Share

Bertengkar

"Aku mau pulang, Kate."

Kate mengerutkan keningnya. "Tapi pestanya baru dimulai?"

"Kau boleh menikmati pesta temanmu. Aku akan pulang duluan..."

"Kenapa begitu? Bukannya kita datang kemari sebagai pasangan?"

"Tadinya aku pikir begitu. Tapi aku sedang tak enak badan."

"Memangnya kau tega meninggalkanku sendiri di sini?"

"Semua orang di pesta ini temanmu. Jadi biarkan aku pulang ke rumah, untuk beristirahat."

"Kalau begitu aku ikut!" paksa Kate. Gadis itu berdiri lebih dekat dengan suaminya. Namun Freddy malah memilih untuk menjauh.

"Aku bisa sendiri."

Tanpa bergeming, Freddy meninggalkan Kate di pesta perjamuan tersebut.

Pandangan orang-orang teralihkan pada kedua pasutri baru ini. Sampai-sampai ada yang berbisik-bisik mengenai mereka berdua. Tapi Kate tidak peduli dengan orang-orang sekitar. Ia lebih penasaran apa yang terjadi dengan Freddy. Mengapa tiba-tiba moodnya tidak baik. Padahal mereka dengan ceria kemari.

Kate melirik Dicky, berharap mendapat penjelasan dari pria itu. Tapi Dicky malah mengedikkan bahu tanda ia tak tahu. Alhasil, mau tidak mau Kate memutuskan untuk mengikuti Freddy dengan menaiki taksi.

Abel berlarian mengejar taksi yang masih berjalan dengan lambat. "Kate! Mau ke mana?!"

"Maaf, Bel! Aku janji kemari lagi besok bawa hadiah yang lebih besar!"

....

Dengan langkah cepat Freddy masuk ke dalam rumah seraya menutup pintu kuat. Sementara Kate senantiasa mengikuti dari belakang sambil berlari-lari kecil.

"Nona, anda belum bayar!" ujar supir taksi tersebut. Kate terhenti. Terpaksa ia balik lagi ke basemen untuk membayar ongkos taksi.

"Nona, uangnya berlebih!"

"Untuk anda saja."

"Terimakasih," ucap supir tersebut.

Kate tersenyum sebagai balasan. Lalu ikut masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa. Ia cari Freddy di dalam kamar, namun pria itu tidak ada.

_Apa mungkin di studio?_

Ternyata benar. Freddy di dalam studio, melukis secara asal. Walaupun terlihat tenang, sebenarnya Freddy sedang menahan amarahnya. Ia terlalu lelah untuk mendengar kata-kata manis dari orang-orang yang akan menyakitkan hatinya.

"Fred...," lirih Kate dari balik pintu.

Gadis itu berjalan sedikit demi sedikit dan berhenti tepat di belakang Freddy. "Fred, kau baik-baik saja?"

Tanpa menoleh, Freddy tetap melukis asal. "Sedikit tak enak badan. Kau boleh kembali ke pesta teman-temanmu."

"Biarkan aku merawatmu."

"Pergilah, Kate! Aku sedang tak ingin diganggu."

"Sebenarnya apa yang dibicarakan Dicky denganmu?!"

Freddy bangkit dari kursinya lalu menoleh ke arah Kate. "Apa hanya Dicky yang ada di dalam pikiranmu?"

"Bukan begitu, bukannya kalian duduk berdua di cafe itu?"

Freddy menghela nafas berat, dia tidak ingin menjawab pertanyaan Kate. Dia hanya ingin menerima pengakuan gadis itu. "Kau dan Dicky punya hubungan apa?"

"Dia..., Dia hanya sekedar sahabat. Nggam lebih..."

Dengan tatapan penuh kecewa, Freddy tersenyum kecut. Ia kembali duduk di kursi menatap lukisannya. Tidak ada yang perlu didebatkan, ia hanya tak ingin kecewa lagi.

Kate mengepalkan tangannya kuat. "Kalau kau mendengar apapun yang dikatakan Dicky, jangan pernah percaya! Aku mencintaimu lebih dari siapapun. Hubungan nggak akan pernah berhasil kalau kamu terus berdiam diri tanpa mau jujur!"

"Kau pikir kau sudah jujur?" tanya Freddy balik. Kate terdiam. Sementara pria itu terus melukis. "Lebih baik kau pergi dari sini, Kate. Sebelum aku akan melemparkan semua kuas dan cat ini di depan wajahmu."

