"Dicky..." Jane berucap lirih.
Bukan melanjutkan kalimatnya, Jane malah menatap Freddy yang pucat pasi seperti tak bernyawa. "Fred, kau kenapa?" tanya Jane khawatir. Kate langsung melepas rangkulan tangannya. Lagi-lagi ia melupakan Freddy yang takut disentuh."Freddy, maafkan aku. Bagaimana ini?" ucap Kate panik. Sangking paniknya, ia tak sadar sedari tadi ia melantur. Jane jadi bingung melihat mereka berdua."Ayo bawa dia ke rumah sakit!" usul Jane. Freddy menggeleng cepat, ia menjauh sedikit dari para gadis itu. Dengan nafas tak beraturan, Freddy duduk di aspal untuk menenangkan dirinya sejenak."Ada apa dengan Fred? Dia sedang sakit, kenapa kau diam saja?!" sentak Jane. Kate membisu diam tak bisa berbicara maupun bertindak.Ini kesalahannya karena terlalu cemburu, sedangkan Freddy menahan rasa ketakutannya agar dirinya tak malu. Jane menatap mereka secara bergantian, kenapa dua-duanya tampak cemas namun saling tak bertindak satu sama lain.Jane hendak melangkahkan kakinya mendekati Freddy, namun Kate menahannya. "Biarkan dia sendiri...." ucap Kate. Jane mengerutkan keningnya tak mengerti. Kenapa istrinya sendiri sama sekali tak ingin membantu, sedangkan mereka tak bertengkar sama sekali.Raut wajah yang tadinya pucat pasi kini tampak lebih cerah. Kate melangkah mendekat dan memposisikan dirinya untuk sejajar dengan Freddy. "Sudah baikan?" tanyanya pelan.Freddy tersenyum sebagai balasan, seakan tak terjadi apa-apa di antara mereka. "Sudah... Ayo kita pulang," jawabnya lirih. Kate bernafas lega, untung saja tidak terjadi apa-apa dengan Freddy. Padahal jika ia melepas rangkulan itu tidak masalah juga.Keduanya menghadap Jane yang masih mematung tak mengerti dengan situasi. Namun satu hal yang Jane sadari, bahwa pasangan suami-istri ini menyembunyikan sesuatu."Maaf Jane, kami tidak bisa berbicara lebih lama, aku dan Freddy akan pergi. Mungkin kita bisa bertemu lagi di lain hari.""Iya, tak masalah. Kalau begitu sampai jumpa..." jawab Jane. Gadis itu melambaikan tangan ketika melihat mereka hendak pergi meninggalkan dirinya sendiri di sana.Setelah keduanya berangkat, keadaan menjadi sunyi. Kate lelah, dia butuh hiburan. Setelah bekerja lembur semalam, rasanya ia ingin tidur di mobil saja sambil mendengarkan musik.Satu tangannya ia gunakan untuk menghidupkan musik dari mobil. Sedangkan tangan satu lagi memegang ponsel. "Aku mau tidur sebentar, kabarin kalau kita udah sampai."Freddy mengangguk mengiyakan permintaan Kate. Ia menoleh, melihat gadis itu sudah berbaring pulas menghadap jendela. Sungguh ia tak sampai hati melihat gadis ini terus bersabar memperjuangan pernikahan mereka.Seandainya di dunia ini dapat mengabulkan permintaan, maka yang diminta Freddy pertama kali adalah membuat sang istri bahagia.....Kate menarik nafasnya dalam-dalam ketika pria di depannya ini menyudutkan dirinya di dekat dinding."Kate, aku mencintaimu," lirih Freddy seakan terdengar sensual. Jari-jarinya ia gunakan untuk mengusap tubuh gadis itu secara perlahan. Kumis tipisnya terasa lembut mengenai kulit leher Kate yang tipis."Aku juga..." balas Kate tak kalah hebat. Ia berhasil membuat Freddy ikut menggila dengan permainannya. Namun ia merasa seseorang memanggil namanya berkali-kali."Kate..." panggil Freddy berusaha membangunkan sang istri yang terlelap dalam mimpi."Sayang, kita sudah sampai," Kate membuka matanya. Melihat realita kehidupan yang bertolak belakang dengan mimpinya. "S-sudah sampai?" tanya Kate tampak