Dengan napas yang berat, Nicholas mencoba menenangkan diri. Dia berdiri dan membuka jendela ruang kerjanya lebar-lebar. Angin malam sejuk yang masuk, mengurangi rasa panas yang membara dalam tubuhnya.
Setelah beberapa menit menikmati angin malam, Nicholas ke minibar ruang kerjanya. Dia mengambil botol air dan meminumnya dengan tegukan besar, berharap cairan dingin bisa menenangkan gejolak dalam dirinya. Karena rasa resah belum juga hilang sepenuhnya, Nicholas menjatuhkan diri ke lantai dan mulai melakukan push-up. Satu, dua, tiga... hingga dua puluh kali, dia terus mendorong tubuhnya. Setelah selesai, dia berguling ke samping dan melakukan sit-up, merasakan otot perutnya tegang. Aktivitas yang menguras energi itu sedikit membantu menenangkan tubuhnya. Merasa lelah berolah raga, Nicholas berusaha untuk menyanyikan lagu kebangsaan untuk mengalihkan pikiran kotornya. Setelah beberapa waktu, efek obat mulai mereda. Nicholas merasa lebih tenang dan bisa mengendalikan dirinya. Dia tersenyum kecil, dan kembali ke meja kerjanya. CKLAK!! Setelah pikirannya sedikit tenang, Nicholas kembali dikejutkan oleh suara pintu ruang kerjanya yang dibuka. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Ariana. “Nick! Apa kau tidak apa-apa?” Ariana bertanya dengan panik. Mendengar suara Ariana, wajah Nicholas kembali memerah. ‘Sial!’ rutuknya dalam hati. “Pergilah Claire!” perintah Nicholas dengan suara parau, tanpa menoleh ke arah Ariana. Bukannya pergi, Ariana malah semakin berjalan mendekati Nicholas. Mendengar suara suami dinginya yang tidak biasa, dia menjadi sedikit khawatir. Apakah suaminya benar-benar keracunan? “Maaf, aku baru saja melihat tanggal kemasan teh herbal tadi. Aku tidak tahu, karena tulisan china, tapi sepertinya teh itu sudah kadaluarsa,” ungkap Ariana dengan cemas, sembari berusaha melihat wajah Nicholas. “Apakah terjadi sesuatu dengan perutmu?” “Pergilah! Itu tanggal produksi, bukan—" “Ha!! Kau tidak baik-baik saja! Ayo kita ke rumah sakit!” potong Ariana yang langsung menarik lengan Nicholas keluar. “Bahaya jika ibu tahu aku membuatmu sakit!” Sebelum Ariana berhasil membawanya melewati pintu ruang kerjanya, Nicholas terlebih dahulu menutup pintunya dan mengungkung Ariana di daun pintu dengan kedua lengan besarnya. “Kau sengaja melakukan ini, benar kan?” Ariana menggeleng dengan panik, dia ingin menyalahkan ibu mertua, tetapi dia menyadari ibu mertuanya mungkin tidak bisa melihat dengan baik tanggal kadaluarsa di kemasan. “Tidak, i.itu kau yang meminumnya sendiri. Itu bukan salahku!” seru Ariana tanpa tahu jika yang dilihatnya adalah tanggal produksi bukan tanggal kadaluarsa. Dan miskomunikasi di antara mereka pun berlanjut. Nicholas tersenyum miring mencemooh, gelombang panas itu kembali datang, bahkan berkali-kali lipat. “Apa kau benar-benar menginginkan tubuhku?” Mendengar Nicholas yang selalu saja menuduhnya wanita yang jahat binti kejam, Ariana mendorong Nicholas agar terlepas dari kurungan pria itu. Tetapi suaminya itu terlalu kokoh, tak tergoyahkan olehnya. “Berhentilah membuang-buang waktu. Kita harus segera ke rumah sakit! Aku sudah memperingatimu. Jika nanti kau mati karena keracunan makanan, itu bukan salahku!” teriak Ariana. Nicholas