Kate terbungkam seribu bahasa. Freddy tampak tenang menanggapi, namun kata-katanya begitu dalam. Dengan mata yang memerah, Kate kembali ke kamar membanting pintu kamar dan tubuhnya merosot.

"Kenapa kau sangat susah untuk diyakinkan?! Kalau begini, yang ada aku menyerah dengan pernikahan kita...." gumam Kate sambil menangis.

Dering telepon Kate terus berbunyi dan itu semua dari Abel. Tetapi Kate hanya terus melihat ponselnya bercahaya di tengah kegelapan. Sungguh ia merasa tak nyaman dengan kehidupan setelah menikah. Sangat bertentangan dengan kehidupannya saat masih gadis.

....

Kate terbangun dari tempat tidur dengan mata membengkak. Dilihatnya jam yang menunjukkan pukul jam 8 pagi. Gadis itu terkesiap, ia baru ingat bahwa hari ini sudah harus bekerja.

Sudah terlambat untuk pergi kerja, tetapi ia tetap bersikeras pergi ke perusahaan. Kate melihat sekeliling rumah, tidak ia temukan keberadaan Freddy di sana. Terpaksa ia pergi tanpa berpamitan dengan sang suami.

Kate berlari-lari ke dalam perusahaan. Para staf pekerja semua melihat ke sosok gadis itu dengan bingung. Namun mereka tak berhenti menyapa.

"Bu manajer sudah selesai cuti?" tanya salah satu staf.

"Sudah, hanya satu Minggu."

"Bu manager Kate, anda baru pertama kalinya terlambat."

"Namanya juga pengantin baru hahaha..." sorak para pekerja.

Kate hanya tersenyum kikuk karena malu. Gadis itu cepat-cepat masuk ke ruangannya. Berharap tak banyak orang bertanya-tanya lagi mengenai pernikahannya.

Baru saja ia bisa bernafas lega. Sekarang, ia harus berusaha menahan amarah karena Dicky masuk ke ruangan dengan seenaknya.

"Kau terlambat..." ujar Dicky berdiri tepat di depan meja Kate.

"Maafkan saya, pak. Tidak apa jika anda mau memotong gaji saya."

"Kau terlalu kaku, Kate. Panggil Dicky saja seperti biasa."

"Kita sedang bekerja, bersikaplah profesional. Dan lagi, sehabis bekerja ada yang ingin kutanyakan pada anda."

Dicky menghela nafas panjang. Dia tahu dari raut wajah Kate sepertinya gadis itu sedang kesal padanya. "Baiklah kau yang tentukan di mana."

"Jika tak ada yang ingin anda bicarakan lagi, silahkan keluar dari ruangan saya."

"Baiklah. Aku tunggu di depan."

Kate menghela nafas panjang setelah melihat kepergian Dicky. Gadis itu kembali fokus dengan laptopnya, namun perasaannya jadi terganggu karena Abel ternyata mengirimi dia banyak pesan semalam.

_Oh iya, Abel!_

Ia cepat-cepat menghubungi Abelia yang ternyata sudah berada di depan pintu ruang kerjanya. Gadis itu mengetuk pintu beberapa kali. Kate menatap ke arah pintu dengan jengah, karena ia pikir itu pasti Dicky lagi.

"Alexian berhenti--"

"Kate!" Seru Abel.

Gadis itu langsung memeluk Kate dengan erat. Walaupun Abel merasa ada sedikit kekesalan pada temannya ini, tapi ia yakin kalau Kate sedang menyembunyikan sesuatu dari balik wajahnya yang sedih terus menerus.

"Bel, maaf...,"

"Jangan mempermasalahkan yang semalam lagi. Kau boleh cerita denganku tentang apapun. Aku mau kau jujur apa yang terjadi denganmu dan Freddy. Kau bertengkar dengannya bukan?"

Kate mengangguk. Sambil menangis gadis itu bercerita semuanya tentang pernikahan mereka.

"Jadi, Freddy nggakk mau menyentuhmu?"

"Bukan, lebih tepatnya dia punya Haphephobia."

"Apa itu?"

"Phobia disentuh. Dia takut setiap kali orang menyentuhnya," ungkap Kate.

Abel mengerutkan keningnya. Ini pertama kalinya ia mendengar seseorang takut jika disentuh. "Jadi itu sebabnya orang-orang bilang dia gay?" Kate mengangguk. "Bisa jadi."

"Aku minta tolong padamu, Bel. Biasanya Freddy bakal keluar rumah setiap jam sepuluh. Aku yakin dia bertemu dengan seseorang. Kamu bisa ikuti dia? Please..."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status