linglung. Ia masih setengah sadar, berharap itu tak hanya mimpi belaka.Freddy melihati wajah sang istri, yang sangking lelapnya sampai-sampai air liurnya sudah memenuhi sekitar bibir.Setelah sadar Freddy melihat ke arah bibirnya, Kate dengan sigap duduk dengan posisi tegap seraya mengambil ponsel dan membuka kamera. "Astaga, kau pasti jijik ya?" ucapnya langsung mengusap air liur dari bibirnya."nggak, aku pikir kalau kamu masih mengantuk, kita bisa tidur di rumah Papa.""Ah kau benar," Kate tertawa kecil karena malu. Gadis itu cepat-cepat keluar dari mobil.Begitu sampai di dalam rumah, Kate langsung memeluk ibunya dengan erat. Tidak lupa menciumi wajah sang ibu yang biasa ia lakukan setiap berpergian."Kau ini, bau sekali. Pergi mandi dulu!" ucap ibunya sambil bercanda."Ah Mama, aku kan baru pulang kerja. Aku ketiduran di mobil, wajar aja kalau bau!"Freddy hanya tersenyum melihat kelakuan Kate yang selayaknya anak kecil sedang bermanja dengan ibunya."Kau tak malu? Freddy melihat kelakuanmu seperti balita?""Nggak, untuk apa malu? Aku juga seperti ini dengan Freddy," ujar Kate mengedipkan sebelah matanya menghadap sang suami.Sang ibu menggeleng dengan jawaban Kate yang terlalu spontan. Padahal Kate sama sekali tidak begitu dengan Freddy. Untuk membalas perkataannya, Freddy terpaksa tersenyum kecil menghadap sang ibu, agar hubungan mereka tidak terlalu kentara."Ma, aku boleh tidur dulu? Setelah itu baru mandi.""Terserahmu saja, Mama mau berbincang sedikit dengan Freddy.""Oke!" Kate mengancungkan jempol dan berlari ke kamarnya.Begitu sampai di kamar, Kate langsung berbaring lega. Ia sangat merindukan kasurnya yang empuk dan nyaman. Namun tak berapa lama kemudian pintu itu terbuka, Freddy masuk ke dalamnya."Kate, kau sudah tidur?""Belum. Ini lagi berusaha tidur hehe...""Aku berubah pikiran, malam ini kita tidur di sini saja ya?""Dengan senang hati," balas Kate. Gadis itu duduk dan membuka kancing kemejanya satu-satu. Sudah menjadi kebiasaannya, ketika tidur hanya memakai tanktop saja.Kate tertawa kecil tatkala melihat Freddy membuang mukanya. "Maaf, kalau kau merasa terganggu. Aku memang selalu tidur seperti ini. Aku bakal pakai selimut, kalau kau terganggu."Freddy menggeleng cepat. "Tidurlah, aku akan keluar sebentar.""Fred, tunggu! Aku tahu kau masih mau bicara." Freddy terdiam. Benar jika ia ingin berbicara tapi berusaha tak mau mengganggu. "Tidur saja..""Apa ini soal siang tadi?" tanya Kate sekali lagi."Nggak, sebenarnya kenapa kau begitu penasaran dengan masa laluku? Kau menyuruh temanmu untuk memata-mataiku, bukan?"Kate menatap ke sembarang arah, lebih tepatnya keluar jendela. Dia tahu Freddy pasti sudah menyadari hal ini, sebab itu Freddy dan temannya sengaja mengerjai Abel dengan berpura-pura gay."Aku penasaran, kenapa kau tak bisa cerita? Apa ini semua menyangkut ibu tirimu? Jika benar, aku bakal lebih berusaha agar kau bisa cepat sembuh.""Dengan mengetahui masa laluku?!" sela Freddy tak terima. Jelas sekali pria itu sedang membentaknya. Kate tak pernah dibentak, itu sebabnya kalau ada saja orang yang meninggikan suaranya, ia akan menangis.Dengan mata memerah Kate menatap Freddy kesal. Gadis itu mengepalkan tangannya. "Memangnya kenapa kalau aku tahu?! Aku ini istrimu, Fred!"Freddy menghela nafas panjang. "Itu sebabnya aku tak ingin membicarakan itu di sini. Orangtuamu bisa mendengar percakapan kita."Kate menyisir rambutnya frustasi. "Bisa nggak kita gak bertengkar sehari saja? Aku capek, aku juga mau bahagia kayak orang-orang!""Maka, seharusnya kita tak perlu bersama."Jawaban tak terdu
