suka semuanya. Makasih," ucap Freddy penuh dengan ketulusan. Kate seakan ingin meleleh melihat senyum sang suami. Dia jadi bersemangat untuk belajar memasak setiap hari.Pria itu dengan lahapnya makan. Biasanya dia akan memesan makanan online, atau membeli makanan siap saji."Enak?" tanya Kate penasaran.Freddy mengancungkan jempol sambil tersenyum. Kate bangga dengan dirinya berhasil membuat pria itu tersenyum. Namun hal itu tak berlangsung lama saat Freddy menatapnya terus."Ada apa?"Tatapan Freddy seakan sendu dia menunduk sambil memainkan sendok dan garpunya. "Kau boleh minta cerai, jika ingin kita berpisah."Kate membanting sendoknya kuat. "Kau bercanda?! Anderson kau gila?""Anderson, kau gila?! Kita baru menikah semalam, dan sekarang kau mau kita cerai? Sebenarnya di mana letak kesalahanku?" "Kamu nggak bersalah, itulah sebabnya."Kate menatap suaminya penuh kekecewaan. "Pria ini, sebenarnya apa yang ia pikirkan?" batin Kate. Ia cukup jengkel dengan kalimat yang dilontarkan Freddy."Cukup! Asal kau tahu saja, aku sedikit menyesal menikah denganmu. Tapi tetap kuperjuangkan, karena aku juga menyukaimu.""Maaf Kate, tapi aku--""Kosakatamu hanya kata maaf?!" potong Kate. "Tak usah bicara lagi. Aku jadi tidak selera makan melihatmu."Gadis itu pergi meninggalkan meja makan, menyisakan Freddy yang mematung tanpa bisa berkata apa-apa. "Aku merasa kamu terlalu baik untuk aku yang penuh kekurangan ini..." gumam Freddy. Percuma dia menyambung kalimatnya, toh, Kate tak bisa mendengar suara itu.Kate buru-buru menutup pintu kamar, tubuhnya merosot. Ingin rasanya ia berteriak sekeras mungkin agar seisi dunia tahu bahwa dia sangat kesal dan marah. ....Kenapa seti
"Fred, Freddy!"Orang-orang yang berteriak terasa seperti mimpi. Matanya berkunang-kunang, kesadarannya hampir hilang karena seseorang terus menyentuh tubuhnya.Freddy di bawa ke rumah sakit dan pingsan selama beberapa menit. Sambil menunggu suaminya terbangun, Kate menggenggam erat jemari pria itu. Ini pertama kalinya ia bisa menyentuh Freddy tanpa perlu khawatir.Kate merasa ia benar-benar seperti melihat lukisan. Bulu mata lentik, alis mata tebal, hidung mancung, serta bibir yang terpahat indah. Kate jadi semakin ingin mengecup bibir merah itu. Perlahan Kate mengikis jarak di antara mereka. Semakin dekat, dan ya, Freddy terbangun.Pria itu tampak kaget. Lagi-lagi ia mendorong Kate kuat hingga terjatuh dari kursi."Aww," Kate meringis kesakitan. Freddy segera bangkit dari kasur hendak membantu Kate, namun gadis itu menolak. "Tidak apa, kamu berbaring aja. Aku mulai terbiasa dengan ini.""Maaf, aku nggak sengaja...,"Kate bangkit dari lantai dan sedikit membersihkan gaunnya. "Kalau k
"Aku juga ingin memelukmu..."Kate terbungkam sambil berpikir. "Apa mungkin dia cemburu waktu di rumah sakit?" "Hmm, setelah itu kamu bakal dorong aku lagi?" tanya Kate dengan sedikit candaan. Gadis itu sedikit mendekat, membiarkan Freddy untuk terbiasa dengan keberadaannya.Kate mengulurkan lengannya. "Coba pegang tanganku. Bayangkan sesuatu yang menyenangkan, atau... Kamu bisa anggap aku suatu benda? Ini juga termasuk terapi.""Kenapa kau mengatakan itu?""Karena kau punya gangguan kecemasan.""Ayah memberitahumu?""Ini cuman tebakanku saja. Karena berdasarkan analisisku, kamu nggak mau disentuh siapapun. Benar? Aku masih ingat kamu dapat penghargaan besar dari dosen, dia mau berjabat tangan, tapi kamu cuman tersenyum. Kedua, Kamu selalu menyendiri di perpustakaan kampus. Dan terakhir, saat Dicky kemari. Apa itu cukup dijadikan alasan?"Freddy terkagum melihat pesona Kate saat mencoba menerangkan. Selain cantik, gadis ini juga salah satu mahasiswi terunggul di kampus. Jadi, yang ber
"Aku mau pulang, Kate."Kate mengerutkan keningnya. "Tapi pestanya baru dimulai?""Kau boleh menikmati pesta temanmu. Aku akan pulang duluan...""Kenapa begitu? Bukannya kita datang kemari sebagai pasangan?""Tadinya aku pikir begitu. Tapi aku sedang tak enak badan.""Memangnya kau tega meninggalkanku sendiri di sini?""Semua orang di pesta ini temanmu. Jadi biarkan aku pulang ke rumah, untuk beristirahat.""Kalau begitu aku ikut!" paksa Kate. Gadis itu berdiri lebih dekat dengan suaminya. Namun Freddy malah memilih untuk menjauh. "Aku bisa sendiri."Tanpa bergeming, Freddy meninggalkan Kate di pesta perjamuan tersebut. Pandangan orang-orang teralihkan pada kedua pasutri baru ini. Sampai-sampai ada yang berbisik-bisik mengenai mereka berdua. Tapi Kate tidak peduli dengan orang-orang sekitar. Ia lebih penasaran apa yang terjadi dengan Freddy. Mengapa tiba-tiba moodnya tidak baik. Padahal mereka dengan ceria kemari.Kate melirik Dicky, berharap mendapat penjelasan dari pria itu. Tapi D
