"Maksudnya tidurkan aku..., Kamu harus di samping sampai aku tidur!"
Lagi-lagi Kate membuat suasana menjadi canggung. Terlebih lagi sifatnya yang biasanya agresif, jadi membuat Freddy langsung salah paham."Kalau begitu..., aku akan menunggu di kursi sana saja.""Aku maunya kamu di sini, di samping aku," pinta Kate menepuk-nepuk ranjang.Walaupun terasa berat, namun Freddy memilih menurut. Ia berbaring telentang sementara Kate membelakanginya agar pria itu tak perlu ketakutan.Kate tersenyum kecil penuh kemenangan. Dia berhasil membujuk Freddy dengan memakai selimut yang sama. Sejujurnya Freddy tak nyaman, tapi tak mengapa. Ia akan segera pindah begitu Kate tertidur dengan pulas."Fred...""Hmm?""Jangan dengarkan kata-kata orang lain. Mereka cuman iri dengan kita kenapa bisa bersama. Aku nggak akan berpaling darimu, sampai aku berada di titik terendahku," ujar Kate dengan suara berat. Dia sudah sangat mengantuk, namun berusaha menenangkan pikiran Freddy terlebih dahulu."Aku juga gak akan berpaling. Tapi aku takut kamu bosan sama perlakuanku, Kate."Tak ada sahutan sedikit pun dari Kate, Freddy merubah posisinya menjadi duduk. Ia melihat gadis itu dari belakang. Tampaknya Kate sudah tertidur lelap saat ia bicara tadi."Aku juga menyukaimu sejak melihatmu pertama kali di pameran kampus. Sampai sekarang aku masih menyukaimu, dan sekarang sudah kumiliki, tapi aku mengecewakanmu berkali-kali."Setelah mengatakan kata-kata itu, Freddy sedikit lega. Ia meninggalkan Kate yang sudah tertidur lelap. Sampai di dalam kamar Freddy menelepon Jack chairman seorang psikiater sekaligus teman dekatnya."Jack, kau sudah tidur?""Hampir, tapi belum. Ada apa?""Aku gak pernah setuju dengan pernikahan yang kau katakan. Kau bilang ini salah satu terapi pemaparan agar aku mulai terbiasa. Tapi apa? Aku malah menyakitinya berkali-kali.""Kate sudah mengetahui kau punya Haphephobia?""Mungkin.""Lalu apa anggapannya setelah tahu kau mengidap itu? Dia ingin kalian bercerai?"Freddy terdiam sejenak. Kate tak pernah keberatan dengan penyakit yang ia punya ini. Namun ia merasa terbebani karena tak bisa memenuhi hasrat Kate untuk berhubungan. Bahkan bersentuhan sekalipun."Nggak. Tapi aku yang meminta."Freddy langsung menjauhkan ponselnya dari telinga ketika mendengar umpatan dari Jack. Ia tahu ini bukan pilihan yang tepat untuk bercerita dengan Jack, karena sudah pasti temannya satu ini pasti tak setuju dengan pendapatnya."Freddy..., sebenarnya kau mau hidup sendiri ya seumur hidup? Kau tahu bukan, aku lelah dikatakan gay dengan dirimu yang selalu bersamaku ke manapun. Kali ini bergantunglah dengan istrimu! Gara-gara dirimu aku jadi tak punya pasangan.""Bukannya memang kau tak ada yang suka?"Kata candaan itu sukses membuat Jack menjadi kesal. Tapi yang dikatakan Freddy memang benar. Antara dia memang tak tertarik untuk berpacaran, atau karena tak ada yang yang menyukainya. Padahal wajahnya tak kalah tampan dari Freddy."Kau lihat saja, aku akan segera menemui jodohku. Paling tidak sekitar sebulan ini aku akan menunjukkannya padamu!"Freddy sengaja tertawa kecil untuk meledek. Jack buru-buru mematikan ponselnya sepihak begitu mendengar Freddy menertawakannya. .....Di pagi harinya Kate harus pergi bekerja sementara Freddy masih harus menyelesaikan gymnya. Gadis itu menghampiri Freddy hendak berpamitan. Namun ia malah