"Ada apa?" tanya Kate jengah.
"Freddy gay!" seru Abel terburu-buru. Kate tergeletak tawa sambil memukul-mukul meja kerjanya. "Kau bercanda? Dia normal seratus persen.""Tapi ini sungguhan Kate! Aku dengar temannya satu lagi mendesah di ruang kerjanya. Kau pikir aku berbohong hanya untuk ini?""Kau dengar suara Freddy juga?""Nggak sih, tapi aku yakin, mereka cuman berdua di ruang itu. Lagian temannya ini menyebutkan nama Freddy tahu!""Udahlah, Bel. Mungkin kau butuh tidur karena terlalu lelah. Salahku menyuruhmu memata-matai Freddy. Sekarang dia di mana?""Dia di tempat praktek psikiater terdekat dari rumah kalian. Tapi aku yakin, telingaku tak salah. Awas saja kalau kau mengadu dan mengatakan itu benar!"Abel mematikan ponselnya sepihak karena kesal. Sedangkan Kate menghela nafas panjang sambil menyisir rambutnya ke belakang. Yang mana harus ia percayai? Sahabatnya ini atau suaminya. Sedangkan Kate tahu, kalau Freddy takut akan disentuh.Untuk menghilangkan rasa keraguannya, Kate menelepon Freddy untuk memastikan kebenaran tersebut. Hanya butuh beberapa detik sampai pria itu mengangkat panggilan."Halo?""Ada apa Kate?"Suaranya terkesan biasa saja seperti tak terjadi apa-apa. Mungkin benar Abelia tak berbohong, hanya saja dugaan Kate mungkin gadis itu salah dengar."Kate?""Oh iya, kau sedang di mana?""Bertemu psikiater. Aku akan segera pulang setelah ini.""Baiklah... kalau begitu hati-hati." Kate mematikan ponselnya. Sejenak ia melihat nama Freddy yang tersimpan dengan panggilan 'My Husband'. Panggilan itu terdengar sangat sempurna, tapi apa mungkin Freddy menyimpan kontaknya dengan panggilan spesial?Dua menit telah berlalu, Kate menoleh ke depan ketika suara langkah sepatu hitam yang terdengar nyaring saat suasana sedang sepi. Dicky mendekat sambil tersenyum manis. "Aku punya beberapa sisa burger kalau kau lapar," tawar Dicky sedikit gengsi. Ia menaruh burger tersebut tepat di meja kerja Kate."Saya tidak lapar. Dan saya ingin izin dengan anda bahwa hari ini saya akan pulang siang hari.""Aku tidak mengizinkannya."Kate mengerutkan keningnya. "Ada apa dengan pria ini?" pikirnya."Alasannya?" tanya Kate tak terima. Dicky memijat pelipisnya yang tak sakit. Ini sangat menyebalkan, karena Dicky masih ingin mengajak Kate makan malam. Tapi ia tak bisa memberi alasan seperti itu. Yang ada Kate malah semakin marah."Huh, Kate... kau nggak bisa pergi seenaknya karena tahu aku menyukaimu.""Aku gak pernah berpikir begitu. Dari awal kita berpacaran hingga aku menikah, sekalipun aku gak pernah berpikir begitu. Harusnya kau berhenti menganggap seolah kita masih punya hubungan spesial, Dik!"Kata-kata dari Kate sukses membuat Dicky terdiam. Dicky tak membalas penyataan itu, karena memang benar adanya. Ia menatap Kate sejenak, lalu pergi berlalu meninggalkan gadis itu tanpa mengeluarkan sepatah katapun.Di samping itu, Freddy tengah asik berada di Supermarket mencari buah tangan yang tepat untuk mertuanya. Tanpa sadar, seorang gadis tak sengaja menabrak trolinya dan menjatuhkan semua barang yang Freddy beli."Maaf..." lirih gadis itu sembari menyusun kembali semuanya ke dalam troli."Tidak apa, biar saya saja," ujar Freddy ikut mengutip barang-barangnya. Gadis itu mendongakkan kepalanya menatap wajah pria di depannya ini."Anderson?" tanya gadis itu. Rasanya wajah yang ia lihat