"Kalian sedang membicarakanku ya?!" kejut Kate. Gadis itu melangkahkan kakinya duduk tepat di tengah-tengah mereka. "Kepedean, kamu gak jadi tidur? Perasaan katanya mau tidur," ucap sang ibu."Nanti malam aja deh. Kalau tidur di siang hari, besok bakal mengantuk lagi saat siang. Yang ada pekerjaanku berantakan," jawab Kate sambil tertawa cengengesan.Freddy memperhatikan wajah Kate sambil kebingungan. "Bukannya dia tadi nangis? Kenapa tiba-tiba ceria lagi?" pikir Freddy. Saat itu juga ia membuat kesimpulan bahwa Kate suka menyembunyikan perasaannya dengan wajah bahagia."Oh iya, Ma. Sebentar lagi ada pameran lukisan di tempat kerja Fred, Mama sama Papa mau ikut? Biar pergi sekalian dengan kami," ujar Kate."Kapan?" tanya sang ibu."Hmm sekitar lima hari lagi, ya kan Fred?" Kate menghadap Freddy."Hm i-iya," jawab Freddy kebingungan. Pasalnya gadis itu bicara santai lagi dengannya. Seolah tak terjadi apa-apa barusan."Sebenarnya Mama mau ikut, cuman gak bisa. Karena harus keluar kota d
"Kate!" panggil Dicky dari kejauhan. Pria itu berlari kecil menghampiri kedua pasangan suami-istri tersebut. "Kate! Sudah kuduga kau di sini," ucapnya dengan nafas terengah-engah."Ada apa?" Kate menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa kau tiba-tiba kemari?""Aku membutuhkanmu!"Freddy seolah tak dianggap di sana. Dicky hanya melangsungkan pembicaraan tanpa melihat Freddy sama sekali. "Bukannya anda keterlaluan?" tanya Freddy kesal. Dicky menoleh dan berdiri dengan tegak. "Keterlaluan dari mana?""Kate itu istri saya. Harusnya anda minta izin dengan saya lebih dahulu.""Ini mendesak soal perusahaan, aku butuh Kate. Lagi pula Kate bawahanku.""Alexian, aku bukan bawahanmu jika di luar. Aku dan Freddy sedang bersantai, kau tak seharusnya menyuruhku untuk kembali bekerja di perusahaan!" seru Kate."Aku tahu itu. Tapi ini soal pekerjaanmu, kita kedatangan investor asing. Dan dia datang tanpa memberitahu terlebih dahulu. Aku benar-benar membutuhkanmu kali ini saja! Soal kau ingin resign sement
Kate menghela nafasnya berulangkali dari balik selimut. Saat ini posisinya tidur membelakangi Freddy. Ia jadi teringat ucapan Freddy yang menyanggupi keinginan ibunya. Kate jadi merasa terbebani, karena sama saja mereka berjanji untuk menuruti permintaan sang ibu."Kamu belum tidur juga?" tanya Freddy menatap lurus ke atas. Ia sudah mendengar berkali-kali suara helaan nafas dari Kate."Iya belum, ada apa Fred?" tanyanya berbalik menghadap Freddy."Kamu kepikiran dengan jawabanku tadi, iya kan? Makanya tadi kamu makan sampai tersedak.""Bukan begitu, Fred. Aku hanya berpikir, kenapa kamu jawab seakan menyanggupinya? Kamu sendiri tahu, kalau kamu masih punya phobia disentuh. Kita jadi seperti memberi harapan pada Mama dan Papa. Dan jadi sedikit membebaniku.""Maaf Kate, aku tak tahu, hanya jawaban itu yang terlintas dari pikiranku.""Apa kau mau membantuku untuk segera sembuh?" Lirih Freddy.Kate terdiam. Segala cara sudah dilakukannya agar Freddy tidak takut disentuh. Tapi semakin ia be