mengikuti permainan Ariana. Tanpa membuang-buang waktu dia mencengkram dagu dan mendongakan wajah Ariana agar lebih dekat ke arahnya. Nicholas lalu mencium bibir Ariana dengan penuh hasrat. Mendapat perlakuan yang tiba-tiba itu, membuat Ariana terkejut. Nicholas, suaminya, pria dingin itu menciumnya? Itu adalah ciuman pertamanya. Sesaat Ariana tenggelam dengan sentuhan bibir dan lidah Nicholas di mulutnya, tetapi kenyataan tentang perselingkuhan Nicholas tiba-tiba melintas di benaknya. Dengan berang Ariana menarik dirinya dan mendorong Nicholas. Nicholas tersentak saat Ariana mendorongnya. Dia melihat kilatan kemarahan di mata Ariana, dan tertawa cemooh. Itu bukan kali pertama, wanita itu menunjukkan kekesalannya. “Aku akan membuatmu menyesali perbuatanmu hari ini,” bisik Nicholas sembari membuka pintu ruangan kerjanya. Dengan kasar Nicholas menarik Ariana menuju kamarnya. “Tunggu! Kau mau apa? Lepaskan!” teriak Ariana berusaha menahan dirinya agar tidak terseret oleh Nicholas. Ketakutan mulai menjalari dirinya. “Apakah kau ingin melakukan KDRT? Aku tidak akan diam saja! Aku bisa membuat laporan!” Nicholas mengabaikan ancaman Ariana. Begitu mereka tiba di kamar Nicholas. Pria itu langsung melempar Ariana ke atas tempat tidurnya, dan langsung menindih istrinya itu. “Laporkan saja, ceritakan dengan detail kepada polisi apa yang kulakukan padamu malam ini,” ejek Nicholas, suaranya penuh dengan sarkasme. "Apa...?" desis Ariana, matanya melebar karena ketakutan. Nicholas tidak terpengaruh oleh ancamannya. Apakah suaminya benar-benar akan melakukan kekerasan karena teh kadaluarsa?Dulu, Ariana begitu merindukan sentuhan Nicholas dengan penuh keinginan. Namun, setelah apa yang baru saja dia alami, perasaan itu berubah menjadi kebencian yang mendalam. Seakan-akan cinta yang dulu memenuhi hatinya telah berganti dengan amarah dan kekecewaan. Ariana, yang sebelumnya tidak pernah melakukan hubungan intim, tidak yakin apakah rasa sakit yang dirasakannya adalah normal dalam hubungan suami istri atau karena Nicholas yang telah terlalu kasar. Dia menangis dalam kebingungan, bertanya-tanya apakah ini yang seharusnya dia rasakan. Dia meringkuk di tempat tidur Nicholas, tubuhnya gemetar. Air mata mengalir tanpa suara di pipinya. Setiap tarikan napasnya terasa menyakitkan, seolah oksigen yang dihirupnya menusuk dadanya. Rasa nyeri yang tak terlukiskan menjalar dari seluruh tubuhnya, membuatnya merasa rapuh seperti kaca yang retak. Air matanya yang mengalir tanpa henti sudah membasahi bantal yang dia peluk erat. Pikirannya berkabut, bercampur antara ketidakpercayaan dan
Sembari menunggu bibi Helen menyiapkan sarapan, Ariana yang masih berselonjor di tempat tidur meraih laptopnya dari meja kecil di samping tempat tidur. Jari-jarinya yang ramping dengan cekatan mengetik kata kunci 'firma hukum perceraian' di mesin pencari. Dia harus segera mengakhiri pernikahannya dengan Nicholas. Setelah ketahuan selingkuh, suami dinginnya itu sekarang sering melakukan kekerasan kepadanya. Ariana tidak bisa lagi mentolerir kekerasan yang dialaminya. Layar laptop menampilkan berbagai pilihan firma hukum. Dia mengklik satu per satu, membaca ulasan, dan melihat profil pengacara. Ariana tidak bisa menggugat cerai dan meninggalkan rumah Nicholas tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Dia tidak ingin ada pertikaian dengan Ibu mertua yang tetap mempertahankannya sebagai menantu sesuai dengan perjanjian mereka. Sebuah firma hukum dengan ulasan positif menarik perhatiannya. Dia mengklik laman kontak dan mulai mengetik pesan singkat untuk meminta konsultasi. Saat dia akan m