ini sudah tak asing lagi. "Jane, benar?" balas Freddy.Mereka berdua sudah pernah bertemu saat pertukaran pelajar di Jepang. Rasanya sedikit aneh bertemu kembali setelah beberapa tahun."Maaf menjatuhkan barang-barangmu. Kau tinggal di sekitar sini?""Iya bersama istriku.""Istri? Kau sudah menikah?" Freddy mengangguk. "Dengan Kate, kau mengenalnya bukan? Kate dan aku sama-sama ikut pertukaran pelajar."Jane berdecak kagum. Dua manusia yang dikagumi orang-orang malah menjadi pasangan. Mungkin anak mereka akan jadi yang terbaik di antara yang paling baik."Hebat! Kalian pasangan yang serasi. Sudah berapa lama kalian menikah? Apa jangan-jangan kalian sudah punya anak juga?""Hampir dua Minggu. Itu sangat awal untuk mempunyai anak," jawab Freddy terkekeh kecil. Jane sangat menyayangkan pria di depannya ini sudah menikah. Padahal ia masih memiliki rasa terhadap Freddy saat masa perkuliahan dulu."Jane, maaf. Tapi aku terburu-buru. Sebentar lagi Kate akan pulang, kami harus berpergian."Jane tersenyum seolah tak keberatan. "Aku juga sudah selesai, mungkin kita bisa samaan untuk keluar."Setelah selesai menghitung barang belanjaan, Freddy berbincang sedikit dengan Jane di depan supermarket. Kate yang baru saja sampai di tempat itu tak sengaja melihat dua insan itu tengah berbincang.Kesal dan cemburu bercampur menjadi satu. Ia tak suka Freddy tersenyum dengan wanita lain selain dirinya dan keluarga. Ia segera memarkirkan mobilnya dan menghampiri kedua orang itu."Sayang! Sudah selesai belanjanya?" Kate lari berhamburan merangkul tangan Freddy dan menatap gadis itu secara bergantian."Kate! Benar kate bukan?!" Jane berdecak kagum. Ia memeluk erat gadis itu yang hampir lupa dengan siapa gadis di depannya ini."Apa kita pernah kenal sebelumnya?" ucap Kate terkaku. Ia tak bisa bergerak karena gadis itu memeluknya. "Kau sombong sekali! Aku Jane, yang ikut pertukaran pelajar."Kate ber'oh' ria. Kini yang teringat dari gadis di depannya ini, hanyalah Jane sang mantan kekasih Dicky. Memang dunia sangat sempit, dia bertemu kembali dengan orang yang menyebabkan putusnya hubungan Dicky dan dirinya."Dicky..." gadis itu berucap lirih."Dicky..." Jane berucap lirih. Bukan melanjutkan kalimatnya, Jane malah menatap Freddy yang pucat pasi seperti tak bernyawa. "Fred, kau kenapa?" tanya Jane khawatir. Kate langsung melepas rangkulan tangannya. Lagi-lagi ia melupakan Freddy yang takut disentuh."Freddy, maafkan aku. Bagaimana ini?" ucap Kate panik. Sangking paniknya, ia tak sadar sedari tadi ia melantur. Jane jadi bingung melihat mereka berdua."Ayo bawa dia ke rumah sakit!" usul Jane. Freddy menggeleng cepat, ia menjauh sedikit dari para gadis itu. Dengan nafas tak beraturan, Freddy duduk di aspal untuk menenangkan dirinya sejenak. "Ada apa dengan Fred? Dia sedang sakit, kenapa kau diam saja?!" sentak Jane. Kate membisu diam tak bisa berbicara maupun bertindak. Ini kesalahannya karena terlalu cemburu, sedangkan Freddy menahan rasa ketakutannya agar dirinya tak malu. Jane menatap mereka secara bergantian, kenapa dua-duanya tampak cemas namun saling tak bertindak satu sama lain. Jane hendak melangkahkan kakinya mendek