fokus melihat punggung Freddy yang lebar berkeringat."Kate..., Kau tidak pergi bekerja?" tanya Freddy lembut. Ia menyadari Kate dibelakangnya melalui bayang-bayang barbel kecil yang ia angkat."Ini mau pergi, tapi aku rasa harus berpamitan denganmu dulu," Kate mendekat tepat sampai di samping sang suami.Freddy mendongakkan kepalanya menatap Kate bingung. Biasanya jika begini, di film-film, suami akan mencium istrinya ketika pergi atau sebaliknya. Tapi ia benar-benar bingung harus bagaimana, menyentuh saja sudah takut."Kalau begitu kau boleh berpamitan sekarang," ucap Freddy. Kate mendekat dan mencium kening Freddy secepat mungkin.Freddy melotot karena kaget. Tubuhnya terasa merinding ketika gadis itu menempelkan bibirnya di dahinya. Tapi tidak sampai membuatnya ketakutan, karena Kate benar-benar melakukan hanya dalam beberapa detik.Jarak gadis itu sudah cukup jauh dari sana. Ia melambaikan tangan sambil tersenyum. "Aku akan pulang lebih cepat!" serunya. Freddy tersenyum kecil setelah melihat kepergian gadis itu.Apa mungkin ia bisa bangkit dan sembuh dari masa lalu. Walaupun mustahil untuk melupakan kejadian itu, Freddy tetap akan berusaha bangkit untuk menjadi yang lebih baik.Setelah menghabiskan waktunya di kamar mandi, Freddy melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Waktunya ia pergi menemui Jack untuk berkonsultasi.Namun perasaan Freddy tak enak, ia merasa seperti diikuti dari mobil belakang. Buru-buru Freddy pergi dengan kecepatan tinggi menuju praktek Jack. Setelah merasa mobil yang di belakangnya tak mengikuti, Freddy memperlambat kecepatan mobilnya.Freddy berulangkali menoleh ke belakang ketika menghadap Jack. Membuat pria itu jadi kebingungan. "Kau kenapa?" tanya Jack sambil duduk melipat kedua kaki."Aku merasa diikuti," jawab Freddy pelan. Jack segera bangkit dari kursinya dan mengecek pintu luar dari balik jendela. Ia bisa melihat keluar, namun orang yang di luar tak bisa melihatnya.Memang benar ada seorang gadis bertopi hitam mengenakan masker terlihat seperti ingin menguping. Jack tertawa kecil. "Sepertinya itu orang suruhan Kate.""Kau tahu dari mana?""Kenapa masih bertanya? Aku ini sebentar lagi S3 psikologi. Dari gerak-gerik orang aku sudah prediksi itu orang suruhan Kate."Jack melangkah lebih dekat kemudian menarik tangan Freddy. "Mau kemana?" tanya Freddy bingung. Pasalnya ia sedang malas bangkit dari kursinya. "Ruangan ini kedap suara. Dan bodohnya dia masih berusaha menguping. Aku rasa aku punya ide."Freddy menghela nafas panjang sungguh ia malas mengikuti Jack yang sangat jahil ini. Padahal umur mereka sudah cukup tua untuk bermain-main seperti ini.Begitu pintu hendak terbuka, buru-buru gadis itu berlari keruang tunggu bersama dengan beberapa orang yang menunggu di sana.Kali ini Freddy dan Jack pindah ke ruangan yang tak kedap suara. Dan seperti dugaan Jack, gadis itu pasti mengikuti mereka kesana."Jack..." lirih Freddy."Sttt, diam aja!"Dengan kejahilannya, Jack banyak mengeluarkan suara aneh, membuat Abel semakin mendekatkan telinganya di pintu."Bagus, Fred! Kau terbaik...!"Abel menempelkan telinganya. Baru saja pria itu menyebut nama Fred setelah banyak mengeluarkan suara aneh. Abel segera berdiri tegak dengan mata melotot. "Yang kudengar barusan nggak mungkin salah kan?!"Buru-buru Abel menjauh dari tempat praktek dan mencari tempat