Begitu sampai di rumah, Kate langsung berbaring sejenak di sofa. Dilihatnya Freddy yang sibuk mengunci pintu luar. Pria itu tampak ingin pergi ke dalam setelah berhasil mengunci pintu."Freddy..." panggil Kate."Hm?""Gimana soal phobia kamu? Udah ada kemajuan?"Freddy menggeleng. "Masih tetap sama." Ia melangkah lebih dekat dan duduk tepat di bawah kaki Kate. Gadis itu langsung memposisikan dirinya menjadi duduk. Sambil menaikkan sebelah alisnya Kate lebih mendekat dari sebelumnya. "Mau aku bantu rileksin kamu?"Freddy mendelik seraya tersenyum kikuk. "Bantu apa?" ulangnya lagi. Takut jika Kate bertindak lebih gila seperti awal pernikahan. Kate memajukan wajahnya sambil mengedipkan mata berulangkali. "Hmm kamu malu ya?"Freddy menyunggingkan bibirnya seraya menunjukkan wajah tak mengerti. Tapi Freddy bisa mencium bau alkohol dari mulut Kate. Jadi dia bisa maklum kenapa gadis itu mendadak berubah sikapnya."Kat
"Ngomong-ngomong... Kita ngapain aja ya semalam?"Freddy merubah posisinya menjadi duduk. Rambut serta bajunya yang berantakan malam membuat pria itu terlihat seksi."Hm, kamu gak ingat sama sekali?" tanya Freddy ragu.Kate menggeleng cepat. Kali ini ia benar-benar takut. Takut jika ia menyerang Freddy semalam sampai-sampai melakukan ini."Yang aku ingat terakhir kali, kita bicara berdua di ruang tamu.""Memang ya kamu ini! Kamu terlalu banyak minum semalam. Makanya jadi begini," tukas Freddy."Selain itu?""Ya gak ada lagi."Kate menghela nafas panjang. Selimutnya ia tarik lebih ke atas agar Freddy paham maksudnya. "Aku gak nyoba nyerang kamu kan semalam?" tanyanya dengan berat hati. "Memangnya kenapa?" Freddy menaikkan sebelah alisnya sambil sedikit memiringkan kepala."Soalnya---, aku minum alkohol semalam. Tingkahku jadi aneh kalau udah minum alkohol.""Huh, udah tahu begitu, tapi
Abel mendelik. "Sudah kuduga, kamu! Jadi kamu ya yang sama Freddy?!""Kamu kenal Freddy?""Iya dong! Kami satu kampus.""Harvard university?" tebak Jack."Iya, Freddy kasih tahu kamu ya?""Aku juga ambil S1 di sana. Di angkatan yang sama dengan Freddy. Jurusan psikologi."Cukup dengan perkenalan, Abelia yang masih penasaran mendekatkan wajahnya. Seraya berbisik. "Kau dengan Freddy seorang gay?"Jack sedikit menjauh. "Benar," jawabnya dengan wajah serius. Abel menutup mulutnya tak percaya."Tapi boong," sambung Jack sambil terkekeh geli. Ekspresi wajah Abel yang semula penasaran kini menjadi jengkel. "Jadi yang menguntit Freddy kemarin itu kamu ya?"Abel diam, dia yakin pria ini tampaknya sudah sadar bahwa gadis yang menyamar itu adalah dirinya. Dan sekarang, ia malah terjebak ke dalam lingkaran yang dia buat sendiri._Sial, mampus ketahuan!_"Bukan, haha kapan aku menguntit?" seperti gadis yang salah tingkah. Abel beranjak dari kursinya meninggalkan Jack yang masih terkekeh geli. Pad