"Hai, boleh saya duduk di dekat anda?""Silahkan..."Pria itu tampak memperhatikan Kate dan juga laptopnya sesekali. Jelas sekali terlihat kalau saat ini ia tertarik dengan Kate. Selain tampak anggun, Kate juga berkharisma.Pria itu mengulurkan tangannya. "Nama saya Tharek, bagaimana dengan anda?" "Dia sudah bersuami," sahut Dicky sebelum Kate sempat menjawab pertanyaan dari pria yang berasal dari Pakistan tersebut.Dicky berjalan mendekat dan duduk di antara mereka. "Sebaiknya undurkan diri saja. Dia sudah bersuami, dan takkan berpaling dengan yang lain."Pria itu menautkan kedua alisnya. "Anda suaminya?""Bukan, saya temannya. Sebagai teman saya hanya memperingatkan.""Lantas mengapa anda menyela? Saya hanya ingin berteman...""Oh ya? Tapi tidak terlihat seperti itu--"Kate merasa jengkel melihat kedua pria ini. Kenapa mereka harus ribut di tengah-tengah ia sedang bekerja."Huh! Dik, bisa kau pergi dari sini? Aku hanya ingin tenang hari ini.""Tapi Kate, dia mencoba mendekatimu," b
Begitu sampai di rumah, Kate langsung berbaring sejenak di sofa. Dilihatnya Freddy yang sibuk mengunci pintu luar. Pria itu tampak ingin pergi ke dalam setelah berhasil mengunci pintu."Freddy..." panggil Kate."Hm?""Gimana soal phobia kamu? Udah ada kemajuan?"Freddy menggeleng. "Masih tetap sama." Ia melangkah lebih dekat dan duduk tepat di bawah kaki Kate. Gadis itu langsung memposisikan dirinya menjadi duduk. Sambil menaikkan sebelah alisnya Kate lebih mendekat dari sebelumnya. "Mau aku bantu rileksin kamu?"Freddy mendelik seraya tersenyum kikuk. "Bantu apa?" ulangnya lagi. Takut jika Kate bertindak lebih gila seperti awal pernikahan. Kate memajukan wajahnya sambil mengedipkan mata berulangkali. "Hmm kamu malu ya?"Freddy menyunggingkan bibirnya seraya menunjukkan wajah tak mengerti. Tapi Freddy bisa mencium bau alkohol dari mulut Kate. Jadi dia bisa maklum kenapa gadis itu mendadak berubah sikapnya."Kat
"Ngomong-ngomong... Kita ngapain aja ya semalam?"Freddy merubah posisinya menjadi duduk. Rambut serta bajunya yang berantakan malam membuat pria itu terlihat seksi."Hm, kamu gak ingat sama sekali?" tanya Freddy ragu.Kate menggeleng cepat. Kali ini ia benar-benar takut. Takut jika ia menyerang Freddy semalam sampai-sampai melakukan ini."Yang aku ingat terakhir kali, kita bicara berdua di ruang tamu.""Memang ya kamu ini! Kamu terlalu banyak minum semalam. Makanya jadi begini," tukas Freddy."Selain itu?""Ya gak ada lagi."Kate menghela nafas panjang. Selimutnya ia tarik lebih ke atas agar Freddy paham maksudnya. "Aku gak nyoba nyerang kamu kan semalam?" tanyanya dengan berat hati. "Memangnya kenapa?" Freddy menaikkan sebelah alisnya sambil sedikit memiringkan kepala."Soalnya---, aku minum alkohol semalam. Tingkahku jadi aneh kalau udah minum alkohol.""Huh, udah tahu begitu, tapi
Abel mendelik. "Sudah kuduga, kamu! Jadi kamu ya yang sama Freddy?!""Kamu kenal Freddy?""Iya dong! Kami satu kampus.""Harvard university?" tebak Jack."Iya, Freddy kasih tahu kamu ya?""Aku juga ambil S1 di sana. Di angkatan yang sama dengan Freddy. Jurusan psikologi."Cukup dengan perkenalan, Abelia yang masih penasaran mendekatkan wajahnya. Seraya berbisik. "Kau dengan Freddy seorang gay?"Jack sedikit menjauh. "Benar," jawabnya dengan wajah serius. Abel menutup mulutnya tak percaya."Tapi boong," sambung Jack sambil terkekeh geli. Ekspresi wajah Abel yang semula penasaran kini menjadi jengkel. "Jadi yang menguntit Freddy kemarin itu kamu ya?"Abel diam, dia yakin pria ini tampaknya sudah sadar bahwa gadis yang menyamar itu adalah dirinya. Dan sekarang, ia malah terjebak ke dalam lingkaran yang dia buat sendiri._Sial, mampus ketahuan!_"Bukan, haha kapan aku menguntit?" seperti gadis yang salah tingkah. Abel beranjak dari kursinya meninggalkan Jack yang masih terkekeh geli. Pad