yang cukup sepi untuk berbicara Kate dengan Kate mengenai hal ini.Ponsel Kate berdering beberapa kali, ia hendak mengabaikannya, namun mungkin saja panggilan dari Abel kali ini penting."Kate!" teriak Abel dari ponsel. Kate langsung menjauhkan ponselnya. "Abel, telingaku bisa pecah!""Ini penting!""Ada apa?" tanya Kate jengah."Freddy gay!""Ada apa?" tanya Kate jengah. "Freddy gay!" seru Abel terburu-buru. Kate tergeletak tawa sambil memukul-mukul meja kerjanya. "Kau bercanda? Dia normal seratus persen.""Tapi ini sungguhan Kate! Aku dengar temannya satu lagi mendesah di ruang kerjanya. Kau pikir aku berbohong hanya untuk ini?""Kau dengar suara Freddy juga?""Nggak sih, tapi aku yakin, mereka cuman berdua di ruang itu. Lagian temannya ini menyebutkan nama Freddy tahu!""Udahlah, Bel. Mungkin kau butuh tidur karena terlalu lelah. Salahku menyuruhmu memata-matai Freddy. Sekarang dia di mana?""Dia di tempat praktek psikiater terdekat dari rumah kalian. Tapi aku yakin, telingaku tak salah. Awas saja kalau kau mengadu dan mengatakan itu benar!"Abel mematikan ponselnya sepihak karena kesal. Sedangkan Kate menghela nafas panjang sambil menyisir rambutnya ke belakang. Yang mana harus ia percayai? Sahabatnya ini atau suaminya. Sedangkan Kate tahu, kalau Freddy takut akan disentuh.Untuk menghilangkan rasa keraguannya, Kate me
"Dicky..." Jane berucap lirih. Bukan melanjutkan kalimatnya, Jane malah menatap Freddy yang pucat pasi seperti tak bernyawa. "Fred, kau kenapa?" tanya Jane khawatir. Kate langsung melepas rangkulan tangannya. Lagi-lagi ia melupakan Freddy yang takut disentuh."Freddy, maafkan aku. Bagaimana ini?" ucap Kate panik. Sangking paniknya, ia tak sadar sedari tadi ia melantur. Jane jadi bingung melihat mereka berdua."Ayo bawa dia ke rumah sakit!" usul Jane. Freddy menggeleng cepat, ia menjauh sedikit dari para gadis itu. Dengan nafas tak beraturan, Freddy duduk di aspal untuk menenangkan dirinya sejenak. "Ada apa dengan Fred? Dia sedang sakit, kenapa kau diam saja?!" sentak Jane. Kate membisu diam tak bisa berbicara maupun bertindak. Ini kesalahannya karena terlalu cemburu, sedangkan Freddy menahan rasa ketakutannya agar dirinya tak malu. Jane menatap mereka secara bergantian, kenapa dua-duanya tampak cemas namun saling tak bertindak satu sama lain. Jane hendak melangkahkan kakinya mendek
Kate menatap ke sembarang arah, lebih tepatnya keluar jendela. Dia tahu Freddy pasti sudah menyadari hal ini, sebab itu Freddy dan temannya sengaja mengerjai Abel dengan berpura-pura gay."Aku penasaran, kenapa kau tak bisa cerita? Apa ini semua menyangkut ibu tirimu? Jika benar, aku bakal lebih berusaha agar kau bisa cepat sembuh.""Dengan mengetahui masa laluku?!" sela Freddy tak terima. Jelas sekali pria itu sedang membentaknya. Kate tak pernah dibentak, itu sebabnya kalau ada saja orang yang meninggikan suaranya, ia akan menangis.Dengan mata memerah Kate menatap Freddy kesal. Gadis itu mengepalkan tangannya. "Memangnya kenapa kalau aku tahu?! Aku ini istrimu, Fred!"Freddy menghela nafas panjang. "Itu sebabnya aku tak ingin membicarakan itu di sini. Orangtuamu bisa mendengar percakapan kita."Kate menyisir rambutnya frustasi. "Bisa nggak kita gak bertengkar sehari saja? Aku capek, aku juga mau bahagia kayak orang-orang!""Maka, seharusnya kita tak perlu bersama."Jawaban tak terdu