Kate menatap ke sembarang arah, lebih tepatnya keluar jendela. Dia tahu Freddy pasti sudah menyadari hal ini, sebab itu Freddy dan temannya sengaja mengerjai Abel dengan berpura-pura gay."Aku penasaran, kenapa kau tak bisa cerita? Apa ini semua menyangkut ibu tirimu? Jika benar, aku bakal lebih berusaha agar kau bisa cepat sembuh.""Dengan mengetahui masa laluku?!" sela Freddy tak terima. Jelas sekali pria itu sedang membentaknya. Kate tak pernah dibentak, itu sebabnya kalau ada saja orang yang meninggikan suaranya, ia akan menangis.Dengan mata memerah Kate menatap Freddy kesal. Gadis itu mengepalkan tangannya. "Memangnya kenapa kalau aku tahu?! Aku ini istrimu, Fred!"Freddy menghela nafas panjang. "Itu sebabnya aku tak ingin membicarakan itu di sini. Orangtuamu bisa mendengar percakapan kita."Kate menyisir rambutnya frustasi. "Bisa nggak kita gak bertengkar sehari saja? Aku capek, aku juga mau bahagia kayak orang-orang!""Maka, seharusnya kita tak perlu bersama."Jawaban tak terdu
"Kalian sedang membicarakanku ya?!" kejut Kate. Gadis itu melangkahkan kakinya duduk tepat di tengah-tengah mereka. "Kepedean, kamu gak jadi tidur? Perasaan katanya mau tidur," ucap sang ibu."Nanti malam aja deh. Kalau tidur di siang hari, besok bakal mengantuk lagi saat siang. Yang ada pekerjaanku berantakan," jawab Kate sambil tertawa cengengesan.Freddy memperhatikan wajah Kate sambil kebingungan. "Bukannya dia tadi nangis? Kenapa tiba-tiba ceria lagi?" pikir Freddy. Saat itu juga ia membuat kesimpulan bahwa Kate suka menyembunyikan perasaannya dengan wajah bahagia."Oh iya, Ma. Sebentar lagi ada pameran lukisan di tempat kerja Fred, Mama sama Papa mau ikut? Biar pergi sekalian dengan kami," ujar Kate."Kapan?" tanya sang ibu."Hmm sekitar lima hari lagi, ya kan Fred?" Kate menghadap Freddy."Hm i-iya," jawab Freddy kebingungan. Pasalnya gadis itu bicara santai lagi dengannya. Seolah tak terjadi apa-apa barusan."Sebenarnya Mama mau ikut, cuman gak bisa. Karena harus keluar kota d
"Kate!" panggil Dicky dari kejauhan. Pria itu berlari kecil menghampiri kedua pasangan suami-istri tersebut. "Kate! Sudah kuduga kau di sini," ucapnya dengan nafas terengah-engah."Ada apa?" Kate menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa kau tiba-tiba kemari?""Aku membutuhkanmu!"Freddy seolah tak dianggap di sana. Dicky hanya melangsungkan pembicaraan tanpa melihat Freddy sama sekali. "Bukannya anda keterlaluan?" tanya Freddy kesal. Dicky menoleh dan berdiri dengan tegak. "Keterlaluan dari mana?""Kate itu istri saya. Harusnya anda minta izin dengan saya lebih dahulu.""Ini mendesak soal perusahaan, aku butuh Kate. Lagi pula Kate bawahanku.""Alexian, aku bukan bawahanmu jika di luar. Aku dan Freddy sedang bersantai, kau tak seharusnya menyuruhku untuk kembali bekerja di perusahaan!" seru Kate."Aku tahu itu. Tapi ini soal pekerjaanmu, kita kedatangan investor asing. Dan dia datang tanpa memberitahu terlebih dahulu. Aku benar-benar membutuhkanmu kali ini saja! Soal kau ingin resign sement