"Aku punya cinta pertama waktu kecil sekitar umur enam tahun. Dia gadis yang cantik, bijak dan pintar. Aku pertama kali melihatnya saat kami ngontrak di depan rumah gadis itu. Dulu keluargaku suka berpindah-pindah tempat. Jadi sebelum tahu namanya, kami sudah pindah duluan."Kate memutar malas bola matanya. "Aku juga cantik, bukan berarti aku yang bilang ya. Kebanyakan orang memang memujiku cantik. Aku juga pintar dan bijak, makanya dalam beberapa bulan aku jadi manajer di perusahaan besar."Freddy tertawa kecil mendengar ocehan Kate yang tengah cemburu. "Haha iya deh kalian sama.""Aku lebih!""Iya kamu lebih. Kamu lebih dari siapapun bagiku..."_Sial! Manis banget, dia belajar dari mana coba?_"Ekhem! Aku sedikit senang sih. Tapi alasan kamu milih nikah samaku cuman karena cantik dan pintar doang? Atau sama kayak cinta pertama kamu itu?""Dia punya sesuatu yang nggak kupunya," jawab Freddy serius. Sejujurnya Kate sedi
Buru-buru Kate berlari mengambil obat-obatan di lemari dapur. Obat-obat itu dimakan Freddy empat sekaligus sekaligus meminum segelas air dari tangan Kate."Gimana Fred?" tanya Kate penuh khawatir."Gak apa-apa sebentar lagi aku bakal lebih tenang.""Huft, syukurlah."Freddy mendongakkan kepalanya. "Kate..." lirih Freddy."Hm? Masih lemas?""Kamu masih bisa kan kasih aku waktu untuk mencoba? Aku mau lebih cepat sembuh. Gak apa kalau di dunia ini aku hanya bisa menyentuhmu seorang. Karena alasanku tetap hidup karenamu.""Aku bakal nunggu mau itu satu tahun atau satu abad lagi. Pokoknya kamu harus sembuh! Kita berjuang sama-sama ya, semangat!"---Libur musim semi telah tiba. Kate memilih untuk berdiam diri di rumah. Padahal jika libur begini, biasanya Kate menghabiskan waktunya lebih banyak di luar bermain dengan teman-temannya.Tapi gaya hidupnya kini berubah semenjak menikah dengan Freddy. Karena Freddy tak suka keramaian. Itu sebabnya ia berbaring telentang di sofa dengan mata mengan
Begitu sampai di rumah Kate berlarian ke sofa dan berbaring lega. "Huh, capek juga."Freddy tersenyum kecil kemudian pergi ke dapur. Selang beberapa menit, ia kembali dengan teh hijau ditangannya. "Ini minum dulu..."Kate menatap pria itu haru. "Fred, ya ampun... harusnya aku yang membuatkanmu minum. Maaf ya aku memang gak pengertian.""Gak apa-apa sayang. Lagian aku juga sekalian buat punyaku."Kamu panggil aku apa tadi?""Sayang?""Ini pertama kalinya kamu panggil aku sayang, aku senang banget tahu!"Kate menggenggam tangan Freddy dan menatap mata biru sang suami. "Mata kamu cantik banget ya? Aku senang banget tahu gak dapat kamu. Udah ganteng, pintar, pengertian, bisa semuanya, kecuali masak sih. Pokoknya perfect deh.""Menurut aku..., aku lebih beruntung dapat kamu. Kate yang pintar, mandiri, bisa semuanya, penyayang, berbakat. Apa lagi yang gak kamu bisa?""Aku belum bisa dapatin hati kamu sepenuhn
"Dicky Alexian. Dia yang selamatkan aku."Freddy terbungkam. Bukan karena tak mau menerima kenyataan, hanya saja ia merasa cemburu jika nama Dicky harus disebut kembali. "Kenapa Fred?""Bukan apa-apa. Syukurlah kamu selamat, aku senang mendengarnya. Tapi kamu harus hati-hati, jangan pergi-pergi sendiri. Aku takut kamu kenapa-napa lagi."Kate tersenyum tipis, walaupun sebenarnya ia masih kesal dengan perlakuan Freddy tadi."Maaf Kate," ujar Freddy lirih."Gapapa, aku mulai terbiasa di dorong olehmu. Lain kali dorong saja aku ke ranjang hahaha..."Freddy mengacak rambut Kate, sambil tersenyum lega. Sementara Kate menatap mata Freddy yang tampak tulus tapi menyebalkan. "Selain mengacak-acak rambut, kau ini sangat pandai mengobrak-abrik hati orang," ungkap Kate. "Aku bingung, padahal aku mulai terbiasa denganmu. Tapi entah kenapa aku masih aja ketakutan."Kate menepuk-nepuk pelan paha Freddy. "Yaudahlah