"Kalian sedang membicarakanku ya?!" kejut Kate. Gadis itu melangkahkan kakinya duduk tepat di tengah-tengah mereka. "Kepedean, kamu gak jadi tidur? Perasaan katanya mau tidur," ucap sang ibu."Nanti malam aja deh. Kalau tidur di siang hari, besok bakal mengantuk lagi saat siang. Yang ada pekerjaanku berantakan," jawab Kate sambil tertawa cengengesan.Freddy memperhatikan wajah Kate sambil kebingungan. "Bukannya dia tadi nangis? Kenapa tiba-tiba ceria lagi?" pikir Freddy. Saat itu juga ia membuat kesimpulan bahwa Kate suka menyembunyikan perasaannya dengan wajah bahagia."Oh iya, Ma. Sebentar lagi ada pameran lukisan di tempat kerja Fred, Mama sama Papa mau ikut? Biar pergi sekalian dengan kami," ujar Kate."Kapan?" tanya sang ibu."Hmm sekitar lima hari lagi, ya kan Fred?" Kate menghadap Freddy."Hm i-iya," jawab Freddy kebingungan. Pasalnya gadis itu bicara santai lagi dengannya. Seolah tak terjadi apa-apa barusan."Sebenarnya Mama mau ikut, cuman gak bisa. Karena harus keluar kota d
"Kate!" panggil Dicky dari kejauhan. Pria itu berlari kecil menghampiri kedua pasangan suami-istri tersebut. "Kate! Sudah kuduga kau di sini," ucapnya dengan nafas terengah-engah."Ada apa?" Kate menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa kau tiba-tiba kemari?""Aku membutuhkanmu!"Freddy seolah tak dianggap di sana. Dicky hanya melangsungkan pembicaraan tanpa melihat Freddy sama sekali. "Bukannya anda keterlaluan?" tanya Freddy kesal. Dicky menoleh dan berdiri dengan tegak. "Keterlaluan dari mana?""Kate itu istri saya. Harusnya anda minta izin dengan saya lebih dahulu.""Ini mendesak soal perusahaan, aku butuh Kate. Lagi pula Kate bawahanku.""Alexian, aku bukan bawahanmu jika di luar. Aku dan Freddy sedang bersantai, kau tak seharusnya menyuruhku untuk kembali bekerja di perusahaan!" seru Kate."Aku tahu itu. Tapi ini soal pekerjaanmu, kita kedatangan investor asing. Dan dia datang tanpa memberitahu terlebih dahulu. Aku benar-benar membutuhkanmu kali ini saja! Soal kau ingin resign sement
Kate menghela nafasnya berulangkali dari balik selimut. Saat ini posisinya tidur membelakangi Freddy. Ia jadi teringat ucapan Freddy yang menyanggupi keinginan ibunya. Kate jadi merasa terbebani, karena sama saja mereka berjanji untuk menuruti permintaan sang ibu."Kamu belum tidur juga?" tanya Freddy menatap lurus ke atas. Ia sudah mendengar berkali-kali suara helaan nafas dari Kate."Iya belum, ada apa Fred?" tanyanya berbalik menghadap Freddy."Kamu kepikiran dengan jawabanku tadi, iya kan? Makanya tadi kamu makan sampai tersedak.""Bukan begitu, Fred. Aku hanya berpikir, kenapa kamu jawab seakan menyanggupinya? Kamu sendiri tahu, kalau kamu masih punya phobia disentuh. Kita jadi seperti memberi harapan pada Mama dan Papa. Dan jadi sedikit membebaniku.""Maaf Kate, aku tak tahu, hanya jawaban itu yang terlintas dari pikiranku.""Apa kau mau membantuku untuk segera sembuh?" Lirih Freddy.Kate terdiam. Segala cara sudah dilakukannya agar Freddy tidak takut disentuh. Tapi semakin ia be
