Sembari menunggu bibi Helen menyiapkan sarapan, Ariana yang masih berselonjor di tempat tidur meraih laptopnya dari meja kecil di samping tempat tidur. Jari-jarinya yang ramping dengan cekatan mengetik kata kunci 'firma hukum perceraian' di mesin pencari. Dia harus segera mengakhiri pernikahannya dengan Nicholas. Setelah ketahuan selingkuh, suami dinginnya itu sekarang sering melakukan kekerasan kepadanya. Ariana tidak bisa lagi mentolerir kekerasan yang dialaminya. Layar laptop menampilkan berbagai pilihan firma hukum. Dia mengklik satu per satu, membaca ulasan, dan melihat profil pengacara. Ariana tidak bisa menggugat cerai dan meninggalkan rumah Nicholas tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Dia tidak ingin ada pertikaian dengan Ibu mertua yang tetap mempertahankannya sebagai menantu sesuai dengan perjanjian mereka. Sebuah firma hukum dengan ulasan positif menarik perhatiannya. Dia mengklik laman kontak dan mulai mengetik pesan singkat untuk meminta konsultasi. Saat dia akan m
Jauh dari keramaian, Ariana duduk di salah satu bangku taman kampus yang teduh, setelah selesai memberi kuliah. Suara riuh mahasiswa yang bercengkrama dan berjalan tergesa-gesa menuju kelas terdengar samar di kejauhan. Bangunan-bangunan bergaya arsitektur modern berdiri kokoh di sekeliling Ariana. Ariana serius menatap layar ponselnya, mata cokelatnya yang tajam fokus pada angka di laman MBanking-nya. Nominal saldo yang tertera masih utuh, sama seperti sebelumnya. Keningnya berkerut, bibirnya terkatup rapat. Dia menimbang-nimbang untuk memindahkan uang pemberian Nicholas selama pernikahan mereka ke rekening pribadinya atau membiarkannya tetap di sana. Jika dia memindahkan uang itu, Nicholas mungkin akan semakin mencemoohnya. Tapi, apa dia benar-benar akan pergi begitu saja dengan tangan kosong? Setelah dua tahun menikah? Hati Ariana berdesir, mengenang masa-masa pahit yang telah ia lalui. Setiap cemoohan, setiap kata kasar yang terlontar dari mulut Nicholas terbayang kembali. Pera
Kepala Ariana semakin berdenyut. Bertambah hal yang tidak bisa diterimanya. Suaminya memiliki wanita lain. Keluarganya yang menemui Nicholas tanpa sepengetahuannya kini menuntut penjelasan kepadanya. Meminta maaf untuk apa? Meminta maaf karena selama ini mereka telah memanfaatkan keluarga kaya itu? Dengan tatapan kosong, Ariana bangkit dari duduknya. “Farrel, cobalah cari pekerjaan lain. Mungkin jadi tukang ojek dulu, sampai bisa dapat yang pasti,” katanya kepada adik lelakinya yang berselisih 4 tahun darinya. Lalu Ariana menoleh ke arah Eric. “Paman bisa menyewa gedung lain. Bukankah usaha paman berjalan dengan lancar?” “Kami memanggilmu, bukan untuk mendengar ceramahmu. Pergilah bujuk dan rayu suamimu! Jangan keras kepala, dan sok idealis!” ketus Eric dengan tajam. “Paman…?” “Ana…,” Ratih mencoba menjadi penengah dengan ragu. “Pamanmu benar, pergilah untuk berbicara baik-baik dengan nak Nicholas. Farrel sebentar lagi akan menikah dengan pacarnya. Mencari pekerjaan sekarang
Pintu depan yang besar dan kokoh berderit ketika pelayan membukanya, membiarkan keduanya masuk ke dalam rumah tua yang megah itu. Lantai marmer dingin di bawah kaki mereka, dan aroma kayu tua bercampur dengan wewangian bunga dari taman di luar.Ketika mereka memasuki ruang tamu, suara tawa pelan terdengar. Di sana, Katrina duduk di sofa bersama nenek Nicholas, mengenakan gaun pastel yang elegan, tampak seperti bagian dari keluarga ini. Senyum manis terpancar di wajahnya, tetapi ada kilatan dingin di matanya yang tertangkap oleh Ariana, meskipun hanya sesaat.Nenek Nicholas menoleh dan menatap Ariana dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Ariana, sayang, kau sudah datang. Bagaimana kabarmu?" Dia bertanya, namun nada suaranya tidak sepenuhnya ramah.Ariana mengangguk pelan, menahan perasaan gugup yang mulai merayap. "Baik, Nek. Terima kasih."Nenek Nicholas tersenyum tipis, lalu melirik Katrina yang duduk dengan anggun di sebelahnya. "Katrina, kau selalu tampak begitu bersemangat. Aku yak
