Ariana duduk diam di ruang makan, matanya menatap kosong ke arah teh di depannya. Teh yang diberikan oleh Rachel.
Namun, tidak ada yang bisa membuatnya merasa lebih baik saat ini. Sejak menyaksikan senyum Nicholas—senyum yang begitu bahagia—saat bersama Katrina di rumah sakit, sesuatu dalam dirinya hancur berkeping-keping. Dia berhenti menyiapkan makan malam untuk Nicholas, berhenti berusaha menjadi istri yang mengabdikan dirinya. Selama ini, dia hanya mencoba menutup mata terhadap kebenaran yang pahit. Nicholas tidak pernah mencintainya. Suara langkah kaki mengganggu keheningan malam itu. Ariana yakin itu adalah Nicholas yang baru saja pulang, tangannya refleks mencengkeram kotak teh di depannya. Lampu dapur menyala tiba-tiba. Benar saja, Nicholas berdiri di ambang pintu, keningnya sedikit berkerut melihat Ariana duduk di sana, di kursi meja makan. “Apa yang kau lakukan di dalam kegelapan?” tanya Nicholas dengan nada suaranya sedikit heran. Ariana tetap diam, tak menoleh ke arah Nicholas, dia berusaha memahami nada dalam suara suaminya. Jarang sekali Nicholas yang mulai menyapanya. Biasanya, dia hanya akan berlalu begitu saja, tenggelam dalam pikirannya sendiri, atau mungkin dalam bayangan wanita lain. “Aku sedang berpikir,” jawab Ariana pelan, suaranya hampir tak terdengar. Kata-kata itu seperti mengalir dari mulutnya tanpa disadari. Ariana menunduk, menatap kotak teh di tangannya. “Aku ingin kau melakukan gugatan cerai di pengadilan.” Dia tidak bisa menggugat cerai Nicholas karena kontrak dengan Rachel, tapi Nicholas bisa menceraikannya. Nicholas terdiam, menatap Ariana dengan dingin. “Berapa banyak uang yang kau inginkan?” Ariana mendesah, matanya masih terpaku pada kotak teh di tangannya. Dia tahu pertanyaan itu akan datang, karena itulah cara Nicholas melihatnya—seorang wanita yang selalu menginginkan uang. “Aku tidak ingin uangmu,” jawabnya dengan tenang, meskipun hatinya berdegup kencang. “Aku hanya ingin cerai.” "Cerai?" Nicholas tertawa kecil, nadanya penuh dengan cemoohan. “Benar, kau memintaku untuk menceraikanmu agar, dan merencanakan kompensasi yang besar dari perceraian ini.” "Aku janji tidak akan menuntut apapun." Ariana mengangkat wajahnya, dan menoleh untuk menatap Nicholas dengan mata yang penuh dengan kelelahan. “Aku sudah muak menjadi istrimu, Nick. Muak dengan diriku yang selalu tersenyum berpura-pura bahagia, berdiri disampingmu. Jika kau begitu mencintai Katrina, menikah saja dengannya.” Nicholas mempertajam penglihatannya, memindai wajah Ariana yang tengah berbicara. Tiba-tiba wajahnya berubah marah. "Jangan menyebut namanya dengan mulut kotormu." Ariana terdiam, terkejut melihat Nicholas yang biasanya hanya bersikap dingin, kini tiba-tiba menjadi marah. Kenapa dia marah? Tapi, kali ini Ariana tidak akan mundur. Dia telah hidup terlalu lama menjadi istri yang diabaikan, diperlakukan sebagai istri pajangan. Sekarang, dia ingin keluar dari semua itu. “Kau tidak punya hak untuk marah padaku!” seru Ariana, suaranya bergetar namun tegas. Nicholas mendekat, kali ini lebih cepat, dan sebelum Ariana sempat bereaksi, dia sudah menariknya berdiri. “Sekarang kau sudah berani berteriak padaku?” Dia menyeretnya menuju kamar mandi, matanya menyala dengan kemarahan yang Ariana belum pernah lihat sebelumnya. Dia menjatuhkan Ariana ke lantai kamar mandi, dan merasakan sakit pada kedua lututnya yang membentur lantai kamar mandi. Cengkraman tangan Nicholas masih kuat di dagu wanita itu. “Wanita sepertimu, ternyata memiliki nyali besar, huh?” desisnya. Dia meraih sikat gigi dan memaksa Ariana untuk membuka mulutnya. “Kau mau bicara? Aku akan memastikan kau tidak bisa bicara lagi!” Dengan paksa, Nicholas menyikat gigi Ariana. Ariana meronta, air mata mulai mengalir di pipinya. “Nick, hentikan!” suaranya parau, penuh dengan rasa sakit dan ketakutan. Tapi Nicholas tidak mendengarkan. Tangannya terus bergerak kasar, hingga akhirnya Ariana mengumpulkan seluruh tenaganya untuk melepaskan dirinya dari Nicholas. Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipi Nicholas. Entah keberanian apa yang merasuki Ariana. Dia terkejut. Sementara, Nicholas terdiam. Tangan yang tadi mencengkeram Ariana kini terkulai di sisinya. Matanya terbelalak, seperti tidak percaya apa yang baru saja terjadi. “Jika kau begitu mencintai wanita itu, seharusnya kau tidak menikahiku,” katanya, suaranya bergetar namun tegas. Dia langsung berlari meninggalkan Nicholas. Takut kalau suaminya itu akan membalasnya dengan lebih gila lagi.Sejak malam Nicholas melakukan kekerasan kepadanya, Ariana memutuskan untuk pergi pagi-pagi buta agar tidak bertemu suaminya. Dia bangun lebih awal dan mengurung diri di kamar, sebelum Nicholas pulang, berharap bisa menghindarinya. Sudah tiga hari Ariana tidak bertemu dengan Nicholas. Bayangan kejadian malam itu terus menghantuinya hingga membuat penyakit asam lambungnya kambuh. Dia memutuskan untuk menemui dokter di rumah sakit. Setelah bertemu dokter, Ariana berjalan menuju loket farmasi di lantai satu untuk mengambil obat. Rasa cemas membebani pikirannya, membuatnya penasaran apakah Nicholas sudah mengajukan gugatan cerai atau belum. Di tengah perjalanan, dia menghubungi August, pengacara Nicholas, untuk mencari jawabannya. "Pak August, ini Ariana. Apakah Nicholas sudah mengajukan gugatan cerai?" tanya Ariana dengan hati-hati setelah August menjawab panggilan teleponnya Di ujung telepon, August menjawab dengan tenang, "Aku tidak menerima instruksi apapun mengenai perceraian."
Ariana terbaring di kamar rumah sakit dengan pandangan kosong. Ketika pertama kali mengeluhkan asam lambung, dia tidak pernah menyangka bahwa akhirnya akan dirawat inap. Keadaannya semakin buruk setelah insiden kecelakaan yang membuat kakinya terkilir parah. Seorang perawat datang memeriksa pergelangan kakinya yang terbalut perban sebelum pergi. "Aku menyuruhmu untuk tidur di kamar suamimu! Mengapa kau malah tidur di rumah sakit?" tiba-tiba suara nyaring Rachel, ibu mertuanya, menggema di ruangan itu. Ariana yang hampir terpejam terpaksa membuka matanya. "Maafkan aku, Bu," jawab Ariana dengan suara lemah. Dia tahu bahwa Rachel tidak pernah puas dengan apapun yang dia lakukan atau katakan. Rachel mendengus kesal, lalu berbalik dan keluar dari kamar. Ariana hanya bisa menatap punggung wanita itu yang semakin menjauh. Sementara di karidor rumah sakit, langkah kaki Rachel berhenti di depan kamar rawat inap VVIP. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum masuk. Walaupun menantunya memb
Ariana duduk di sebuah kafe ditemani dua rekan dosennya, Diana dan Sarah. Mereka sedang berdiskusi serius tentang proposal pengabdian masyarakat yang mereka rencanakan. Sementara Diana, dosen ekonomi, dan Sarah, dosen hukum, berfokus pada rincian proyek mereka, Ariana tampak jauh dalam pikirannya. Kakinya sudah sembuh dari kecelakaan sebulan lalu, tetapi luka emosional akibat perselingkuhan suaminya, Nicholas, masih membekas. “Aku pikir kita bisa memfokuskan pengabdian ini pada pemberdayaan ekonomi perempuan di desa terpencil,” kata Diana, membuka laptopnya yang menampilkan dokumen proposal. Ariana hanya mengangguk, tetapi pikirannya melayang jauh. Perasaan kecewa dan pengkhianatan masih menyelimuti hatinya. Suara Diana terdengar jauh dan teredam. Sarah, dengan pengetahuan hukumnya, tiba-tiba mengangkat topik yang menarik perhatian Ariana. “Aku membaca beberapa kasus tentang wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga tetapi tidak bisa bercerai karena kontrak pranikah yang
Dengan napas yang berat, Nicholas mencoba menenangkan diri. Dia berdiri dan membuka jendela ruang kerjanya lebar-lebar. Angin malam sejuk yang masuk, mengurangi rasa panas yang membara dalam tubuhnya. Setelah beberapa menit menikmati angin malam, Nicholas ke minibar ruang kerjanya. Dia mengambil botol air dan meminumnya dengan tegukan besar, berharap cairan dingin bisa menenangkan gejolak dalam dirinya. Karena rasa resah belum juga hilang sepenuhnya, Nicholas menjatuhkan diri ke lantai dan mulai melakukan push-up. Satu, dua, tiga... hingga dua puluh kali, dia terus mendorong tubuhnya. Setelah selesai, dia berguling ke samping dan melakukan sit-up, merasakan otot perutnya tegang. Aktivitas yang menguras energi itu sedikit membantu menenangkan tubuhnya. Merasa lelah berolah raga, Nicholas berusaha untuk menyanyikan lagu kebangsaan untuk mengalihkan pikiran kotornya. Setelah beberapa waktu, efek obat mulai mereda. Nicholas merasa lebih tenang dan bisa mengendalikan dirinya. Dia