Lagi-lagi Freddy menerima panggilan dari penjara. Dia tahu ini ulah wanita tua itu. Freddy ingin datang ke sana bermaksud untuk menyuruh gadis itu segera berhenti meneleponnya. Tapi ia tak punya keberanian sedikit pun. Takut jika trauma yang ia alami malah semakin menjadi-jadi.Demi memperbaikinya hubungannya dengan Kate, Freddy memilih untuk pergi ke penjara dan menyelesaikan semua masalah yang terjadi antara dia dan mantan ibu tirinya.Detik-detik berlalu, saat wanita tua itu berada di ruang komunikasi. Mereka tidak akan bersentuhan secara langsung, tapi dengan melihat wajahnya saja Freddy merasa mual."Anakku akhirnya datang juga," ucap wanita tua itu. Penampilan dan sikapnya seakan berubah drastis, persis seperti orang gila yang berada di jalanan. "Saya bukan anak anda. Dan tak akan pernah menjadi anak anda," jawab Freddy tegas. Wanita tua itu melihat tangan Freddy yang gemetaran, kemudian tertawa kecil."Kau berkata seperti itu, pad
"Aku udah terbiasa dengar kata selingkuh. Dalam pernikahan itu saja sering terjadi, apalagi berpacaran.""Jadi maksudmu selingkuh itu biasa?""Kate... sejujurnya aku gak mau mendengar kata selingkuh lagi. Tapi karena kamu cerita, maka reaksiku pun hanya seperti itu.""Maaf...""Untuk apa minta maaf? Kamu nggak salah. Mending kita makan dulu yuk. Aku udah lapar..." Kate kini mengembangkan senyumannya. "Kamu mau makan apa siang ini? Biar aku masakin.""Makan apa aja yang paling enak."Kate mencubit hidung mancung Freddy. "Memang ya suamiku ini," geramnya."Aduh, duh," Kate langsung berlari sambil tertawa setelah mengambil kesempatan menjahili Freddy. Freddy hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan istrinya ini.Seusai makan, baik Kate dan Freddy sama-sama berbaring di ranjang yang sama. Tapi keduanya sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Walaupun begitu keduanya memegang ponsel hanya takut j
Lagi-lagi Freddy menerima panggilan dari penjara. Dia tahu ini ulah wanita tua itu. Freddy ingin datang ke sana bermaksud untuk menyuruh gadis itu segera berhenti meneleponnya. Tapi ia tak punya keberanian sedikit pun. Takut jika trauma yang ia alami malah semakin menjadi-jadi.Demi memperbaikinya hubungannya dengan Kate, Freddy memilih untuk pergi ke penjara dan menyelesaikan semua masalah yang terjadi antara dia dan mantan ibu tirinya.Detik-detik berlalu, saat wanita tua itu berada di ruang komunikasi. Mereka tidak akan bersentuhan secara langsung, tapi dengan melihat wajahnya saja Freddy merasa mual."Anakku akhirnya datang juga," ucap wanita tua itu. Penampilan dan sikapnya seakan berubah drastis, persis seperti orang gila yang berada di jalanan. "Saya bukan anak anda. Dan tak akan pernah menjadi anak anda," jawab Freddy tegas. Wanita tua itu melihat tangan Freddy yang gemetaran, kemudian tertawa kecil."Kau berkata seperti itu, pad
