Begitu sampai di rumah Kate berlarian ke sofa dan berbaring lega. "Huh, capek juga."Freddy tersenyum kecil kemudian pergi ke dapur. Selang beberapa menit, ia kembali dengan teh hijau ditangannya. "Ini minum dulu..."Kate menatap pria itu haru. "Fred, ya ampun... harusnya aku yang membuatkanmu minum. Maaf ya aku memang gak pengertian.""Gak apa-apa sayang. Lagian aku juga sekalian buat punyaku."Kamu panggil aku apa tadi?""Sayang?""Ini pertama kalinya kamu panggil aku sayang, aku senang banget tahu!"Kate menggenggam tangan Freddy dan menatap mata biru sang suami. "Mata kamu cantik banget ya? Aku senang banget tahu gak dapat kamu. Udah ganteng, pintar, pengertian, bisa semuanya, kecuali masak sih. Pokoknya perfect deh.""Menurut aku..., aku lebih beruntung dapat kamu. Kate yang pintar, mandiri, bisa semuanya, penyayang, berbakat. Apa lagi yang gak kamu bisa?""Aku belum bisa dapatin hati kamu sepenuhn
"Dicky Alexian. Dia yang selamatkan aku."Freddy terbungkam. Bukan karena tak mau menerima kenyataan, hanya saja ia merasa cemburu jika nama Dicky harus disebut kembali. "Kenapa Fred?""Bukan apa-apa. Syukurlah kamu selamat, aku senang mendengarnya. Tapi kamu harus hati-hati, jangan pergi-pergi sendiri. Aku takut kamu kenapa-napa lagi."Kate tersenyum tipis, walaupun sebenarnya ia masih kesal dengan perlakuan Freddy tadi."Maaf Kate," ujar Freddy lirih."Gapapa, aku mulai terbiasa di dorong olehmu. Lain kali dorong saja aku ke ranjang hahaha..."Freddy mengacak rambut Kate, sambil tersenyum lega. Sementara Kate menatap mata Freddy yang tampak tulus tapi menyebalkan. "Selain mengacak-acak rambut, kau ini sangat pandai mengobrak-abrik hati orang," ungkap Kate. "Aku bingung, padahal aku mulai terbiasa denganmu. Tapi entah kenapa aku masih aja ketakutan."Kate menepuk-nepuk pelan paha Freddy. "Yaudahlah
Lagi-lagi Freddy menerima panggilan dari penjara. Dia tahu ini ulah wanita tua itu. Freddy ingin datang ke sana bermaksud untuk menyuruh gadis itu segera berhenti meneleponnya. Tapi ia tak punya keberanian sedikit pun. Takut jika trauma yang ia alami malah semakin menjadi-jadi.Demi memperbaikinya hubungannya dengan Kate, Freddy memilih untuk pergi ke penjara dan menyelesaikan semua masalah yang terjadi antara dia dan mantan ibu tirinya.Detik-detik berlalu, saat wanita tua itu berada di ruang komunikasi. Mereka tidak akan bersentuhan secara langsung, tapi dengan melihat wajahnya saja Freddy merasa mual."Anakku akhirnya datang juga," ucap wanita tua itu. Penampilan dan sikapnya seakan berubah drastis, persis seperti orang gila yang berada di jalanan. "Saya bukan anak anda. Dan tak akan pernah menjadi anak anda," jawab Freddy tegas. Wanita tua itu melihat tangan Freddy yang gemetaran, kemudian tertawa kecil."Kau berkata seperti itu, pad
"Aku udah terbiasa dengar kata selingkuh. Dalam pernikahan itu saja sering terjadi, apalagi berpacaran.""Jadi maksudmu selingkuh itu biasa?""Kate... sejujurnya aku gak mau mendengar kata selingkuh lagi. Tapi karena kamu cerita, maka reaksiku pun hanya seperti itu.""Maaf...""Untuk apa minta maaf? Kamu nggak salah. Mending kita makan dulu yuk. Aku udah lapar..." Kate kini mengembangkan senyumannya. "Kamu mau makan apa siang ini? Biar aku masakin.""Makan apa aja yang paling enak."Kate mencubit hidung mancung Freddy. "Memang ya suamiku ini," geramnya."Aduh, duh," Kate langsung berlari sambil tertawa setelah mengambil kesempatan menjahili Freddy. Freddy hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan istrinya ini.Seusai makan, baik Kate dan Freddy sama-sama berbaring di ranjang yang sama. Tapi keduanya sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Walaupun begitu keduanya memegang ponsel hanya takut j