Tepat di pukul sepuluh malam. Baik Kate dan Dicky sama-sama berekspresi serius di cafe dekat perusahaan. Dicky menatap ke sembarang arah tak berani menatap lawan bicaranya."Alexian, aku nggak tahu apa yang kamu bicarakan dengan Freddy. Tapi bisa kau jelaskan situasi semalam? Kenapa Freddy bisa tahu kita punya hubungan sebelumnya?""Jawabannya itu ada pada dirimu, Kate.""Maksudmu?""Kamu nggak ingat semua yang kamu ceritakan samaku? Tentang suamimu yang tak mau menyentuhmu?""Kapan aku bilang begitu?""Tiga hari yang lalu, saat kau mabuk berat di cafe Abel."Ini kesalahan Kate setiap kali ia mabuk. Kate cenderung mengutarakan semua isi hatinya saat mabuk. Dan sekarang, ia terjebak dengan kata-katanya sendiri."Lalu, apa yang kau sampaikan pada, Fred?" tanya Kate sekali lagi."Nggak ada, aku hanya mengingatkannya, jangan seperti itu sebagai seorang suami. Aku hanya berusaha mendekatkan kalian, memang itu salah? Kau tahu sendiri sifatku bukan?""Apapun yang aku sampaikan denganmu, tapi
"Maksudnya tidurkan aku..., Kamu harus di samping sampai aku tidur!"Lagi-lagi Kate membuat suasana menjadi canggung. Terlebih lagi sifatnya yang biasanya agresif, jadi membuat Freddy langsung salah paham."Kalau begitu..., aku akan menunggu di kursi sana saja.""Aku maunya kamu di sini, di samping aku," pinta Kate menepuk-nepuk ranjang.Walaupun terasa berat, namun Freddy memilih menurut. Ia berbaring telentang sementara Kate membelakanginya agar pria itu tak perlu ketakutan.Kate tersenyum kecil penuh kemenangan. Dia berhasil membujuk Freddy dengan memakai selimut yang sama. Sejujurnya Freddy tak nyaman, tapi tak mengapa. Ia akan segera pindah begitu Kate tertidur dengan pulas."Fred...""Hmm?""Jangan dengarkan kata-kata orang lain. Mereka cuman iri dengan kita kenapa bisa bersama. Aku nggak akan berpaling darimu, sampai aku berada di titik terendahku," ujar Kate dengan suara berat. Dia sudah sangat mengantuk, namun berusaha menenangkan pikiran Freddy terlebih dahulu."Aku juga gak
"Ada apa?" tanya Kate jengah. "Freddy gay!" seru Abel terburu-buru. Kate tergeletak tawa sambil memukul-mukul meja kerjanya. "Kau bercanda? Dia normal seratus persen.""Tapi ini sungguhan Kate! Aku dengar temannya satu lagi mendesah di ruang kerjanya. Kau pikir aku berbohong hanya untuk ini?""Kau dengar suara Freddy juga?""Nggak sih, tapi aku yakin, mereka cuman berdua di ruang itu. Lagian temannya ini menyebutkan nama Freddy tahu!""Udahlah, Bel. Mungkin kau butuh tidur karena terlalu lelah. Salahku menyuruhmu memata-matai Freddy. Sekarang dia di mana?""Dia di tempat praktek psikiater terdekat dari rumah kalian. Tapi aku yakin, telingaku tak salah. Awas saja kalau kau mengadu dan mengatakan itu benar!"Abel mematikan ponselnya sepihak karena kesal. Sedangkan Kate menghela nafas panjang sambil menyisir rambutnya ke belakang. Yang mana harus ia percayai? Sahabatnya ini atau suaminya. Sedangkan Kate tahu, kalau Freddy takut akan disentuh.Untuk menghilangkan rasa keraguannya, Kate me
"Dicky..." Jane berucap lirih. Bukan melanjutkan kalimatnya, Jane malah menatap Freddy yang pucat pasi seperti tak bernyawa. "Fred, kau kenapa?" tanya Jane khawatir. Kate langsung melepas rangkulan tangannya. Lagi-lagi ia melupakan Freddy yang takut disentuh."Freddy, maafkan aku. Bagaimana ini?" ucap Kate panik. Sangking paniknya, ia tak sadar sedari tadi ia melantur. Jane jadi bingung melihat mereka berdua."Ayo bawa dia ke rumah sakit!" usul Jane. Freddy menggeleng cepat, ia menjauh sedikit dari para gadis itu. Dengan nafas tak beraturan, Freddy duduk di aspal untuk menenangkan dirinya sejenak. "Ada apa dengan Fred? Dia sedang sakit, kenapa kau diam saja?!" sentak Jane. Kate membisu diam tak bisa berbicara maupun bertindak. Ini kesalahannya karena terlalu cemburu, sedangkan Freddy menahan rasa ketakutannya agar dirinya tak malu. Jane menatap mereka secara bergantian, kenapa dua-duanya tampak cemas namun saling tak bertindak satu sama lain. Jane hendak melangkahkan kakinya mendek