Dulu, Ariana begitu merindukan sentuhan Nicholas dengan penuh keinginan. Namun, setelah apa yang baru saja dia alami, perasaan itu berubah menjadi kebencian yang mendalam. Seakan-akan cinta yang dulu memenuhi hatinya telah berganti dengan amarah dan kekecewaan. Ariana, yang sebelumnya tidak pernah melakukan hubungan intim, tidak yakin apakah rasa sakit yang dirasakannya adalah normal dalam hubungan suami istri atau karena Nicholas yang telah terlalu kasar. Dia menangis dalam kebingungan, bertanya-tanya apakah ini yang seharusnya dia rasakan. Dia meringkuk di tempat tidur Nicholas, tubuhnya gemetar. Air mata mengalir tanpa suara di pipinya. Setiap tarikan napasnya terasa menyakitkan, seolah oksigen yang dihirupnya menusuk dadanya. Rasa nyeri yang tak terlukiskan menjalar dari seluruh tubuhnya, membuatnya merasa rapuh seperti kaca yang retak. Air matanya yang mengalir tanpa henti sudah membasahi bantal yang dia peluk erat. Pikirannya berkabut, bercampur antara ketidakpercayaan dan
Sembari menunggu bibi Helen menyiapkan sarapan, Ariana yang masih berselonjor di tempat tidur meraih laptopnya dari meja kecil di samping tempat tidur. Jari-jarinya yang ramping dengan cekatan mengetik kata kunci 'firma hukum perceraian' di mesin pencari. Dia harus segera mengakhiri pernikahannya dengan Nicholas. Setelah ketahuan selingkuh, suami dinginnya itu sekarang sering melakukan kekerasan kepadanya. Ariana tidak bisa lagi mentolerir kekerasan yang dialaminya. Layar laptop menampilkan berbagai pilihan firma hukum. Dia mengklik satu per satu, membaca ulasan, dan melihat profil pengacara. Ariana tidak bisa menggugat cerai dan meninggalkan rumah Nicholas tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Dia tidak ingin ada pertikaian dengan Ibu mertua yang tetap mempertahankannya sebagai menantu sesuai dengan perjanjian mereka. Sebuah firma hukum dengan ulasan positif menarik perhatiannya. Dia mengklik laman kontak dan mulai mengetik pesan singkat untuk meminta konsultasi. Saat dia akan m
Jauh dari keramaian, Ariana duduk di salah satu bangku taman kampus yang teduh, setelah selesai memberi kuliah. Suara riuh mahasiswa yang bercengkrama dan berjalan tergesa-gesa menuju kelas terdengar samar di kejauhan. Bangunan-bangunan bergaya arsitektur modern berdiri kokoh di sekeliling Ariana. Ariana serius menatap layar ponselnya, mata cokelatnya yang tajam fokus pada angka di laman MBanking-nya. Nominal saldo yang tertera masih utuh, sama seperti sebelumnya. Keningnya berkerut, bibirnya terkatup rapat. Dia menimbang-nimbang untuk memindahkan uang pemberian Nicholas selama pernikahan mereka ke rekening pribadinya atau membiarkannya tetap di sana. Jika dia memindahkan uang itu, Nicholas mungkin akan semakin mencemoohnya. Tapi, apa dia benar-benar akan pergi begitu saja dengan tangan kosong? Setelah dua tahun menikah? Hati Ariana berdesir, mengenang masa-masa pahit yang telah ia lalui. Setiap cemoohan, setiap kata kasar yang terlontar dari mulut Nicholas terbayang kembali. Pera
Kepala Ariana semakin berdenyut. Bertambah hal yang tidak bisa diterimanya. Suaminya memiliki wanita lain. Keluarganya yang menemui Nicholas tanpa sepengetahuannya kini menuntut penjelasan kepadanya. Meminta maaf untuk apa? Meminta maaf karena selama ini mereka telah memanfaatkan keluarga kaya itu? Dengan tatapan kosong, Ariana bangkit dari duduknya. “Farrel, cobalah cari pekerjaan lain. Mungkin jadi tukang ojek dulu, sampai bisa dapat yang pasti,” katanya kepada adik lelakinya yang berselisih 4 tahun darinya. Lalu Ariana menoleh ke arah Eric. “Paman bisa menyewa gedung lain. Bukankah usaha paman berjalan dengan lancar?” “Kami memanggilmu, bukan untuk mendengar ceramahmu. Pergilah bujuk dan rayu suamimu! Jangan keras kepala, dan sok idealis!” ketus Eric dengan tajam. “Paman…?” “Ana…,” Ratih mencoba menjadi penengah dengan ragu. “Pamanmu benar, pergilah untuk berbicara baik-baik dengan nak Nicholas. Farrel sebentar lagi akan menikah dengan pacarnya. Mencari pekerjaan sekarang