"Hai, boleh saya duduk di dekat anda?""Silahkan..."Pria itu tampak memperhatikan Kate dan juga laptopnya sesekali. Jelas sekali terlihat kalau saat ini ia tertarik dengan Kate. Selain tampak anggun, Kate juga berkharisma.Pria itu mengulurkan tangannya. "Nama saya Tharek, bagaimana dengan anda?" "Dia sudah bersuami," sahut Dicky sebelum Kate sempat menjawab pertanyaan dari pria yang berasal dari Pakistan tersebut.Dicky berjalan mendekat dan duduk di antara mereka. "Sebaiknya undurkan diri saja. Dia sudah bersuami, dan takkan berpaling dengan yang lain."Pria itu menautkan kedua alisnya. "Anda suaminya?""Bukan, saya temannya. Sebagai teman saya hanya memperingatkan.""Lantas mengapa anda menyela? Saya hanya ingin berteman...""Oh ya? Tapi tidak terlihat seperti itu--"Kate merasa jengkel melihat kedua pria ini. Kenapa mereka harus ribut di tengah-tengah ia sedang bekerja."Huh! Dik, bisa kau pergi dari sini? Aku hanya ingin tenang hari ini.""Tapi Kate, dia mencoba mendekatimu," b
Begitu sampai di rumah, Kate langsung berbaring sejenak di sofa. Dilihatnya Freddy yang sibuk mengunci pintu luar. Pria itu tampak ingin pergi ke dalam setelah berhasil mengunci pintu."Freddy..." panggil Kate."Hm?""Gimana soal phobia kamu? Udah ada kemajuan?"Freddy menggeleng. "Masih tetap sama." Ia melangkah lebih dekat dan duduk tepat di bawah kaki Kate. Gadis itu langsung memposisikan dirinya menjadi duduk. Sambil menaikkan sebelah alisnya Kate lebih mendekat dari sebelumnya. "Mau aku bantu rileksin kamu?"Freddy mendelik seraya tersenyum kikuk. "Bantu apa?" ulangnya lagi. Takut jika Kate bertindak lebih gila seperti awal pernikahan. Kate memajukan wajahnya sambil mengedipkan mata berulangkali. "Hmm kamu malu ya?"Freddy menyunggingkan bibirnya seraya menunjukkan wajah tak mengerti. Tapi Freddy bisa mencium bau alkohol dari mulut Kate. Jadi dia bisa maklum kenapa gadis itu mendadak berubah sikapnya."Kat
"Aku udah terbiasa dengar kata selingkuh. Dalam pernikahan itu saja sering terjadi, apalagi berpacaran.""Jadi maksudmu selingkuh itu biasa?""Kate... sejujurnya aku gak mau mendengar kata selingkuh lagi. Tapi karena kamu cerita, maka reaksiku pun hanya seperti itu.""Maaf...""Untuk apa minta maaf? Kamu nggak salah. Mending kita makan dulu yuk. Aku udah lapar..." Kate kini mengembangkan senyumannya. "Kamu mau makan apa siang ini? Biar aku masakin.""Makan apa aja yang paling enak."Kate mencubit hidung mancung Freddy. "Memang ya suamiku ini," geramnya."Aduh, duh," Kate langsung berlari sambil tertawa setelah mengambil kesempatan menjahili Freddy. Freddy hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan istrinya ini.Seusai makan, baik Kate dan Freddy sama-sama berbaring di ranjang yang sama. Tapi keduanya sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Walaupun begitu keduanya memegang ponsel hanya takut j
Lagi-lagi Freddy menerima panggilan dari penjara. Dia tahu ini ulah wanita tua itu. Freddy ingin datang ke sana bermaksud untuk menyuruh gadis itu segera berhenti meneleponnya. Tapi ia tak punya keberanian sedikit pun. Takut jika trauma yang ia alami malah semakin menjadi-jadi.Demi memperbaikinya hubungannya dengan Kate, Freddy memilih untuk pergi ke penjara dan menyelesaikan semua masalah yang terjadi antara dia dan mantan ibu tirinya.Detik-detik berlalu, saat wanita tua itu berada di ruang komunikasi. Mereka tidak akan bersentuhan secara langsung, tapi dengan melihat wajahnya saja Freddy merasa mual."Anakku akhirnya datang juga," ucap wanita tua itu. Penampilan dan sikapnya seakan berubah drastis, persis seperti orang gila yang berada di jalanan. "Saya bukan anak anda. Dan tak akan pernah menjadi anak anda," jawab Freddy tegas. Wanita tua itu melihat tangan Freddy yang gemetaran, kemudian tertawa kecil."Kau berkata seperti itu, pad