Freddy mempunyai Haphephobia, yang artinya ketakutan berlebihan saat disentuh orang lain. Ayahnya yang sekarat karena mengidap HIV menyuruhnya untuk segera menikah sebagai permintaan terakhir. Alhasil Freddy menikah dengan seorang gadis teman kampusnya dahulu, yang bernama Kate Willow gadis cantik yang berjurusan manajemen bisnis. Gadis itu menatap cermin besar berusaha membuka gaun pengantinnya yang cukup megah. Ternyata lelah juga membuka semua aksesoris yang banyak bergantungan di tubuhnya. Melihat sang suami terus berlalu lalang ia menjadi terpikir untuk meminta tolong membukakan gaun pengantinnya. "Fred bisa bukakan gaunku? Ini sangat jauh dari belakang. Aku tak bisa menggapainya." Dengan langkah berat Freddy berdiri tepat di belakang Kate yang kini berstatus suaminya. Pelan, Fred bisa melihat dengan jelas punggung putih mulus gadis itu dari depan. Tatapannya begitu antusias dan lekat. Kate bisa melihat dengan jelas dari depan cermin. Bahkan sangking dekatnya, hembusan nafas p
"Katakan alasannya?! Apa aku nggak cantik? Nggak menarik? Katakan! Katakan padaku, Fred!" seru Kate meminta penjelasan kepada Freddy.Freddy mengusap wajahnya kecewa akan dirinya sendiri. Sambil menangis, pria itu menjatuhkan dirinya menunduk tepat di dekat kaki istrinya. "Aku benar-benar minta maaf Kate..., Bukan karena kamu nggak cantik atau pun gak menarik. Aku sangat menyukaimu, tapi, saat ini aku belum bisa kasih tahu alasannya.""Kenapa?""Karena kamu pasti minta kita berpisah..."Kate terbungkam tak bisa berkata apa-apa. Ia menatap sendu ke arah Freddy. Dia tak mengerti harus bagaimana, dia juga tak suka melihat Freddy melakukan ini. Kenapa juga seorang suami harus berlutut seperti ini hanya karena keegoisannya. Gadis itu mensejajarkan tubuhnya menghadap sang suami dengan jarak yang cukup dekat."Aku sudah memaafkanmu. Tolong jangan berlutut seperti ini lagi ya?"Freddy mengangguk mengiyakan permintaan Kate. Ia bangkit dan berdiri tegak menghadap Kate dengan wajah murung. Walaup
"Anderson, kau gila?! Kita baru menikah semalam, dan sekarang kau mau kita cerai? Sebenarnya di mana letak kesalahanku?" "Kamu nggak bersalah, itulah sebabnya."Kate menatap suaminya penuh kekecewaan. "Pria ini, sebenarnya apa yang ia pikirkan?" batin Kate. Ia cukup jengkel dengan kalimat yang dilontarkan Freddy."Cukup! Asal kau tahu saja, aku sedikit menyesal menikah denganmu. Tapi tetap kuperjuangkan, karena aku juga menyukaimu.""Maaf Kate, tapi aku--""Kosakatamu hanya kata maaf?!" potong Kate. "Tak usah bicara lagi. Aku jadi tidak selera makan melihatmu."Gadis itu pergi meninggalkan meja makan, menyisakan Freddy yang mematung tanpa bisa berkata apa-apa. "Aku merasa kamu terlalu baik untuk aku yang penuh kekurangan ini..." gumam Freddy. Percuma dia menyambung kalimatnya, toh, Kate tak bisa mendengar suara itu.Kate buru-buru menutup pintu kamar, tubuhnya merosot. Ingin rasanya ia berteriak sekeras mungkin agar seisi dunia tahu bahwa dia sangat kesal dan marah. ....Kenapa seti
"Fred, Freddy!"Orang-orang yang berteriak terasa seperti mimpi. Matanya berkunang-kunang, kesadarannya hampir hilang karena seseorang terus menyentuh tubuhnya.Freddy di bawa ke rumah sakit dan pingsan selama beberapa menit. Sambil menunggu suaminya terbangun, Kate menggenggam erat jemari pria itu. Ini pertama kalinya ia bisa menyentuh Freddy tanpa perlu khawatir.Kate merasa ia benar-benar seperti melihat lukisan. Bulu mata lentik, alis mata tebal, hidung mancung, serta bibir yang terpahat indah. Kate jadi semakin ingin mengecup bibir merah itu. Perlahan Kate mengikis jarak di antara mereka. Semakin dekat, dan ya, Freddy terbangun.Pria itu tampak kaget. Lagi-lagi ia mendorong Kate kuat hingga terjatuh dari kursi."Aww," Kate meringis kesakitan. Freddy segera bangkit dari kasur hendak membantu Kate, namun gadis itu menolak. "Tidak apa, kamu berbaring aja. Aku mulai terbiasa dengan ini.""Maaf, aku nggak sengaja...,"Kate bangkit dari lantai dan sedikit membersihkan gaunnya. "Kalau k