Jauh dari keramaian, Ariana duduk di salah satu bangku taman kampus yang teduh, setelah selesai memberi kuliah. Suara riuh mahasiswa yang bercengkrama dan berjalan tergesa-gesa menuju kelas terdengar samar di kejauhan. Bangunan-bangunan bergaya arsitektur modern berdiri kokoh di sekeliling Ariana. Ariana serius menatap layar ponselnya, mata cokelatnya yang tajam fokus pada angka di laman MBanking-nya. Nominal saldo yang tertera masih utuh, sama seperti sebelumnya. Keningnya berkerut, bibirnya terkatup rapat. Dia menimbang-nimbang untuk memindahkan uang pemberian Nicholas selama pernikahan mereka ke rekening pribadinya atau membiarkannya tetap di sana. Jika dia memindahkan uang itu, Nicholas mungkin akan semakin mencemoohnya. Tapi, apa dia benar-benar akan pergi begitu saja dengan tangan kosong? Setelah dua tahun menikah? Hati Ariana berdesir, mengenang masa-masa pahit yang telah ia lalui. Setiap cemoohan, setiap kata kasar yang terlontar dari mulut Nicholas terbayang kembali. Pera
Kepala Ariana semakin berdenyut. Bertambah hal yang tidak bisa diterimanya. Suaminya memiliki wanita lain. Keluarganya yang menemui Nicholas tanpa sepengetahuannya kini menuntut penjelasan kepadanya. Meminta maaf untuk apa? Meminta maaf karena selama ini mereka telah memanfaatkan keluarga kaya itu? Dengan tatapan kosong, Ariana bangkit dari duduknya. “Farrel, cobalah cari pekerjaan lain. Mungkin jadi tukang ojek dulu, sampai bisa dapat yang pasti,” katanya kepada adik lelakinya yang berselisih 4 tahun darinya. Lalu Ariana menoleh ke arah Eric. “Paman bisa menyewa gedung lain. Bukankah usaha paman berjalan dengan lancar?” “Kami memanggilmu, bukan untuk mendengar ceramahmu. Pergilah bujuk dan rayu suamimu! Jangan keras kepala, dan sok idealis!” ketus Eric dengan tajam. “Paman…?” “Ana…,” Ratih mencoba menjadi penengah dengan ragu. “Pamanmu benar, pergilah untuk berbicara baik-baik dengan nak Nicholas. Farrel sebentar lagi akan menikah dengan pacarnya. Mencari pekerjaan sekarang
Pintu depan yang besar dan kokoh berderit ketika pelayan membukanya, membiarkan keduanya masuk ke dalam rumah tua yang megah itu. Lantai marmer dingin di bawah kaki mereka, dan aroma kayu tua bercampur dengan wewangian bunga dari taman di luar.Ketika mereka memasuki ruang tamu, suara tawa pelan terdengar. Di sana, Katrina duduk di sofa bersama nenek Nicholas, mengenakan gaun pastel yang elegan, tampak seperti bagian dari keluarga ini. Senyum manis terpancar di wajahnya, tetapi ada kilatan dingin di matanya yang tertangkap oleh Ariana, meskipun hanya sesaat.Nenek Nicholas menoleh dan menatap Ariana dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Ariana, sayang, kau sudah datang. Bagaimana kabarmu?" Dia bertanya, namun nada suaranya tidak sepenuhnya ramah.Ariana mengangguk pelan, menahan perasaan gugup yang mulai merayap. "Baik, Nek. Terima kasih."Nenek Nicholas tersenyum tipis, lalu melirik Katrina yang duduk dengan anggun di sebelahnya. "Katrina, kau selalu tampak begitu bersemangat. Aku yak