"Dicky Alexian. Dia yang selamatkan aku."Freddy terbungkam. Bukan karena tak mau menerima kenyataan, hanya saja ia merasa cemburu jika nama Dicky harus disebut kembali. "Kenapa Fred?""Bukan apa-apa. Syukurlah kamu selamat, aku senang mendengarnya. Tapi kamu harus hati-hati, jangan pergi-pergi sendiri. Aku takut kamu kenapa-napa lagi."Kate tersenyum tipis, walaupun sebenarnya ia masih kesal dengan perlakuan Freddy tadi."Maaf Kate," ujar Freddy lirih."Gapapa, aku mulai terbiasa di dorong olehmu. Lain kali dorong saja aku ke ranjang hahaha..."Freddy mengacak rambut Kate, sambil tersenyum lega. Sementara Kate menatap mata Freddy yang tampak tulus tapi menyebalkan. "Selain mengacak-acak rambut, kau ini sangat pandai mengobrak-abrik hati orang," ungkap Kate. "Aku bingung, padahal aku mulai terbiasa denganmu. Tapi entah kenapa aku masih aja ketakutan."Kate menepuk-nepuk pelan paha Freddy. "Yaudahlah
Begitu sampai di rumah Kate berlarian ke sofa dan berbaring lega. "Huh, capek juga."Freddy tersenyum kecil kemudian pergi ke dapur. Selang beberapa menit, ia kembali dengan teh hijau ditangannya. "Ini minum dulu..."Kate menatap pria itu haru. "Fred, ya ampun... harusnya aku yang membuatkanmu minum. Maaf ya aku memang gak pengertian.""Gak apa-apa sayang. Lagian aku juga sekalian buat punyaku."Kamu panggil aku apa tadi?""Sayang?""Ini pertama kalinya kamu panggil aku sayang, aku senang banget tahu!"Kate menggenggam tangan Freddy dan menatap mata biru sang suami. "Mata kamu cantik banget ya? Aku senang banget tahu gak dapat kamu. Udah ganteng, pintar, pengertian, bisa semuanya, kecuali masak sih. Pokoknya perfect deh.""Menurut aku..., aku lebih beruntung dapat kamu. Kate yang pintar, mandiri, bisa semuanya, penyayang, berbakat. Apa lagi yang gak kamu bisa?""Aku belum bisa dapatin hati kamu sepenuhn
Buru-buru Kate berlari mengambil obat-obatan di lemari dapur. Obat-obat itu dimakan Freddy empat sekaligus sekaligus meminum segelas air dari tangan Kate."Gimana Fred?" tanya Kate penuh khawatir."Gak apa-apa sebentar lagi aku bakal lebih tenang.""Huft, syukurlah."Freddy mendongakkan kepalanya. "Kate..." lirih Freddy."Hm? Masih lemas?""Kamu masih bisa kan kasih aku waktu untuk mencoba? Aku mau lebih cepat sembuh. Gak apa kalau di dunia ini aku hanya bisa menyentuhmu seorang. Karena alasanku tetap hidup karenamu.""Aku bakal nunggu mau itu satu tahun atau satu abad lagi. Pokoknya kamu harus sembuh! Kita berjuang sama-sama ya, semangat!"---Libur musim semi telah tiba. Kate memilih untuk berdiam diri di rumah. Padahal jika libur begini, biasanya Kate menghabiskan waktunya lebih banyak di luar bermain dengan teman-temannya.Tapi gaya hidupnya kini berubah semenjak menikah dengan Freddy. Karena Freddy tak suka keramaian. Itu sebabnya ia berbaring telentang di sofa dengan mata mengan
"Aku punya cinta pertama waktu kecil sekitar umur enam tahun. Dia gadis yang cantik, bijak dan pintar. Aku pertama kali melihatnya saat kami ngontrak di depan rumah gadis itu. Dulu keluargaku suka berpindah-pindah tempat. Jadi sebelum tahu namanya, kami sudah pindah duluan."Kate memutar malas bola matanya. "Aku juga cantik, bukan berarti aku yang bilang ya. Kebanyakan orang memang memujiku cantik. Aku juga pintar dan bijak, makanya dalam beberapa bulan aku jadi manajer di perusahaan besar."Freddy tertawa kecil mendengar ocehan Kate yang tengah cemburu. "Haha iya deh kalian sama.""Aku lebih!""Iya kamu lebih. Kamu lebih dari siapapun bagiku..."_Sial! Manis banget, dia belajar dari mana coba?_"Ekhem! Aku sedikit senang sih. Tapi alasan kamu milih nikah samaku cuman karena cantik dan pintar doang? Atau sama kayak cinta pertama kamu itu?""Dia punya sesuatu yang nggak kupunya," jawab Freddy serius. Sejujurnya Kate sedi