Kate menghela nafasnya berulangkali dari balik selimut. Saat ini posisinya tidur membelakangi Freddy. Ia jadi teringat ucapan Freddy yang menyanggupi keinginan ibunya. Kate jadi merasa terbebani, karena sama saja mereka berjanji untuk menuruti permintaan sang ibu."Kamu belum tidur juga?" tanya Freddy menatap lurus ke atas. Ia sudah mendengar berkali-kali suara helaan nafas dari Kate."Iya belum, ada apa Fred?" tanyanya berbalik menghadap Freddy."Kamu kepikiran dengan jawabanku tadi, iya kan? Makanya tadi kamu makan sampai tersedak.""Bukan begitu, Fred. Aku hanya berpikir, kenapa kamu jawab seakan menyanggupinya? Kamu sendiri tahu, kalau kamu masih punya phobia disentuh. Kita jadi seperti memberi harapan pada Mama dan Papa. Dan jadi sedikit membebaniku.""Maaf Kate, aku tak tahu, hanya jawaban itu yang terlintas dari pikiranku.""Apa kau mau membantuku untuk segera sembuh?" Lirih Freddy.Kate terdiam. Segala cara sudah dilakukannya agar Freddy tidak takut disentuh. Tapi semakin ia be
"Hai, boleh saya duduk di dekat anda?""Silahkan..."Pria itu tampak memperhatikan Kate dan juga laptopnya sesekali. Jelas sekali terlihat kalau saat ini ia tertarik dengan Kate. Selain tampak anggun, Kate juga berkharisma.Pria itu mengulurkan tangannya. "Nama saya Tharek, bagaimana dengan anda?" "Dia sudah bersuami," sahut Dicky sebelum Kate sempat menjawab pertanyaan dari pria yang berasal dari Pakistan tersebut.Dicky berjalan mendekat dan duduk di antara mereka. "Sebaiknya undurkan diri saja. Dia sudah bersuami, dan takkan berpaling dengan yang lain."Pria itu menautkan kedua alisnya. "Anda suaminya?""Bukan, saya temannya. Sebagai teman saya hanya memperingatkan.""Lantas mengapa anda menyela? Saya hanya ingin berteman...""Oh ya? Tapi tidak terlihat seperti itu--"Kate merasa jengkel melihat kedua pria ini. Kenapa mereka harus ribut di tengah-tengah ia sedang bekerja."Huh! Dik, bisa kau pergi dari sini? Aku hanya ingin tenang hari ini.""Tapi Kate, dia mencoba mendekatimu," b
Begitu sampai di rumah, Kate langsung berbaring sejenak di sofa. Dilihatnya Freddy yang sibuk mengunci pintu luar. Pria itu tampak ingin pergi ke dalam setelah berhasil mengunci pintu."Freddy..." panggil Kate."Hm?""Gimana soal phobia kamu? Udah ada kemajuan?"Freddy menggeleng. "Masih tetap sama." Ia melangkah lebih dekat dan duduk tepat di bawah kaki Kate. Gadis itu langsung memposisikan dirinya menjadi duduk. Sambil menaikkan sebelah alisnya Kate lebih mendekat dari sebelumnya. "Mau aku bantu rileksin kamu?"Freddy mendelik seraya tersenyum kikuk. "Bantu apa?" ulangnya lagi. Takut jika Kate bertindak lebih gila seperti awal pernikahan. Kate memajukan wajahnya sambil mengedipkan mata berulangkali. "Hmm kamu malu ya?"Freddy menyunggingkan bibirnya seraya menunjukkan wajah tak mengerti. Tapi Freddy bisa mencium bau alkohol dari mulut Kate. Jadi dia bisa maklum kenapa gadis itu mendadak berubah sikapnya."Kat
"Ngomong-ngomong... Kita ngapain aja ya semalam?"Freddy merubah posisinya menjadi duduk. Rambut serta bajunya yang berantakan malam membuat pria itu terlihat seksi."Hm, kamu gak ingat sama sekali?" tanya Freddy ragu.Kate menggeleng cepat. Kali ini ia benar-benar takut. Takut jika ia menyerang Freddy semalam sampai-sampai melakukan ini."Yang aku ingat terakhir kali, kita bicara berdua di ruang tamu.""Memang ya kamu ini! Kamu terlalu banyak minum semalam. Makanya jadi begini," tukas Freddy."Selain itu?""Ya gak ada lagi."Kate menghela nafas panjang. Selimutnya ia tarik lebih ke atas agar Freddy paham maksudnya. "Aku gak nyoba nyerang kamu kan semalam?" tanyanya dengan berat hati. "Memangnya kenapa?" Freddy menaikkan sebelah alisnya sambil sedikit memiringkan kepala."Soalnya---, aku minum alkohol semalam. Tingkahku jadi aneh kalau udah minum alkohol.""Huh, udah tahu begitu, tapi