Setelah menerima informasi dari sopir Nicholas yang menjemput suaminya itu di bandara, keesokan malamnya Ariana menunggu di ruang tamu. Kecemasan dan keraguan bergolak dalam dirinya. Pertanyaan-pertanyaan tentang keluarganya dan tentang kondisi Katrina yang masih dalam pemulihan terus menghantuinya.Pintu terbuka, dan Nicholas melangkah masuk dengan langkah berat. Wajahnya menunjukkan kelelahan, tetapi ekspresinya tetap kaku dan tidak menunjukkan emosi. Bibi Helen membawakan koper Nicholas ke kamar, sementara Nicholas hanya melirik Ariana sekilas sebelum melewati ruang tamu menuju kamarnya. Ariana mengumpulkan keberanian dan mengikuti langkahnya.Nicholas berhenti di depan pintu kamarnya, menoleh dengan tatapan kosong. "Apa yang kau inginkan?" tanyanya dengan nada datar.Ariana merasakan ketegangan di udara. "Aku ingin bicara," jawabnya, berusaha mengatasi rasa gugupnya.Nicholas membuka pintu kamarnya lebar-lebar. "Masuklah," katanya dengan nada acuh tak acuh, tanpa menunjukkan minat
“Kau akan menangis?” ledek Nicholas, bibirnya melengkung menjadi senyum sinis. “Memohonlah padaku.”Ariana berdiri, perlahan melangkah mendekati Nicholas dengan wajah yang tampak memelas, seakan ingin memenuhi permintaan suaminya untuk memohon. Nicholas yang melihat itu semakin tersenyum angkuh. Ariana dan keluarganya bergantung kepadanya, dan dia menikmati kekuasaannya itu.“Aku akan melakukan apa pun yang kau pinta, bisakah kau meninggalkan Katrina?” tawar Ariana, suaranya penuh harap. Dia pasrah untuk menurunkan egonya, berdamai dengan Nicholas demi keluarganya dan demi ibu mertuanya.Nicholas mengangkat sebelah alisnya dengan skeptis. “Bagaimana dengan pria simpananmu?”Ariana tertegun, kebingungan terukir di wajahnya. “Pria apa?” tanyanya, terkejut dan bingung mendengar tuduhan itu.Nicholas menyeringai, “Oh, jadi kau tidak tahu tentang pria itu? Aku hanya ingin tahu, di antara kami, siapa yang lebih baik dalam hal itu?”“Apa maksudmu? Aku hanya pernah berciuman denganmu!” Ariana
Nicholas dan Ariana saling berpandangan dengan mata membelalak. Suasana di ruang makan mendadak berubah kaku saat Kakek Nicholas, Tuan Henry Nathan, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi terkejut. Di sampingnya, Nenek Nicholas, Nyonya Eleanor Nathan, tampak hampir pingsan karena keterkejutan.Satpam penjaga rumah, yang biasanya sangat ketat, membiarkan Tuan Henry dan Nyonya Eleanor masuk tanpa banyak bertanya, mengenali mereka sebagai anggota keluarga.“Kakek, Nenek!” Nicholas berusaha menyembunyikan rasa kagetnya di balik senyum. “Apa kabar? Ini... kejutan pagi yang tidak terduga.”Ariana merasakan jantungnya berhenti sejenak. Tak pernah terbayangkan bahwa Kakek dan Nenek Nicholas akan datang tanpa pemberitahuan. Terlebih lagi, dia merasa terpojok dengan situasi ini, merasa seperti telah menodai keturunan Nathan.Nenek Eleanor memandang Nicholas dengan khawatir. “Apa yang terjadi dengan wajahmu, Nicholas? Ada sesuatu yang tidak beres?”Ariana, yang ketakutan, merapatkan tubuhnya ke
Wajah Nicholas dan Ariana hampir bersentuhan, terkejut oleh kedekatan mereka dan berusaha menjauh secepat mungkin. Namun, pagi itu mereka sedikit lambat dalam merespons, dan akhirnya menyadari kehadiran Kakek dan Nenek di sana.Nicholas mengambil inisiatif dan mencium bibir Ariana. Meskipun terkejut, Ariana membalas ciuman itu dengan cepat. ‘Ini bagian dari akting,’ pikirnya.“Ehem!” suara Kakek Henry memecah momen itu. “Inilah alasan kenapa kami seharusnya tidak datang pagi-pagi,” canda Kakek sambil tertawa.Nicholas dan Ariana saling memandang dengan canggung. Nicholas kemudian menatap Kakek dan Neneknya. “Benar,” katanya dengan nada datar.Kakek Henry mengakhiri sarapannya dan berdiri. “Ayo Ele, tampaknya kami mengganggu kemesraan cucu kami.”“Baiklah, ayo kita pulang,” sahut Nenek Eleanor sambil tersenyum pada Ariana. “Kami hanya singgah sebentar.”Melihat Kakek dan Nenek Nicholas berdiri, Ariana ikut berdiri. “Kakek, Nenek. Nicholas bercanda. Tinggal lah lebih lama,” pinta Ariana