"Dicky Alexian. Dia yang selamatkan aku."Freddy terbungkam. Bukan karena tak mau menerima kenyataan, hanya saja ia merasa cemburu jika nama Dicky harus disebut kembali. "Kenapa Fred?""Bukan apa-apa. Syukurlah kamu selamat, aku senang mendengarnya. Tapi kamu harus hati-hati, jangan pergi-pergi sendiri. Aku takut kamu kenapa-napa lagi."Kate tersenyum tipis, walaupun sebenarnya ia masih kesal dengan perlakuan Freddy tadi."Maaf Kate," ujar Freddy lirih."Gapapa, aku mulai terbiasa di dorong olehmu. Lain kali dorong saja aku ke ranjang hahaha..."Freddy mengacak rambut Kate, sambil tersenyum lega. Sementara Kate menatap mata Freddy yang tampak tulus tapi menyebalkan. "Selain mengacak-acak rambut, kau ini sangat pandai mengobrak-abrik hati orang," ungkap Kate. "Aku bingung, padahal aku mulai terbiasa denganmu. Tapi entah kenapa aku masih aja ketakutan."Kate menepuk-nepuk pelan paha Freddy. "Yaudahlah
Begitu sampai di rumah Kate berlarian ke sofa dan berbaring lega. "Huh, capek juga."Freddy tersenyum kecil kemudian pergi ke dapur. Selang beberapa menit, ia kembali dengan teh hijau ditangannya. "Ini minum dulu..."Kate menatap pria itu haru. "Fred, ya ampun... harusnya aku yang membuatkanmu minum. Maaf ya aku memang gak pengertian.""Gak apa-apa sayang. Lagian aku juga sekalian buat punyaku."Kamu panggil aku apa tadi?""Sayang?""Ini pertama kalinya kamu panggil aku sayang, aku senang banget tahu!"Kate menggenggam tangan Freddy dan menatap mata biru sang suami. "Mata kamu cantik banget ya? Aku senang banget tahu gak dapat kamu. Udah ganteng, pintar, pengertian, bisa semuanya, kecuali masak sih. Pokoknya perfect deh.""Menurut aku..., aku lebih beruntung dapat kamu. Kate yang pintar, mandiri, bisa semuanya, penyayang, berbakat. Apa lagi yang gak kamu bisa?""Aku belum bisa dapatin hati kamu sepenuhn
Buru-buru Kate berlari mengambil obat-obatan di lemari dapur. Obat-obat itu dimakan Freddy empat sekaligus sekaligus meminum segelas air dari tangan Kate."Gimana Fred?" tanya Kate penuh khawatir."Gak apa-apa sebentar lagi aku bakal lebih tenang.""Huft, syukurlah."Freddy mendongakkan kepalanya. "Kate..." lirih Freddy."Hm? Masih lemas?""Kamu masih bisa kan kasih aku waktu untuk mencoba? Aku mau lebih cepat sembuh. Gak apa kalau di dunia ini aku hanya bisa menyentuhmu seorang. Karena alasanku tetap hidup karenamu.""Aku bakal nunggu mau itu satu tahun atau satu abad lagi. Pokoknya kamu harus sembuh! Kita berjuang sama-sama ya, semangat!"---Libur musim semi telah tiba. Kate memilih untuk berdiam diri di rumah. Padahal jika libur begini, biasanya Kate menghabiskan waktunya lebih banyak di luar bermain dengan teman-temannya.Tapi gaya hidupnya kini berubah semenjak menikah dengan Freddy. Karena Freddy tak suka keramaian. Itu sebabnya ia berbaring telentang di sofa dengan mata mengan