Abel mendelik. "Sudah kuduga, kamu! Jadi kamu ya yang sama Freddy?!""Kamu kenal Freddy?""Iya dong! Kami satu kampus.""Harvard university?" tebak Jack."Iya, Freddy kasih tahu kamu ya?""Aku juga ambil S1 di sana. Di angkatan yang sama dengan Freddy. Jurusan psikologi."Cukup dengan perkenalan, Abelia yang masih penasaran mendekatkan wajahnya. Seraya berbisik. "Kau dengan Freddy seorang gay?"Jack sedikit menjauh. "Benar," jawabnya dengan wajah serius. Abel menutup mulutnya tak percaya."Tapi boong," sambung Jack sambil terkekeh geli. Ekspresi wajah Abel yang semula penasaran kini menjadi jengkel. "Jadi yang menguntit Freddy kemarin itu kamu ya?"Abel diam, dia yakin pria ini tampaknya sudah sadar bahwa gadis yang menyamar itu adalah dirinya. Dan sekarang, ia malah terjebak ke dalam lingkaran yang dia buat sendiri._Sial, mampus ketahuan!_"Bukan, haha kapan aku menguntit?" seperti gadis yang salah tingkah. Abel beranjak dari kursinya meninggalkan Jack yang masih terkekeh geli. Pad
"Ngomong-ngomong... Kita ngapain aja ya semalam?"Freddy merubah posisinya menjadi duduk. Rambut serta bajunya yang berantakan malam membuat pria itu terlihat seksi."Hm, kamu gak ingat sama sekali?" tanya Freddy ragu.Kate menggeleng cepat. Kali ini ia benar-benar takut. Takut jika ia menyerang Freddy semalam sampai-sampai melakukan ini."Yang aku ingat terakhir kali, kita bicara berdua di ruang tamu.""Memang ya kamu ini! Kamu terlalu banyak minum semalam. Makanya jadi begini," tukas Freddy."Selain itu?""Ya gak ada lagi."Kate menghela nafas panjang. Selimutnya ia tarik lebih ke atas agar Freddy paham maksudnya. "Aku gak nyoba nyerang kamu kan semalam?" tanyanya dengan berat hati. "Memangnya kenapa?" Freddy menaikkan sebelah alisnya sambil sedikit memiringkan kepala."Soalnya---, aku minum alkohol semalam. Tingkahku jadi aneh kalau udah minum alkohol.""Huh, udah tahu begitu, tapi
Begitu sampai di rumah, Kate langsung berbaring sejenak di sofa. Dilihatnya Freddy yang sibuk mengunci pintu luar. Pria itu tampak ingin pergi ke dalam setelah berhasil mengunci pintu."Freddy..." panggil Kate."Hm?""Gimana soal phobia kamu? Udah ada kemajuan?"Freddy menggeleng. "Masih tetap sama." Ia melangkah lebih dekat dan duduk tepat di bawah kaki Kate. Gadis itu langsung memposisikan dirinya menjadi duduk. Sambil menaikkan sebelah alisnya Kate lebih mendekat dari sebelumnya. "Mau aku bantu rileksin kamu?"Freddy mendelik seraya tersenyum kikuk. "Bantu apa?" ulangnya lagi. Takut jika Kate bertindak lebih gila seperti awal pernikahan. Kate memajukan wajahnya sambil mengedipkan mata berulangkali. "Hmm kamu malu ya?"Freddy menyunggingkan bibirnya seraya menunjukkan wajah tak mengerti. Tapi Freddy bisa mencium bau alkohol dari mulut Kate. Jadi dia bisa maklum kenapa gadis itu mendadak berubah sikapnya."Kat