Setelah menerima informasi dari sopir Nicholas yang menjemput suaminya itu di bandara, keesokan malamnya Ariana menunggu di ruang tamu. Kecemasan dan keraguan bergolak dalam dirinya. Pertanyaan-pertanyaan tentang keluarganya dan tentang kondisi Katrina yang masih dalam pemulihan terus menghantuinya.Pintu terbuka, dan Nicholas melangkah masuk dengan langkah berat. Wajahnya menunjukkan kelelahan, tetapi ekspresinya tetap kaku dan tidak menunjukkan emosi. Bibi Helen membawakan koper Nicholas ke kamar, sementara Nicholas hanya melirik Ariana sekilas sebelum melewati ruang tamu menuju kamarnya. Ariana mengumpulkan keberanian dan mengikuti langkahnya.Nicholas berhenti di depan pintu kamarnya, menoleh dengan tatapan kosong. "Apa yang kau inginkan?" tanyanya dengan nada datar.Ariana merasakan ketegangan di udara. "Aku ingin bicara," jawabnya, berusaha mengatasi rasa gugupnya.Nicholas membuka pintu kamarnya lebar-lebar. "Masuklah," katanya dengan nada acuh tak acuh, tanpa menunjukkan minat
“Kau akan menangis?” ledek Nicholas, bibirnya melengkung menjadi senyum sinis. “Memohonlah padaku.”Ariana berdiri, perlahan melangkah mendekati Nicholas dengan wajah yang tampak memelas, seakan ingin memenuhi permintaan suaminya untuk memohon. Nicholas yang melihat itu semakin tersenyum angkuh. Ariana dan keluarganya bergantung kepadanya, dan dia menikmati kekuasaannya itu.“Aku akan melakukan apa pun yang kau pinta, bisakah kau meninggalkan Katrina?” tawar Ariana, suaranya penuh harap. Dia pasrah untuk menurunkan egonya, berdamai dengan Nicholas demi keluarganya dan demi ibu mertuanya.Nicholas mengangkat sebelah alisnya dengan skeptis. “Bagaimana dengan pria simpananmu?”Ariana tertegun, kebingungan terukir di wajahnya. “Pria apa?” tanyanya, terkejut dan bingung mendengar tuduhan itu.Nicholas menyeringai, “Oh, jadi kau tidak tahu tentang pria itu? Aku hanya ingin tahu, di antara kami, siapa yang lebih baik dalam hal itu?”“Apa maksudmu? Aku hanya pernah berciuman denganmu!” Ariana
Nicholas dan Ariana saling berpandangan dengan mata membelalak. Suasana di ruang makan mendadak berubah kaku saat Kakek Nicholas, Tuan Henry Nathan, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi terkejut. Di sampingnya, Nenek Nicholas, Nyonya Eleanor Nathan, tampak hampir pingsan karena keterkejutan.Satpam penjaga rumah, yang biasanya sangat ketat, membiarkan Tuan Henry dan Nyonya Eleanor masuk tanpa banyak bertanya, mengenali mereka sebagai anggota keluarga.“Kakek, Nenek!” Nicholas berusaha menyembunyikan rasa kagetnya di balik senyum. “Apa kabar? Ini... kejutan pagi yang tidak terduga.”Ariana merasakan jantungnya berhenti sejenak. Tak pernah terbayangkan bahwa Kakek dan Nenek Nicholas akan datang tanpa pemberitahuan. Terlebih lagi, dia merasa terpojok dengan situasi ini, merasa seperti telah menodai keturunan Nathan.Nenek Eleanor memandang Nicholas dengan khawatir. “Apa yang terjadi dengan wajahmu, Nicholas? Ada sesuatu yang tidak beres?”Ariana, yang ketakutan, merapatkan tubuhnya ke