"Aku punya cinta pertama waktu kecil sekitar umur enam tahun. Dia gadis yang cantik, bijak dan pintar. Aku pertama kali melihatnya saat kami ngontrak di depan rumah gadis itu. Dulu keluargaku suka berpindah-pindah tempat. Jadi sebelum tahu namanya, kami sudah pindah duluan."Kate memutar malas bola matanya. "Aku juga cantik, bukan berarti aku yang bilang ya. Kebanyakan orang memang memujiku cantik. Aku juga pintar dan bijak, makanya dalam beberapa bulan aku jadi manajer di perusahaan besar."Freddy tertawa kecil mendengar ocehan Kate yang tengah cemburu. "Haha iya deh kalian sama.""Aku lebih!""Iya kamu lebih. Kamu lebih dari siapapun bagiku..."_Sial! Manis banget, dia belajar dari mana coba?_"Ekhem! Aku sedikit senang sih. Tapi alasan kamu milih nikah samaku cuman karena cantik dan pintar doang? Atau sama kayak cinta pertama kamu itu?""Dia punya sesuatu yang nggak kupunya," jawab Freddy serius. Sejujurnya Kate sedi
Abel mendelik. "Sudah kuduga, kamu! Jadi kamu ya yang sama Freddy?!""Kamu kenal Freddy?""Iya dong! Kami satu kampus.""Harvard university?" tebak Jack."Iya, Freddy kasih tahu kamu ya?""Aku juga ambil S1 di sana. Di angkatan yang sama dengan Freddy. Jurusan psikologi."Cukup dengan perkenalan, Abelia yang masih penasaran mendekatkan wajahnya. Seraya berbisik. "Kau dengan Freddy seorang gay?"Jack sedikit menjauh. "Benar," jawabnya dengan wajah serius. Abel menutup mulutnya tak percaya."Tapi boong," sambung Jack sambil terkekeh geli. Ekspresi wajah Abel yang semula penasaran kini menjadi jengkel. "Jadi yang menguntit Freddy kemarin itu kamu ya?"Abel diam, dia yakin pria ini tampaknya sudah sadar bahwa gadis yang menyamar itu adalah dirinya. Dan sekarang, ia malah terjebak ke dalam lingkaran yang dia buat sendiri._Sial, mampus ketahuan!_"Bukan, haha kapan aku menguntit?" seperti gadis yang salah tingkah. Abel beranjak dari kursinya meninggalkan Jack yang masih terkekeh geli. Pad
"Ngomong-ngomong... Kita ngapain aja ya semalam?"Freddy merubah posisinya menjadi duduk. Rambut serta bajunya yang berantakan malam membuat pria itu terlihat seksi."Hm, kamu gak ingat sama sekali?" tanya Freddy ragu.Kate menggeleng cepat. Kali ini ia benar-benar takut. Takut jika ia menyerang Freddy semalam sampai-sampai melakukan ini."Yang aku ingat terakhir kali, kita bicara berdua di ruang tamu.""Memang ya kamu ini! Kamu terlalu banyak minum semalam. Makanya jadi begini," tukas Freddy."Selain itu?""Ya gak ada lagi."Kate menghela nafas panjang. Selimutnya ia tarik lebih ke atas agar Freddy paham maksudnya. "Aku gak nyoba nyerang kamu kan semalam?" tanyanya dengan berat hati. "Memangnya kenapa?" Freddy menaikkan sebelah alisnya sambil sedikit memiringkan kepala."Soalnya---, aku minum alkohol semalam. Tingkahku jadi aneh kalau udah minum alkohol.""Huh, udah tahu begitu, tapi
Begitu sampai di rumah, Kate langsung berbaring sejenak di sofa. Dilihatnya Freddy yang sibuk mengunci pintu luar. Pria itu tampak ingin pergi ke dalam setelah berhasil mengunci pintu."Freddy..." panggil Kate."Hm?""Gimana soal phobia kamu? Udah ada kemajuan?"Freddy menggeleng. "Masih tetap sama." Ia melangkah lebih dekat dan duduk tepat di bawah kaki Kate. Gadis itu langsung memposisikan dirinya menjadi duduk. Sambil menaikkan sebelah alisnya Kate lebih mendekat dari sebelumnya. "Mau aku bantu rileksin kamu?"Freddy mendelik seraya tersenyum kikuk. "Bantu apa?" ulangnya lagi. Takut jika Kate bertindak lebih gila seperti awal pernikahan. Kate memajukan wajahnya sambil mengedipkan mata berulangkali. "Hmm kamu malu ya?"Freddy menyunggingkan bibirnya seraya menunjukkan wajah tak mengerti. Tapi Freddy bisa mencium bau alkohol dari mulut Kate. Jadi dia bisa maklum kenapa gadis itu mendadak berubah sikapnya."Kat